Menkumham Serahkan DIM RUU Keimigrasian ke Baleg DPR RI
Pemerintah memandang RUU Keimigrasian diperlukan sebagai bentuk optimalisasi pengaturan melalui peraturan perundang-undangan untuk menjamin kepastian hukum.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (RUU Keimigrasian) kepada Badan Legislasi DPR RI.
“Kami mewakili Presiden menyampaikan pandangan Presiden atas DIM RUU Keimigrasian secara keseluruhan berjumlah 52 DIM, terdiri dari 30 DIM yang bersifat tetap, 1 DIM yang bersifat redaksional, 11 DIM yang bersifat substansi, dan 10 DIM yang bersifat substansi baru,” kata Supratman dalam rapat kerja bersama Baleg DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa Pemerintah memandang RUU Keimigrasian diperlukan sebagai bentuk optimalisasi pengaturan melalui peraturan perundang-undangan untuk menjamin kepastian hukum yang sejalan dengan penghormatan, perlindungan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Selain itu, dia mengatakan bahwa RUU Keimigrasian diperlukan sebagai dampak atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011 yang memutuskan kata “penyelidikan dan” yang tertera dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UU Keimigrasian bertentangan dengan UUD NRI 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-IX/2011 terkait Pasal 97 ayat 1 yang sampai saat ini belum ditindaklanjuti dengan mengubah kedua pasal tersebut, sehingga dalam praktiknya masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan di sektor keimigrasian,” jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah yang terus berupaya menetapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat insentif bagi investor, talenta berkelas dunia, dan wisatawan yang berstatus orang asing maupun diaspora, memerlukan kebijakan selektif mengenai keimigrasian. Upaya tersebut, kata dia, memerlukan perbaikan dan pemutakhiran UU Keimigrasian.
Sementara itu, dalam rapat tersebut dia menjelaskan bahwa terdapat sejumlah pertimbangan lain dari RUU Keimigrasian, seperti mengatur dokumen perjalanan RI yang dapat menjadi bukti kewarganegaraan Indonesia.
“Penegasan pengaturan keimigrasian untuk menolak orang asing yang akan keluar wilayah Indonesia dengan menyesuaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011, penegasan fungsi keimigrasian di bidang pencegahan dengan penyesuaian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-IX/2011, dan pengaturan mengenai alternatif pendanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi keimigrasian yang sah selain bersumber dari APBN,” katanya.