Perjuangan Samsul dan Istri, Banting Tulang Jualan Bakso demi Berangkat Haji
Merdeka.com - Hidup boleh pas-pasan, tapi ibadah tidak boleh. Mungkin ungkapan tersebut bisa menggambarkan sepasang penjual bakso bakar di Kota Kendari. Demi ingin menunaikan ibadah haji, penjual bakso di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, itu rela menabung selama 26 tahun.
Samsul Irawan (45) dan Jumatia (44), sepasang suami istri merantau ke Kota Kendari pada 1993 silam. Mereka bakal menjadi salah satu jemaah haji asal Kota Kendari pada 2019.
Namun sebelum mereka naik haji, ada cerita tentang perjuangan selama 26 tahun. Diawali saat mereka berdua nekat keluar dari tanah kelahirannya di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
-
Dimana penjual bakso ini berada? Meskipun belum diketahui apakah hal ini umum di Kalimantan, pedagang ini berasal dari Kalimantan berdasarkan teks yang ada di video tersebut.
-
Dimana bakso dijual? Kreasi olahan bakso juga sudah menjamur dijual di mana saja. Seperti restoran maupun pedagang kaki lima.
-
Siapa yang bisa kurban? Jika yang berserikat kurang dari tujuh orang, maka sah kurbannya. Dengan itu mereka teranggap melakukan amalan sunnah atas kelebihan harta yang dikeluarkan,'
-
Siapa nama mantan TKW penjual basreng? Mengawali usahanya dengan berjualan basreng di pinggir jalan, ia kini meraih sukses besar. Penasaran bagaimana kisah suksesnya? Berikut ulasan selengkapnya.
-
Dimana Idon berjualan bakso pentol? "Sekarang mah jualan. Terus kan sekarang alhamdulillah nih udah ada 3 cabang lah ya. Yang satu di apartemen sebelah apartemen Cibubur. Terus yang kedua ngider, muter-muter. Nah yang ngider ini yang alhamdulillah nih sekarang lagi naik karena muternya ke lokasi-lokasi syuting," ucap Idon.
-
Dimana Sate Haji Ishak berjualan? Mengutip tangerangkota.go.id, pedagang sate ini sudah 70 tahun berjualan di kawasan kuliner Pasar Lama Kota Tangerang. Bahkan dari tempat, resep, sampai gerobaknya tetap sama sejak 1954 silam.
Saat itu mereka baru selesai menggelar pesta pernikahan dan memutuskan merantau di Kota Kendari. Hanya berniat menyambung hidup, naik haji belum terbesit kala itu.
Agar bisa hidup layak Jumatia dan Samsul Irawan menjalani banyak cobaan selama berada di daerah orang. Sejak 1993 hingga 1997, keduanya mengaku sudah 12 kali pindah rumah kontrakan.
"Karena memang cari rumah yang sesuai dengan isi kantong, apalagi sudah ada anak-anak," ujar Samsul Irawan, Senin (9/7).
Selama di Kota Kendari, Samsul dan Jumatia memutuskan menjual bakso keliling. Saat itu, sepeda motor masih langka. Samsul masih memakai gerobak dorong.
"Saya yang menjual, istri yang bikin baksonya," ujar Samsul.
Pria yang memiliki empat anak ini mengungkapkan, pilihan menjual bakso karena coba-coba mengikuti jejak keluarga. Lagipula, modal berdagang bakso tak seberapa dan bisa dijangkau meskipun ekonomi keluarga kondisinya pas-pasan.
Keinginan naik haji baru mulai menggebu-gebu sekitar tahun 2000. Saat itu, istri Samsul sering mengantar atau menghadiri syukuran kerabatnya yang hendak beribadah haji.
Berjualan bakso bakar, diceritakan Samsul dan istrinya, tak setiap hari mendapat untung. Malah, kadang dia harus tekor karena tak laku sama sekali.
Jika sudah seperti itu, mereka harus sabar dan pintar-pintar berhemat. Sebab, berjualan keliling tak selamanya mendapat untung.
"Saya pernah beberapa utang uang untuk beli makan dan bahan baku. Waktu itu, jualan tak laku," ujar Jumatia.
Jumatia bercerita, pendapatan mereka menjual bakso keliling kadang hanya cukup menyambung hidup keluarga. Namun, namanya keyakinan, dia tetap bersikeras dan yakin bisa naik haji seperti saudara-saudaranya.
Keyakinan Jumatia kadang kendor, sebab beberapa kali terpaksa mengutang. Jika sudah begitu, maka kerabatnya di Kendari yang menolong.
"Berjualan bakso, kadang untung Rp50 ribu sehari kadang Rp100 ribu," ujar Jumatia.
Keuntungan ini, selain ditabung, untuk juga dipakai anak-anak bersekolah. Beruntung, anak pertamanya yang berusia 22 tahun sudah menikah.
"Tinggal biayai tiga anak yang masih sekolah," ujar Jumatia.
Sebelum mendaftar haji pada 2011 lalu, ternyata istri Samsul pernah bermimpi saat tidur. Suatu malam, Jumatia pernah bermimpi naik gunung tinggi.
"Dalam mimpi, saya ditarik adik saya naik ke atas gunung," ujar Jumatia.
Setelah itu, Jumatia dan Samsul kemudian langsung nekat mendaftar naik haji. Padahal, uang mereka hanya Rp30 juta saja.
"Mimpi saya jadi nyata, adik saya yang menarik tangan saya dalam mimpi. Dia yang tambahkan uang saya mendaftar haji," ujar Jumatia.
Naik haji tak mudah bagi Jumatia dan suaminya, sebab harus mengumpulkan Rp100 juta. Uang sebanyak ini, semua didapat dari berjualan bakso.
Dalam waktu dekat, mereka akan berangkat melalui embarkasi Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Tidak hanya itu, yang membuat keduanya istimewa karena akan berangkat menuju Makkah bersama rombongan Wali Kota Kendari.
"Saya senang, meskipun saya penjual bakso bakar, tapi bisa naik haji bersama Wali Kota Kendari," pungkasnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ia memiliki tips khusus agar bisa naik haji meskipun penghasilan tak menentu.
Baca SelengkapnyaKisah Supartono, pemulung dan tukang becak asal Ponorogo yang berangkat haji tahun ini.
Baca SelengkapnyaViral penjual bakso bakar di Boyolali akan naik haji tahun ini, begini kisahnya.
Baca SelengkapnyaMenabung sejak 1996, pada tahun 2012 mereka berhasil mendaftar sebagai calon jamaah haji.
Baca SelengkapnyaMbah Suhriyeh mengaku tidak mendapatkan banyak uang. Hanya sekitar Rp30-40 ribu perhari saja.
Baca SelengkapnyaDalam membuat bakpia dia menyesuaikan rasa lidah masyarakat Kabupaten Paser yang multikultural.
Baca SelengkapnyaSetiap hari ia menabung seribu rupiah hingga Rp15 ribu.
Baca SelengkapnyaJuru parkir ini membuktikan berangkat haji bisa tak hanya bisa dilakukan oleh orang kaya
Baca SelengkapnyaSeorang pedagang bakso asa Wonogiri merinding saat dagangannya diborong.
Baca SelengkapnyaPerjuangan keras harus ditempuh pria bernama Hadi di usianya yang masih belia.
Baca SelengkapnyaMeski kondisi tubuhnya sudah tak sekuat saat muda, nenek 69 tahun ini sangat antusias menuju Tanah Suci.
Baca Selengkapnya