Membongkar Kejanggalan Proyek BTS 4G Bakti Kominfo di Meja Hijau
Kasus Korupsi BTS 4G ini merugikan keuangan negara mencapai Rp8,03 triliun.
Kasus ini rugikan negara Rp 8 Triliun.
Membongkar Kejanggalan Proyek BTS 4G Bakti Kominfo di Meja Hijau
Satu demi satu kejanggalan mega proyek menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kemenkominfo tahun 2020-2022 pun terbongkar. Ketika kasus korupsi ini mulai naik ke meja persidangan.
Salah satunya pengakuan dari saksi Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul BAKTI Kominfo Muhammad Feriandi Mirza yang menyatakan pembangunan menara BTS 4G dalam kurun waktu sembilan bulan adalah proyek tidak lazim.
"Dalam pemikiran saudara, membangun BTS 4.200 dalam waktu sembilan bulan itu Anda selaku praktisi IT itu apa mungkin?" tanya jaksa saat sidang di PN Jakarta Pusat, Selasa (25/7). "Dalam pengalaman saya memang belum ada," jawab Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul BAKTI Kominfo Muhammad Feriandi MirzaJika pengerjaan menara BTS lumrahnya hanya 300-400 menara dalam setahun, sementara target proyek BTS tahap satu mewajibkan 4.200 menara. "Apakah pendapat saksi selaku staf pada waktu itu, saudara saksi sudah ngobrol sama pak Anang (Anang Achmad Latif, mantan Dirut BAKTI Kominfo) lewat pak Yohan (Yohan Suryanto, Tenaga Ahli HUDEV UI) ngobrol terkait itu?" tanya kembali jaksa. "Iya," ucap Mirza. "Ngobrol banyak bahwa memang tidak lazim sebuah proyek BTS itu 4.200 dalam setahun?" kata jaksa. "Iya," jawab Mirza membenarkan.
Mendengar jawaban itu, Hakim Ketua Fahzal Hendri lantas mengambil alih untuk mencecar Mirza. Terkait kejanggalan proyek 4.200 yang habiskan dana Rp10,8 T dimana harus diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun. "Saudara pernah enggak dalam suatu rapat dengan pak Anang sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) berbicara untuk pembangunan 4.200 itu sampai 2021, apakah ada dibicarakan dalam rapat bahwa ini tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif pendek?" tanya Fahzal.
"Sudah menjadi kebijakan pimpinan," tutur Mirza. "Siapa bilang gitu?" lanjut hakim. "Pak Anang," terang Mirza.
Sementara dalam dakwaan terdakwa Direktur Utama BAKTI dan KPA; Anang Achmad Latif disebutkan memerintahkan Elvano Hatorangan selaku PPK untuk membayarkan 100 persen dari nilai kontrak kepada penyedia. Padahal, sampai 31 Desember 2021 yang seharusnya terealisasi 4.200 menara BTS oleh para pemenang proyek selaku penyedia. Nyatanya proyek BTS itu tidak selesai, namun dibuatkan Berita Acara Penyerahan Hasil Pekerjaan (BAPHP).Hakim Sebut Proyek Mangkrak
Sementara itu, Mirza mengakui dari target 4.200 menara BTS 4G tidak terealisasi sepenuhnya. Sehingga proyek tahap satu yang sudah dibayarkan sebesar Rp10,8 T itu meleset dari target. "Untuk 31 Desember 2021 yang selesai sampai on air, sudah nyala ada sinyal itu 668," ujar Mirza.
Lantaran belum selesai maka diterbitkan addendum untuk perpanjangan pengerjaan proyek hingga 31 Maret 2022 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184 Tahun 2021. Namun sayangnya target 4.200 kembali tidak tercapai, karena hanya ada 1.795 menara. "On air itu sebanyak 1.795," jawab Mirza.
Mendengar penjelasan tersebut, Fahzal menyimpulkan proyek BTS 4G yang menelan anggaran Rp10,8 triliun tersebut mangkrak. Sebab tidak berjalan sesuai dengan rencana padahal uang yang dibayarkan telah 100 persen diserahkan kepada pihak penyedia. "Berarti ini proyek nggak selesai; mangkrak," simpul Fahzal.
Klaim Penyerapan Anggaran
Tak hanya itu, Hakim Ketua Fahzal juga mencecar Mirza soal alasan pembayaran proyek yang telah diserahkan sebelum selesai. Hal itu, diklaim Mirza karena alasan penyerapan anggaran sehingga pembayaran Rp10,8 T bisa lebih dulu dibayarkan. "Enggak berfungsi dulu, enggak on air dulu, baru dibayarkan? Kenapa? kenapa dibayarkan duluan. itu yang saya tanya? jawablah!" tegas Fahzal dengan suara tinggi. "Penyerapan anggaran yang mulia," jawan Mirza.
Namun demikian, Mirza tetap mengaku tidak tahu alasan lebih lanjut soal pembayaran lebih awal selain penyerapan anggaran. Hal itu membuat hakim seolah tak percaya dengan alasan yang dilontarkan Mirza. "Penyerapan anggaran, jadi walaupun pekerjaan belum selesai, harus laporannya itu penyerapan anggaran? dipaksakan harus diterima begitu oleh putusan perusahaan rekanan, begitu maksudnya?" tanya Fahzal. "Saya tidak tahu," jawab Mirza dibalas gelengan hakim seraya heran dengan alasannya.
Sekedar informasi dalam sidang kali ini turut duduk tiga terdakwa; Eks Menkominfo, Johnny G Plate; Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan Kuasa pengguna Anggaran (KPA); Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Akibat kerugian proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022 yang merugikan keuangan negara mencapai Rp8,03 triliun.