Tetap Bertugas, Hakim PN Jakpus Tidak Ikut Aksi Cuti Bersama
Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menggelar gerakan aksi cuti bersama mulai tanggal 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024.
Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menggelar gerakan aksi cuti bersama mulai tanggal 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024. Hal itu dalam rangka memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan para hakim.
Jajaran hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sendiri tetap bertugas di tengah aksi cuti bersama. Namun begitu, mereka tetap mendukung adanya gerakan tersebut.
"Jadi kami mendukung, tapi jangan sampai menghilangkan hak-hak publik," tutur Pejabat Humas PN Jakpus Zulkifli Atjo kepada wartawan, Senin (7/10).
Menurutnya, dukungan dapat diberikan PN Jakpus dalam bentuk lainnya dan tidak harus menghentikan persidangan, khususnya yang terbentur batas waktu penyelesaian dan masa penahanan, seperti misalnya kasus tindak pidana korupsi.
"Mendukung itu dalam artian ya bisa kita menunda persidangan, bisa kita dengan finansial, dengan doa gitu. Tapi yang jelas kami mendukung," jelas dia.
PN Jakpus beralasan tetap menjalankan persidangan lantaran mempertimbangkan pentingnya pelayanan publik sesuai instruksi pejabat hakim.
"Sejalan dengan petunjuk Yang Mulia, bahwa jangan sampai menghilangkan hak-hak pelayanan publik," ucap Zulkifli Atjo.
Sebelumnya, para aktivis 98 yang tergabung dalam Pergerakan Advokat mendukung rencana Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 mendatang.
"Kami secara tegas mendukung para hakim untuk melakukan cuti bersama selama 5 hari," tegas Heroe Waskito, Ketua Umum Pergerakan Advokat, dalam keterangannya, Senin (30/10).
Dukungan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap kesejahteraan hakim yang dinilai masih jauh dari ideal. Heroe Waskito menyatakan bahwa gaji dan tunjangan hakim masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang terkesan usang dan tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman.
"Sudah 12 tahun aturan tersebut tidak pernah diperbarui. Hal ini jelas tidak sejalan dengan kebutuhan zaman dan tidak adil bagi para hakim," ungkap Heroe Waskito.
Dia juga menyinggung Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 yang telah mengamanatkan perlunya peninjauan ulang terhadap aturan penggajian hakim.
"Aturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak relevan lagi," tegasnya.
Sebagai perbandingan, Heroe Waskito mencontohkan gaji hakim Golongan III A dengan masa jabatan 0 tahun yang hanya menerima Rp 2.064.100 per bulan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji pegawai Kementerian Keuangan Golongan III A yang mencapai Rp 2.579.400 - Rp 4.236.400 per bulan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019.
"Hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk mencari keadilan, gajinya harus diperhatikan oleh negara. Seyogianya, gaji hakim harus jauh lebih besar dibandingkan dengan PNS lainnya," tegasnya.
Heroe Waskito berharap Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syaruddin dapat menanggapi rencana Gerakan Cuti Bersama para Hakim se-Indonesia dengan bijaksana dan arif.
"Kawan-kawan hanya ingin menyampaikan aspirasi soal kesejahteraan, sebaiknya ditanggapi dengan baik," ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa hakim sebagai pejabat negara harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam hal pemenuhan dan optimalisasi hak keuangan, tunjangan, dan fasilitas bagi hakim dan keluarganya.
"Posisi dan kedudukan hakim sebagai pejabat negara yang hak keuangan, tunjangan, dan fasilitasnya harus disamakan dengan pejabat negara lainnya," tegasnya.
Heroe Waskito juga berharap Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia tidak akan mengganggu para pencari keadilan.
"Kami mendukung Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim menjadi Undang-undang. Sehingga kedudukan, hak keuangan, tunjangan, dan fasilitas hakim semakin jelas dan memadai," pungkasnya.