Soal kasus Babinsa, TNI AD akui ada 2 prajurit bersalah
Merdeka.com - TNI AD segera menindaklanjuti pemberitaan Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang telah mendatangi rumah warga untuk mendata dan mengajak memilih calon presiden Prabowo Subianto belakangan ini. Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Budiman segera memerintahkan Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyono untuk mengusut tuntas alegasi tersebut.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Andika Perkasa mengatakan, pengusutan terhadap beberapa personel di jajaran Kodim Jakarta Pusat dilakukan oleh Tim Gabungan dari Kodam Jaya sejak Kamis 5 Juni sampai dengan Minggu 8 Juni pukul 04.00 WIB dini hari tadi.
Menurut Andika, memang pada saat itu salah seorang anggota bernama Koptu Rusfandi mendapat perintah untuk melaksanakan tugas-tugas Babinsa di Kelurahan Cideng, Kec. Gambir. Koptu Rusfandi mendatangi salah satu warga bernama AT untuk mendata preferensi warga di Pilpres 2014, namun sama sekali tak bermaksud mengarahkan para warga lainnya untuk memilih Prabowo.
-
Bagaimana hukuman diberikan pada anggota TNI? 'Kalau dia melanggar kita hukum. Ada aturannya,' imbuh Agus.
-
Siapa yang dilaporkan melanggar aturan Pilpres? Kubu pasangan Calon Presiden nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar heran laporan dugaan pelanggaran pemilu terhadap Calon Wakil Presiden nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka tidak diproses.
-
Bagaimana Sadikin Rusli terlibat dalam korupsi BTS Kominfo? Jaksa menilai terdakwa Sadikin Rusli terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 butir ke satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana dakwaan kesatu penuntut umum..
-
Apa yang dilakukan Panglima TNI terhadap kasus ini? Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono memastikan proses hukum terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran tindak pidana.
-
Kenapa Sadikin Rusli dituntut di kasus korupsi BTS Kominfo? Tuntutan Jaksa 'Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sadikin Rusli oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalankan oleh terdakwa dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,' kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (21/5).
-
Apa tuntutan hukuman untuk Sadikin Rusli dalam korupsi BTS Kominfo? Jaksa menilai terdakwa Sadikin Rusli terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 butir ke satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana dakwaan kesatu penuntut umum.. Tuntutan Jaksa 'Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sadikin Rusli oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalankan oleh terdakwa dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,' kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (21/5).
"Dan hal ini merupakan suatu kesalahan. Yang terjadi adalah, ketika Saudara AT tidak langsung memberikan jawaban saat ditanya tentang preferensinya pada Pemilihan Presiden 2014, Koptu Rusfandi berusaha mendapatkan konfirmasi dengan cara menunjuk pada gambar calon presiden (Prabowo)," kata Andika melalui rilis yang diterima wartawan, Minggu (8/6).
Secara kebetulan, gambar yang digunakan untuk mengkonfirmasi pertama kali adalah gambar partai politik calon presiden nomor urut 1. "Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesan seolah olah Koptu Rusfandi mengarahkan saudara AT untuk memilih salah satu calon presiden," ujarnya.
Tindakan Koptu Rusfandi tersebut diakui oleh TNI AD tetap merupakan suatu kesalahan. Pimpinan TNI AD sama sekali tidak pernah memberikan perintah kepada jajarannya untuk melakukan pendataan preferensi warga di Pemilihan Presiden 2014.
Andika menambahkan, Danramil Gambir Kapten Inf. Saliman, sebagai atasan langsung Koptu Rusfandi, juga dinilai tidak melaksanakan tugasnya secara profesional dan tidak memahami tugas kewajiban-nya.
Kapten Saliman menugaskan Koptu Rusfandi yang jabatan sebenarnya adalah Tamtama Pengemudi di Koramil Gambir untuk melakukan tugas-tugas Babinsa tanpa memberikan pembekalan kemampuan teritorial yang memadai terlebih dahulu.
"Selain itu Kapten Saliman juga tidak berusaha menegur dan menghentikan tindakan Koptu Rusfandi melakukan pendataan preferensi warga di Pemilihan Presiden 2014," imbuhnya.
(mdk/gib)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Kami aparat TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami, pihak KPK juga demikian."
Baca SelengkapnyaPermintaan maaf disampaikan usai Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mendatangi markas antirasuah.
Baca SelengkapnyaMahfud yakin TNI akan mengganjar hukuman tegas untuk prajurit yang bersalah.
Baca SelengkapnyaAlexander mengatakan, saat melakukan tangkap tangan, tim dari KPK sudah mendapatkan setidaknya dua alat bukti.
Baca SelengkapnyaKepala Basarnas kini langsung dilakukan penahanan di Instalasi Tahanan Militer di Puspom TNI AU.
Baca SelengkapnyaKalau kasus KPK menyangkut militer seharusnya diserahkan dan kerjasama dengan pihak Puspom TNI.
Baca SelengkapnyaMarsda TNI Agung Handoko menjelaskan, penetapan tersangka kedua prajurit itu dilakukan setelah kasus ini ditingkatkan dari penyelidikan jadi penyidikan.
Baca SelengkapnyaDPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
Baca SelengkapnyaKPK meminta maaf karena tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfandi. Simak selengkapnya!
Baca SelengkapnyaKomandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko buka suara mengenai kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaPenyerahan barang bukti dan tersangka ini terkait kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Baca Selengkapnya