Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Poin dan Pasal-pasal Krusial Dalam Revisi UU KPK

Poin dan Pasal-pasal Krusial Dalam Revisi UU KPK KPK. ©2017 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Seluruh Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bulat menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) sebagai usulan DPR. Pegiat anti-korupsi bereaksi karena revisi dianggap bisa melemahkan KPK.

Terdapat sejumlah poin-poin penting dalam draf revisi UU KPK yang didapat merdeka.com, Kamis (5/9). Yang menjadi sorotan, di antaranya ada Dewan Pengawas, izin penyadapan, tak ada lagi penyidik independen dan kewenangan menghentikan penyidikan sebuah perkara.

Berikut poin krusial dan pasal-pasalnya:

Orang lain juga bertanya?

1. Pegawai KPK tidak lagi independen dan status pegawai tetap akan berubah

Pasal 1 angka 7

Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara.

Pasal 24

Ayat 2

Pegawai negeri yang diangkat sebagai Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menjabat sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri.

Ayat 3

Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps pegawai Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. KPK perlu meminta izin kepada Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan maupun penyitaan dan penggeledahan

Pasal 12 B

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.

(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta izin tertulis kepada Dewan Pengawas untuk melakukan Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis terhadap permintaan izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak permintaan izin tertulis diajukan.

(4) Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

Pasal 12C

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang sedang berlangsung dilaporkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala.

(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.

Pasal 37 B

(1) Dewan Pengawas bertugas:

a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsib. memberikan izin atau tidak memberikan izin Penyadapan penggeledahan, dan/atau penyitaanc. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;d. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;e. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; danf. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(2) Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 37 E

(1) Ketua dan Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia.

(2) Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden membentuk panitia seleksi.

(3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah Pusat dan unsur masyarakat.

(4) Setelah terbentuk, panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengumumkan penerimaan calon.

(5) Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja secara terus menerus.

(6) Panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan terhadap nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(7) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada panitia seleksi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diumumkan.

(8) Panitia seleksi menentukan nama calon Pimpinan yang akan disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia

(9) Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada 19 ayat (8) sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(10) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan 5 (lima) calon yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya usul dari Presiden Republik Indonesia.

(11) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan di antara calon sebagaimana dimaksud pada ayat (10), seorang Ketua sedangkan 4 (empat) calon anggota lainnya dengan sendirinya menjadi Wakil Ketua.

(12) Calon terpilih disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kepada Presiden Republik Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara.

(13) Presiden Republik Indonesia wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

3. Penyelidik hanya boleh dari Kepolisian

Pasal 43

(1) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyelidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(3) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib tunduk pada mekanisme penyelidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43A, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43A

(1) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu) atau yang setara;b. bertugas di bidang fungsi penyelidikan paling singkat 2 (dua) tahun;c. mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan;d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dane. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(3) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dari jabatannya apabila:

a. diberhentikan sebagai aparatur sipil negara;b. tidak lagi bertugas di bidang teknis penegakan hukum; atauc. permintaan sendiri secara tertulis.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.

4. Tidak ada penyidik independen

Pasal 45

(1) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib tunduk pada mekanisme penyidikan yang diatur berdasarkan ketentuan hukum acara pidana.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mempunyai standar kompetensi yang sama.Di antara Pasal 45 dan Pasal 46 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 45A, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45A

(1) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu) atau yang setara;b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;c. mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyidikan;d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dane. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan instansi yang membawahi penyidik pegawai negeri sipil bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(3) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dari jabatannya karena:

a. diberhentikan sebagai aparatur sipil negara;b. tidak lagi bertugas di bidang teknis penegakan hukum; atauc. permintaan sendiri secara tertulis.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.

5. Penuntutan KPK tidak lagi independen karena harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung

Pasal 12A

Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Hilangnya kriteria penanganan kasus yang meresahkan publik

Pasal 12

(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:

a. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian keluar negeri;b. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang di periksa;c. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait dengan menyertakan penjelasan secara detail mengenai keterkaitan rekening dimaksud dengan perkara tindak korupsi yang ditangani;d. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;e. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;f. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang diperiksa;g. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; danh. meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.

7. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan

Pasal 40

(1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.

(3) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik.

(4) Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

(mdk/did)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya

Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya

Baca Selengkapnya
DPR Resmi Sahkan Revisi UU IKN
DPR Resmi Sahkan Revisi UU IKN

Fraksi PKS menjadi satu-satunya partainya yang menolak revisi UU IKN.

Baca Selengkapnya
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak

Yenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.

Baca Selengkapnya
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada

PKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.

Baca Selengkapnya
Sederet Artis Ibu Kota Turun ke Jalan Ikut Demo di Depan DPR Tolak RUU Pilkada
Sederet Artis Ibu Kota Turun ke Jalan Ikut Demo di Depan DPR Tolak RUU Pilkada

Aksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).

Baca Selengkapnya
PDIP: Kalau UU Polri Disahkan, Kebebasannya Tidak Ada
PDIP: Kalau UU Polri Disahkan, Kebebasannya Tidak Ada

PDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Drama Mik Mati Hiasi Pembahasan Revisi UU Kementerian Negara di DPR
VIDEO: Drama Mik Mati Hiasi Pembahasan Revisi UU Kementerian Negara di DPR

Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.

Baca Selengkapnya
FOTO: Tok! DPR, Pemerintah dan KPU Akhirnya Setujui Draf Revisi PKPU Pilkada Sesuai Putusan MK
FOTO: Tok! DPR, Pemerintah dan KPU Akhirnya Setujui Draf Revisi PKPU Pilkada Sesuai Putusan MK

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Pemerintah dengan Komisi II DPR menyetujui penetapan revisi PKPU Nomor 8 tahun 2024 terkait keputusan Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya
Warganet Banjiri X Pakai Tagar Gedung DPR dan Kawal Putusan MK
Warganet Banjiri X Pakai Tagar Gedung DPR dan Kawal Putusan MK

Di media sosial X ramai warganet agar mengawal keputusan MK.

Baca Selengkapnya
Revisi UU Pilkada Bentuk Korupsi Kebijakan, ICW Minta Pembahasan Dihentikan
Revisi UU Pilkada Bentuk Korupsi Kebijakan, ICW Minta Pembahasan Dihentikan

Revisi UU Pilkada dinilai menguntungkan individu atau kelompok tertentu sehingga dianggap merupakan bentuk korupsi kebijakan.

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Ini Dampak Buruk Pembangkangan DPR Terhadap Putusan MK soal UU Pilkada
Ini Dampak Buruk Pembangkangan DPR Terhadap Putusan MK soal UU Pilkada

Dampak buruk yang bisa terjadi jika Baleg DPR RI menganulir putusan MK soal UU Pilkada, massa bisa turun ke jalan.

Baca Selengkapnya