Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pemburu Satwa Dilindungi di Aceh Bakal Diberi Tambahan Hukuman 100 Cambuk

Pemburu Satwa Dilindungi di Aceh Bakal Diberi Tambahan Hukuman 100 Cambuk eksekusi cambuk. ©2017 merdeka.com/afif

Merdeka.com - Hukum cambuk bagi pelaku kejahatan satwa liar dilindungi di Provinsi Aceh di ujung tanduk. Hukuman tambahan itu terancam batal diterapkan setelah Pemerintah Aceh melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) terkait pembahasan aturan tersebut.

Dalam pertemuan tidak disepakati pelaku kejahatan satwa liar dilindungi dihukum cambuk dan ditembak. Sebab, dinilai tidak masuk dalam substansi penerapan syariat Islam sesuai dengan Qanun Jinayat.

Qanun Aceh tentang Pengelolaan Satwa Liar yang disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh periode 2014-2019 pada Jumat (27/9) lalu, terancam seperti Qanun Bendera dan Lambang Aceh. Hingga sekarang belum ada titik temu dan tidak bisa diterapkan oleh Pemerintah Aceh.

Hukum pidana bagi pelaku kejahatan satwa dilindungi merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sedangkan cambuk merupakan hukuman tambahan yang diatur dalam qanun tersebut.

Ketentuan pidana tersebut diatur dalam qanun tersebut pada BAB XIIII Pasal 36 ayat (1) "Setiap Orang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dipidana dengan merujuk pada ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya."

Sedangkan hukuman tambahan itu termaktub pada ayat (2) "Setiap orang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a sampai dengan huruf e dan huruf g diancam dengan 'uqubat ta'zir cambuk paling banyak 60 (enam puluh) kali atau denda paling banyak 600 (enam ratus) gram emas murni."

Lalu ayat (4-5) bila ada pejabat yang berwenang melakukan pembiaran karena kelalaiannya mengeluarkan izin terjadinya kejahatan perlindungan satwa dilindungi ini diancam dengan hukuman tambahan cambuk 100 kali atau denda paling banyak 100 gram emas murni. Sedangkan hukuman utamanya tetap merujuk pada undang-undang konservasi.

Persoalan itulah kemudian Mendagri belum mengeluarkan nomor regestrasi untuk dilembar negarakan qanun tersebut agar bisa diimplementasikan di Tanah Rencong. Hingga sekarang proses fasilitasi yang sifatnya wajib masih berada di meja Mendagri.

Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh, Amrizal J Prang menjelaskan, sebelum paripurna pengesahan qanun inisiatif dewan ini sudah ada lampu merah, bahwa hukum tambahan dengan dicambuk tidak disepakati oleh Mendagri.

Kendati demikian, materi qanun tersebut secara umum tidak dipermasalahkan oleh Mendagri. Bila hukum tambahan berupa cambuk diperbaiki, qanun tersebut langsung diberikan nomor regestrasi oleh Mendagri.

"Sebelum paripurna dikirim untuk fasilitasi, Mendagri tidak sepakat hukum cambuk, secara umum gak ada masalah," kata Amrizal J Prang, di Banda Aceh, Selasa (8/10).

Fasilitasi dengan Mendagri setiap aturan yang dibuat di daerah sifatnya wajib. Konsekuensi tidak mengikuti apa yang tidak diterima oleh Mendagri tidak dikeluarkan nomor regetrasi nantinya.

Qanun ini pun kemudian terancam seperti qanun Bendera dan Lambang Aceh yang tak bisa diterapkan sekarang, karena tidak ada titik temu antara Pemerintah Aceh dengan Mendagri.

Amrizal J Prang mengakui, secara umum qanun Bendara dan Lambang memang berbeda. Tetapi ada sedikit kesamaan ketika Mendagri tidak ada kata sepakat.

"Kalau qanun bendera konteks berbeda, ada colling down dan sedikit banyaknya hampir sama juga, enggak diberikan nomor registrasi bermasalah juga," tukasnya.

