Sidang di MK, Penggugat Nilai Pembentukan UU IKN Melanggar Asas Perundang-Undangan
Merdeka.com - Sidang perkara gugatan uji formil terhadap Undang-undang (UU) Nomor 3/2022 tentang Ibu Kota Negara mulai disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/3). Dengan inti gugatan para pemohon meminta agar UU tersebut dibatalkan.
Melalui perwakilan kuasa hukumnya, Viktor Santoso Tandiasa menilai jika salah satu faktornya adalah terlalu cepatnya pembuatan Rancangan Undang-undang IKN hingga resmi diundang dianggap telah merugikan masyarakat. Para pemohon melihat pembentukan Undang-Undang IKN yang memakan waktu 42 hari terburu-buru sehingga tidak dapat memberikan pendapat, masukan, saran dan kritik.
"Sehingga tidak membuka partisipasi publik secara maksimal sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal di lapangan," kata Viktor seperti dikutip dalam website MK, Kamis (17/3).
-
Kenapa IKN dipindahkan? "Kita harus berani memulainya, Jakarta sendiri sudah sangat padat, sangat macet," kata Jokowi.
-
Kenapa IKN dipindah? Melansir dari laman webiste resmi Kementerian Keuangan RI, pemindahan IKN merupakan proyek prioritas strategis dalam RPJMN 2020-2024.
-
Siapa yang memulai ide pemindahan IKN? Ide pemindahan ibu kota pertama kali muncul pada tahun 1957 oleh Presiden Soekarno, yang memilih Palangkaraya sebagai lokasi IKN.
-
Kapan UU IKN diundangkan? UU Nomor 21 Tahun 2023 diundangkan pada 31 Oktober 2023 melalui proses Panitia Antar Kementerian (PAK), penyelarasan Naskah Akademik, Harmonisasi RUU, dan Pembahasan Pemerintah bersama DPR RI hingga Rapat Paripurna DPR pada 3 Oktober 2023.
-
Bagaimana proses pembuatan UU KIP? “Dulu ada tiga draf, draf dari DPR, draf dari LIN, draf dari masyarakat. Karena ini inisiatif oleh Baleg, UU inisiatif itu dulu sangat mahal, inilah kemenangan dari reformasi. apapun Undang-Undang yang bersangkutan demokratisasi kita akan dahulukan,“ katanya.
Viktor mengatakan, kerugian itu turut dialami para pemohon. Sebagaimana syarat menjadi pemohon sebagai pembayar pajak pembayar pajak (tax payer) telah diperkuat kembali dalam Putusan MK Nomor 022/PUU-XII/2014 sesuai dengan adagium ‘no taxation without participation’ dan sebaliknya ‘no participation without tax’.
Dia menambahkan jika sebagai warga negara dan juga membayar pajak yang sudah memiliki hak dan telah melaksanakan hak pilihnya dalam pemilihan umum DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, namun tidak terwakili dalam pembentukan UU IKN.
“Pengujian formil IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 22A UUD 1945 yang merupakan pendelegasian norma kepada ketentuan tersebut dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 6 huruf a, huruf e, huruf s, huruf g UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Viktor kepada Panel Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Selain itu, lanjut Viktor, UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang- undangan, bertentangan dengan asas kejelasan tujuan karena pembentukan UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan. Dia menyebutkan, mulai dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan hingga pelaksanaan pembangunan.
“Dengan demikian dapatlah dikatakan UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang- undangan. Khususnya bertentangan dengan asas kejelasan tujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf a UU No. 12 Tahun 2011,” ujar dia.
Tanggapan Hakim
Mendengar paparan gugatan dari pihak pemohon, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mempertanyakan kembali permohonan pengujian UU IKN ini apakah masuk uji formil, materil, ataupun keduanya.
“Saya minta ketegasan kepada para Pemohon, ini pengujian formil atau materiil? Karena ada perbedaan mendasar antara pengujian formil dan materiil. Tapi bisa saja pengujian menyangkut keduanya, baik formil maupun materiil,” ucap Arief.
Karena menurut Viktor, pengujian UU IKN merupakan pengujian formil, maka Arief menasihati agar para Pemohon mempelajari sistematika pengujian formil melalui Peraturan MK. Selain itu para Pemohon agar mencantumkan tambahan Lembaran Negara dalam perbaikan permohonan.
Hal lain, Arief menyampaikan bahwa kedudukan hukum para Pemohon tidak perlu diuraikan lebih jauh karena ini merupakan pengujian formil.
