Kisah Sukemi, bertahun-tahun hidup di pedalaman hutan tanpa teman
Merdeka.com - Potret kemiskinan ini terekam di Kabupaten Jembrana, sebuah daerah di ujung barat Pulau Bali, Jembrana. Ni Nengah Sukemi (52), seorang lansia menjalani kehidupannya penuh keprihatinan.
Janda satu anak ini tinggal di pinggir hutan lindung Jembrana tepatnya di wilayah Banjar Arca, Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan. Oleh warga kampung tersebut, nenek ini dikenal sebagai 'Janda Hutan', ada pula yang menyebutnya 'Manusia Kebun.'
Sukemi sejak satu setengah tahun tinggal seorang diri di perkebunan milik orang yang berbatasan dengan hutan lindung. Hanya gubuk reyot yang melindungi tubuh rentanya ditemani anjing bengil peliharaannya. Di kebun yang berjarak belasan kilo dari pemukiman penduduk ini, Sukemi mendirikan gubuk yang terbuat dari batang kayu kamal, berdinding gedeng usang dan bekas kertas semen serta beratap asbes bekas.
-
Bagaimana cara petani Sukomakmur menjual hasil panen? Untuk penjualan, di Desa Sukomakmur para petani sudah punya pembelinya sendiri.
-
Siapa yang merintis pekerjaan sebagai petani di Sukomakmur? Walaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani.
-
Apa tantangan terberat yang dihadapi petani di Sukomakmur? Salah satu tantangan terberat dalam bertani adalah, mereka menyediakan modal yang tinggi untuk masa tanam, namun saat panen, mereka mendapat hasil yang rendah.
-
Bagaimana Orang Talak Mamak hidup? Sebuah masyarakat yang hidup cukup terisolir di pedalaman Provinsi Riau ini sangat dekat dengan alam (hutan) dan menerapkan sistem peladangan.
-
Apa yang dilakukan Orang Talak Mamak di hutan? Melansir dari berbagai sumber, kehidupan sehari-hari Orang Talak Mamak ini sangat dekat dengan alam dan hutan. Tak heran jika mereka hidup sangat tergantung dengan hasil alam.Dulunya mereka masih menganut sistem berburu dan meramu, bahkan mereka mengelola sumber daya alam untuk dikonsumsi secara keluarga maupun secara berkelompok atau bersama-sama.
-
Apa tradisi unik di Sumatera Selatan? Salah satunya adalah tradisi unik yang ada di Sumatra Selatan yakni saling bertukar takjil dengan tetangga di sekitar kampung tempat tinggal.
Untuk penerangan, dia hanya menggunakan lampu senter. Sedangkan untuk buang air besar dia memanfaatkan saluran irigasi yang mengalir di dekat gubuknya. Air di saluran irigasi itu juga dia manfaatkan untuk mandi, memasak dan mencuci. Meskipun kadang-kadang keruh karena hujan turun.
Lebih miris lagi, janda tua ini adalah penduduk desa adat setempat yang harus menjalani hidup miskin di daerahnya sendiri.
Merdeka.com harus menempuh jarak belasan kilometer untuk sampai ke rumah Sukemi. Medan yang ditempuh tak mudah, dipenuhi semak, licin serta terjal. Hanya bisa dilewati dengan jalan kaki.
"Dulu saya tinggal berdua di gubuk ini bersama anak perempuan saya. Tapi setahun lalu anak saya menikah dan sekarang tinggal jauh dengan suaminya," tuturnya lirih saat ditemui wartawan, Senin (19/12).
Janda tua jadi manusia hutan ©2016 merdeka.com/gede nadi jayaDemi bertahan hidup, Sukemi yang bersuamikan almarhum Anak Agung Bumin Jaya ini setiap harinya membuat Tamas (sarana upacara Hindu dari daun kelapa). Setiap hari, tamas buatannya dijual kepada pengepul. Penghasilannya per hari paling banyak Rp 10 ribu.
"Saya pernah ke kantor desa minta bantuan dibangunkan gubuk seadanya saja. Tapi itu tidak bisa, karena saya tidak punya tanah di desa saya ini," tuturnya.
Dia hanya bisa pasrah serta berserah kepada Tuhan dengan takdir hidup yang dijalaninya. Perbekel (kepala dusun) Pulukan, I Wayan Armawa dikonfirmasi mengatakan bahwa warganya itu masuk sebagai salah satu warga kurang mampu dan tercatat dalam buku merah.
Dikarena menumpang di tanah milik orang lain dan belum ada persetujuan dari pemilik tanah yang ditempatinya bantuan bedah rumah belum bisa diberikan kepada yang bersangkutan.
"Tapi untuk raskin tiap bulan tetap kami berikan karena dia memang layak menerimanya," tutup Arnawa.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Walaupun tinggal di tengah hutan, mereka mengaku sudah biasa merasakan kondisi seperti itu.
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaNamanya adalah Sutomo, pria berusia 70 tahun yang telah menjalani profesi ini selama lebih dari 11 tahun.
Baca SelengkapnyaTak ada pilihan lain bagi Pak Kasimin selain tinggal di tengah hutan. Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya.
Baca SelengkapnyaKampung ini terletak di tengah hutan Taman Nasional Meru Betiri
Baca SelengkapnyaWarung itu bentuknya cukup sederhana. Material bangunannya terbuat dari kayu. Konon usia warung itu telah mencapai 1 abad atau 100 tahun.
Baca SelengkapnyaPada tahun 2021, rumahnya terbakar. Sehingga dibangunlah gubuk reyot yang kundisinya sangat tidak layak itu.
Baca SelengkapnyaIa mengaku sudah tinggal sendirian di gubuk tersebut selama tiga tahun.
Baca SelengkapnyaUntuk mengobati rasa lapar, setiap hari sang kakek makan nasi dengan dicampur air.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita paruh baya pilih berjualan di tengah hutan dan gunung selama 24 jam sehari untuk penuhi kebutuhan keluarganya.
Baca SelengkapnyaBocah Papua harus rela tinggal berdua dengan adiknya selama berbulan-bulan karena orang tua mereka bekerja mencari kayu gaharu di tengah hutan.
Baca SelengkapnyaDengan perahu rakit yang ia buat dari drum, Ibu Pasijah mengarungi perairan hutan mangrove untuk menanam bibit pohon tersebut.
Baca Selengkapnya