Amrizal J Prang mengatakan, tidak disepakatinya adanya hukuman tambahan dengan dera cambuk, karena mereka beranggapan qanun tersebut tidak berkaitan langsung dengan penerapan syariat Islam. Termasuk memiliki pengaruh besar terhadap publik nantinya.

Alasan lain yang disampaikan Mendagri, sebut Amrizal J Prang, Pemerintah Indonesia tidak mengenal sanksi dalam bentuk cambuk. Menyangkut dengan adanya cambuk di Aceh seperti diatur dalam Qanun Jinayat, itu diperbolehkan karena Serambi Mekah berlaku penerapan hukum Syariat Islam.

"Dalam konteks syariat oleh pemerintah karena Aceh berlaku syariat Islam, maka sistem hukum dalam penerapan syariat Islam tidak ada alasan menolak (hukum cambuk), karena qanun ini dianggap bukan substansi syariat," tukasnya.

Qanun Aceh tentang Pengelolaan Satwa Liar saat ini berada di tangan Mendagri. Bila pemerintah Aceh bersama DPRA tidak melakukan perbaikan dalam klausul pidana cambuk. Besar kemungkinan Mendagri tidak mengeluarkan nomor regestrasi.

Lahirnya qanun ini bergerak keresahan tingginya perburuan satwa dilindungi di Aceh selama ini. Seperti data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, konflik gajah dengan manusia selama 4 tahun terakhir mengalami naik turun. Pada tahun 2015 lalu ada 39 kali konflik gajah manusia, meningkat menjadi 46 kali tahun 2016.

Namun jumlah gajah tewas tahun 2015 tertinggi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, yaitu sebanyak 14 ekor. Lalu turun drastis pada tahun berikutnya, yaitu 2017 hanya 5 ekor yang ditemukan tewas.

Konflik gajah dengan manusia terus terjadi peningkatan. Pada 2017 menjadi tahun tertinggi konflik satwa selama 4 tahun terakhir, yaitu mencapai 103 kali. Namun mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2017 hanya 71 kali konflik.

Sebanding dengan terjadi konflik, tahun 2017 juga bisa disebutkan tahun yang tinggi gajah tewas yaitu mencapai 13 ekor. Lalu pada tahun 2018 hanya ditemukan 11 ekor gajah tewas dengan berbagai macam penyebab.

Gajah sumatera secara undang-undang menjadi satwa yang dilindungi dari 4 satwa kunci lainnya. Yaitu Harimau Sumatera, Orangutan Sumatera dan Badak Sumatera. Keempat satwa kunci itu terancam punah di Aceh.

Semakin tinggi konflik satwa dengan manusia, semakin tinggi pula kerentanan punahnya satwa langka tersebut. Gajah sumatera misalnya, saat ini di Aceh populasinya hanya kisaran 500 sampai dengan 600 individu. Bila ini tidak diselamatkan, kedepan anak cucu hanya bisa melihat foto.

Sedangkan temuan jerat atau perangkat satwa dilindungi di Tanah Rencong berdasarkan laporan Forum Konservasi Leuser tahun 2018 ada 613 kasus perburuan, 96 temuan satwa mati, 38 perburuan diturunkan, 843 jerat diamankan, 176 camp pemburu dimusnahkan.

Adapun jenis satwa yang paling banyak ditemukan jerat adalah burung 140 jerat, rusa, kijang, kambing hutan 278 jerat, landak dan mamalia kecil 192 jerat dan harimau/beruang 233 jerat.

Secara umum kasus perburuan terjadi penurunan tahun 2018, tetapi temuan jerat/perangkap justru meningkat pada tahun 2018 dibandingkan 2017. Jumlah kasus temuan perburuan tahun 2017 sebanyak 729 kasus, turun dibandingan tahun 2018 hanya 613 kasus. Sedangkan jerat justru semakin banyak ditemukan tahun 2018 mencapai 843 jerat dan 2017 hanya 814 jerat.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Langgar Syariat Islam di Aceh, 9 Orang Dihukum Cambuk
Langgar Syariat Islam di Aceh, 9 Orang Dihukum Cambuk

Prosesi hukuman cambuk terhadap sembilan orang terpidana yang berlangsung di halaman Masjid Al-Falah.