“Sebab dalam pengujian formil yang penting adalah bagaimana Pemohon bisa menguraikan hubungan kausalitas atau pertautan antara Pemohon Prinsipal dengan undang-undang yang dimaksud,” jelas Arief
Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengamati adanya ambiguitas kedudukan para Pemohon dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Karena, terdapat kerancuan apakah sebagai wadah berkumpulnya para advokat atau para pemohon.
“Hal ini perlu lebih dijelaskan lebih detail oleh para Pemohon,” ucap Manahan.
Alasan Layangkan Gugatan
Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) mengajukan uji formil terhadap Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (2/2). Pendaftaran uji formil ini hanya sekitar dua pekan sejak undang-undang itu resmi disahkan Pemerintah dan DPR pada 18 Januari 2022.
"Dalam permohonan ini masih memohon uji formil, belum uji materiil. Dan itu kami akan susulkan, tapi yang penting untuk uji formil ini," kata Koordinator PNKN Marwan Batubara kepada wartawan di MK, Rabu (2/2).
Menurutnya, salah satu alasan mengajukan uji formil ini lantaran pemerintah dan DPR dianggap melakukan konspirasi jahat dalam perumusan UU itu.
"Terjadi konspirasi jahat antara pemerintah dan DPR. Kenapa? Karena mereka menyembunyikan hal-hal esensial dan strategis dari apa yang seharusnya menjadi konten UU," ujar Marwan.
"Mereka sembunyikan dan mereka sebutkan itu nanti diatur dalam peraturan pelaksanaan, entah itu PP (Peraturan Pemerintah) atau Perpres (Peraturan Presiden)," sambungnya.
Menurut Marwan, banyak hal-hal esensial dan strategis yang mestinya melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembahasan undang-undang. Namun, selama pelaksanaannya justru terkesan ada monopoli dalam pembentukan regulasi itu.
Dia mencontohkan, dalam UU IKN Pasal 44 disebutkan 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana. Artinya, UU IKN tidak secara rinci mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN.
"Ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN di atas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level undang-undang, karena sifatnya yang strategis," papar Marwan.
Marwan memandang, semestinya rakyat dan DPR berhak untuk ikut menentukan proses pembuatan konten UU IKN yang strategis dan penting itu.
"Nah ini kita menganggap pemerintah dan DPR telah melakukan kejahatan yang sangat nyata, menyembunyikan hal esensial, penting, strategis untuk diatur dalam PP dan Perpres, tidak diatur dalam UU," kata dia.
Adapun daftar para Pemohon dalam pengujian ini diantaranya:
1. Dr. Abdullah Hehamahua2. Dr. Marwan Batubara3. Dr. H. Muhyiddin Junaidi4. Letjen TNI. Mar (Purn) Suharto5.. Mayjen TNI. (Purn) Soenarko.6. Taufik Bahaudin, SE. (Alumni UI)7. Dr. Syamsul Balda, S.E. M.M., M.BA.8. Habib Muhsin Al Attas9. Agus Muhammad Maksum (Jatim)10. Drs. H. M. Mursalim R11. Ir. Irwansyah12. Agus Mozin
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penggugat Isu Legislasi Bivitri Susanti merinci adanya 'simsalabim' munculnya berbagai undang-undang seperti Minerba hingga IKN.
Baca SelengkapnyaIDI mengimbau Kemenkes tidak terburu-buru mengesahkan RPP Kesehatan
Baca SelengkapnyaMenurut Saldi, baru pertama kali MK berubah pendirian dengan sekejap.
Baca SelengkapnyaDPR dan pemerintah bersama-sama harus merevisi Undang-Undang Pemilu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Baca SelengkapnyaSeorang advokat Zico Simanjuntak melaporkan Ketua MK Anwar Usman karena diduga dua kali melanggar kode etik.
Baca SelengkapnyaHakim MK Saldi Isra dan Arief Hidayat juga dissenting opinion putusan tolak gugatan PHPU 2024
Baca SelengkapnyaMenurut Abdul, langkah DPR dan Pemerintah menimbulkan masalah serius.
Baca SelengkapnyaDemikian pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco. Politikus Partai Gerindra itu resmi membatalkan pembahasan RUU Pilkada usai desakan massa, Kamis (22/8) malam.
Baca SelengkapnyaRUU Pilkada menuai pro dan kontra karena dinilai dibahas secara singkat pada Rabu (21/8) oleh Badan Legislasi DPR
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, UU tersebut bisa saja memecah belah para Hakim MK saat ini.
Baca SelengkapnyaKemenkumham belum mendapatkan arahan dari Presiden usai DPR RI membatalkan pengesahan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaKeganjilan ditemukan Arief seperti proses sidang yang lama hingga penarikan perkara perbaikan dilakukan kuasa hukum pemohon.
Baca Selengkapnya