Perempuan Pembela Hak Asasi dari Pulau Pari
Merdeka.com - Perjuangan perempuan pembela Hak Asasi Manusia di Indonesia bukan isapan jempol. Kaum perempuan berani berada di garis terdepan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat. Namun terkadang mereka justru merasakan pahitnya. Berupa teror atau ancaman.
Salah satu cerita datang dari Asmania yang memperjuangkan tanah kelahirannya di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dia dan suami sehari-hari bekerja sebagai nelayan. Kehidupannya bergantung pada hasil laut. Ini yang diperjuangkannya setelah sebuah perusahaan bernama PT Bumi Pari mengklaim memiliki 90 persen lahan di Pulau Pari dengan dasar puluhan sertifikat yang terbit pada tahun tersebut.
Asmania merasa perlu mempertahankan tanah kelahirannya. Bukan hanya karena tempat lahir dan tumbuh dewasa, tapi dia tak terima bila pembangunan itu merusak laut tempatnya mencari nafkah.
-
Kenapa Putri Isnari membangun rumah di kampung halaman? Putri juga merasa sangat bersyukur dan berterima kasih kepada banyak orang baik yang telah membantu proses pembangunan rumahnya hingga berjalan dengan lancar.
-
Dimana Asisi tinggal saat ini? 'Istri saya bilang mari keliling dunia, dimulai dari Nusantara dulu. Kami kalau ke luar negeri itu tidak satu negara terus pulang, tapi bisa berbulan-bulan menyusuri daerah satu ke daerah lain,' ucap Asisi yang kini tinggal di Kota Malang, Jawa Timur.
-
Dimana Asmin Laura Hafid dibesarkan? Asmin Laura rupanya dibesarkan di lingkungan keluarga politisi.
-
Dimana Asnawi tinggal? Dirinya tinggal seorang diri di sebuah gubuk tak layak huni berbahan kayu yang sudah lapuk dan rawan roboh.
-
Mengapa AN melahirkan di atas perahu? 'Benar, ada seorang wanita yang melahirkan di atas perahu getek menuju puskesmas akibat banjir,' ungkap Kepala Desa Pauh Acis, Senin (22/1). Acis menjelaskan, kondisi banjir di kampungnya masih tinggi yang membuat aktivitas warga terganggu. Beruntung ada perahu getek yang dapat digunakan AN dan suaminya untuk melahirkan anak ketiganya.
-
Apa yang dilakukan Asnawi untuk bertahan hidup? Asnawi pun kini hanya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kegiatan memulung botol dan sampah plastik yang masih bisa dijual ke pengepul. Dalam sehari, ia hanya mendapatkan upah sebesar Rp10 sampai Rp20 ribu per hari. Dengan jumlah pendapatan tersebut, sudah tentu hanya bisa digunakan untuk kebutuhan makan saja.
"Kami warga pulau pari hanya ingin hidup damai di tanah kelahiran, reklamasi rumput laut hancur gugusan pulau pari pulau H, rumput laut banyak yang mati akibat pengerukan batu karang, laut kami tercemar," ucap Asmania di Komnas Perempuan, Jakarta Selatan, Kamis (28/11).
Lindungi Kampung, Melawan Pemilik Modal
Asmania mengulang kembali, Perempuan Pembela HAM di Kepulauan Seribu diintimidasi oleh aparat yang dikerahkan untuk memasang plang pembangunan yang dilakukan pihak perusahaan.
"Pada tahun 2017 didatangkan 100 orang kepolisian, untuk memasang plang pembangunan proyek. Dan sampai saat ini kami warga pari masih merasakan trauma atas kejadian itu," ucap Asmania.
Pada saat itu Asmania dan teman-teman perempuan pembela HAM berada di barisan paling luar. Namun, kata dia, polisi justru tidak segan-segan mendorong dan mengkriminalisasi perempuan.
Asmania mengatakan lahan yang diambil perusahaan digunakan untuk dibangun resort atau hotel. Menurutnya, pembangunan resort di pulau pari tidak memperhatikan mata pencarian warga sekitar yang rata-rata sebagai nelayan.
"Selasa pemasangan plang, dua titik barat dan timur, tertulis rencana akan dibikin resort, bila dibangun resort, mati mata pencarian warga di sana," lanjut Asmania.
Kini Asmania dan teman-teman perempuan nelayan lainnya membuat komunitas untuk dapat menghidupi keluarganya. "Tanpa campur tangan pemerintah kita bisa membuat lapangan kerja," tutup Asmania.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dengan perahu rakit yang ia buat dari drum, Ibu Pasijah mengarungi perairan hutan mangrove untuk menanam bibit pohon tersebut.
Baca SelengkapnyaDaratan hingga rumah penduduk terancam hilang akibat abrasi yang terus terjadi
Baca SelengkapnyaPuisi Hari Kartini mencerminkan penghormatan dan apresiasi terhadap dedikasi sosok Kartini.
Baca SelengkapnyaFrancisca Casparina Fanggidaej merupakan pejuang perempuan yang aktif dalam organisasi pergerakan.
Baca SelengkapnyaSuku asli dari kota Pagaralam, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim ini melakukan perlawanan terlama dalam sejarah.
Baca SelengkapnyaSalah satu masyarakat asli Sumatra Timur yang kesehariannya hidup di perairan ini berperan dalam melestarikan kehidupan bahari.
Baca SelengkapnyaTingginya gelombang dan naiknya permukaan laut merusak rumah warga
Baca SelengkapnyaTerinspirasi oleh ketidakadilan yang dialami perempuan pada masa itu, ia aktif dalam dunia pendidikan dan organisasi.
Baca SelengkapnyaSikap progresif dan kritis dari Reza Rahadian menurun dari neneknya, Fransisca Casparina Fanggidaej. Ia adalah tokoh pergerakan wanita Indonesia asal Timor
Baca SelengkapnyaDi usianya yang tak lagi belia, dia terpaksa tinggal sebatang kara. Bahkan, tempat tinggalnya hanya berupa gubuk sederhana berdinding karung goni.
Baca SelengkapnyaMereka menolak keras penggusuran Pulau Rempang. Mereka juga menuntut pemerintah agar menghentikan praktik perampasan tanah terhadap warga Pulau Rempang.
Baca SelengkapnyaKeputusan ini diambil pada akhir Sidang Umum ke-42 UNESCO yang berlangsung di Paris, Prancis pada 22 November 2023.
Baca Selengkapnya