Baca Selengkapnya
Jokowi dan Puan Maharani Didesak Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
Jokowi dan Puan Maharani Didesak Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

RUU Masyarakat Adat dinilai janji Jokowi 10 tahun lalu

Baca Selengkapnya
Polda Bali Buka Suara Soal Kasus Sukena yang Pelihara 4 Ekor Landak Jawa
Polda Bali Buka Suara Soal Kasus Sukena yang Pelihara 4 Ekor Landak Jawa

Polisi sebut Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali, tidak pernah menahan terdakwa Sukena.

Baca Selengkapnya
Sekjen AMAN:Political Will Pemerintah Terhadap Hukum Adat Sangat Rendah
Sekjen AMAN:Political Will Pemerintah Terhadap Hukum Adat Sangat Rendah

MK telah memberikan koreksi terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Baca Selengkapnya
Malang, Gajah Sumatera Ditemukan jadi Bangkai Tanpa Gading di Perkebunan Aceh, Ternyata Ini Pemburunya
Malang, Gajah Sumatera Ditemukan jadi Bangkai Tanpa Gading di Perkebunan Aceh, Ternyata Ini Pemburunya

Pemburu ini mengaku menyimpan gading gajah di perkebunan kelapa sawit di Desa Padang Sikabu, Kecamatan Woyla, Aceh Barat.

Baca Selengkapnya
Bikin Takut Pekerja, Buaya Muara Dibacok Berkali-kali sampai Mati
Bikin Takut Pekerja, Buaya Muara Dibacok Berkali-kali sampai Mati

Apapun latarbelakangnya, pembunuham hewan dilindungi melanggar undang-undang.

Baca Selengkapnya
Warga Terancam 5 Tahun Bui, Pemprov Bali Panggil BKSDA Pertanyakan Tak Ada Sosialisasi Landak Jawa Dilindungi
Warga Terancam 5 Tahun Bui, Pemprov Bali Panggil BKSDA Pertanyakan Tak Ada Sosialisasi Landak Jawa Dilindungi

Pemprov Bali mengaku prihatin atas kasus yang menimpa terdakwa I Nyoman Sukena. Tetapi soal proses hukum, pihaknya harus menghormati yang sedang berjalan.

Baca Selengkapnya
Kejari Jelaskan Perkara Sukena Terancam Penjara 5 Tahun Gara-Gara Pelihara Landak
Kejari Jelaskan Perkara Sukena Terancam Penjara 5 Tahun Gara-Gara Pelihara Landak

4 Maret 2024, terdakwa Sukena ditangkap oleh penyidik dari Polda Bali karena memelihara empat ekor landak Jawa.

Baca Selengkapnya
Caleg Gagal Ditangkap, Diduga Perkosa Anak Tiri
Caleg Gagal Ditangkap, Diduga Perkosa Anak Tiri

Polisi memastikan ZH kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerkosaan itu.

Baca Selengkapnya
Mengintip Sepak Terjang Sindikat Penjualan Hewan Dilindungi yang Ditangkap di Garut
Mengintip Sepak Terjang Sindikat Penjualan Hewan Dilindungi yang Ditangkap di Garut

Hewan dilindungi yang ditemukan Owa Siamang jantan warna hitam, Kucing Kuwuk, anak Musang ekor putih, dan anak burung Kekep Babi.

Baca Selengkapnya
Pelihara Landak Jawa, Pria di Bali Terancam 5 Tahun Penjara
Pelihara Landak Jawa, Pria di Bali Terancam 5 Tahun Penjara

Terdakwa mengaku tidak tahu memelihara landak Jawa, yang merupakan hama di kampungnya, tidak dibenarkan dan ada ancaman pidananya.

Baca Selengkapnya
Golkar Ungkap Alasan Tak Lanjutkan Bahas RUU Masyarakat Adat
Golkar Ungkap Alasan Tak Lanjutkan Bahas RUU Masyarakat Adat

Padahal, RUU Masyarakat Adat sudah dibahas selama 15 tahun terakhir

Baca Selengkapnya