Usaha wartel yang kini tergeser oleh ponsel
Merdeka.com - Mungkin sepuluh tahun yang lalu warung telepon (Wartel) merupakan tempat favorit untuk nongkrong setiap malam minggu untuk remaja yang tidak kebagian layanan telepon kabel di rumahnya. Atau, bisa saja seorang remaja mendapati telepon di rumahnya dikunci agar tagihan telepon tidak jebol. Untuk menghubungi sang kekasih, warung telepon adalah salah satu solusinya.
Warung telepon juga bisa menjadi penyelamat untuk keluarga yang ingin menghubungi kerabatnya di luar kota atau luar negeri. Satu booth kecil menjadi ruang untuk jalinan silaturahmi jarak jauh.
Putri (31) menuturkan bahwa ayahnya telah membuka usaha wartel di pertengahan tahun 1990-an. "Waktu itu bapak saya memang ingin usaha wartel untuk menambah penghasilan selain jualan di warung," ujarnya kepada merdeka.com, Jumat (3/5).
-
Tempat nongkrong apa yang hits di Jakarta? Generasi 90-an pasti tahu Taman Ria Senayan. Tempat hangout ini sudah ada sejak tahun 1972,. Sempat mati suri, Taman Ria Senayan kini tampil dengan wajah baru Skywalk Senayan Park.
-
Kenapa warung ini ramai dikunjungi? Karena tempatnya yang cantik secara visual, tak jarang lokasi ini juga dijadikan sebagai spot untuk berswafoto dengan latar pemandangan hijau.
-
Kenapa warung ini selalu ramai? Cita rasa nikmat dengan harga terjangkau membuat warung nasi sambal ini selalu ramai pembeli.
-
Dimana warung makan itu berada? Ia kini memiliki sebuah warung makan yang berlokasi di IJ.
-
Dimana saja orang menghabiskan waktu saat Long Weekend? Mungkin ada yang berwisata keluar kota, berjalan-jalan di seputaran kota, window shopping atau bahkan hanya beristirahat di rumah saja.
-
Dimana Sirajuddin sering mengajak teman-temannya nongkrong? Sirajuddin sering ajak teman-temannya nongkrong di area dekat kolam.
Untuk membuka wartel satu booth di Jl Godean, Sleman, Yogyakarta, Putri mengaku, ayahnya harus mengorbankan uang senilai Rp 1 juta untuk investasi. Selain itu, sambungan telepon kabel di rumahnya harus direlakan hanya untuk menelepon saja.
"Karena untuk jasa wartel memang ada dua, bisa nerima telepon dan tidak. Ayah saya memilih untuk telepon keluar saja karena jasa menerima telepon tidak terlalu menguntungkan," ujar dia.
Saat itu, wartel kepunyaan ayah Putri menjadi salah satu wartel yang paling ramai di desa Sidokarto, tempat tinggalnya. Pasalnya, belum banyak pesaing di daerah tersebut. Untungnya pun tidak bisa dibilang sedikit.
Namun, seiring dengan waktu, usaha tersebut perlahan meredup. Setelah teknologi telepon genggam terjangkau oleh masyarakat pada tahun 2000 awal, wartel tersebut mulai sepi pengunjung.
Sekarang, satu bilik wartel yang terbuat dari kayu dan kaca gelap itu hanya mangkrak tak tersentuh. "Sekarang mau ditutup juga susah prosesnya. Kalau dikembalikan ke telepon kabel juga buat apa. Jadi begitulah dibiarkan saja," jelas Putri.
Kini, meneruskan usaha ayahnya, Putri memilih menjual pulsa dan aksesoris ponsel. Itupun juga tak semarak dulu. Seiring dengan majunya teknologi, penjualan pulsa fisik menjadi jarang karena pelanggan lebih memilih membeli pulsa melalui ATM. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mulai dari Solo, keberadaan angkringan muncul di kota-kota lain.
Baca SelengkapnyaKawasan yang dulu ramai dan menjadi tempat favorit warga DKI Jakarta untuk belanja kini terlihat sepi.
Baca SelengkapnyaBeberapa permainan tradisional Indonesia ini mulai terlupakan karena tergerus zaman.
Baca SelengkapnyaBegini sisi lain gunung sampah Bantar Gebang yang mampu membuat terkejut dan heran.
Baca SelengkapnyaLama tak terlihat, begini potret jadul para pedagang pada tahun 80an. Simak selengkapnya.
Baca SelengkapnyaPedagang kelontong kebanyakan dilakukan orang-orang keturunan China.
Baca SelengkapnyaCikapundung jadi daerah yang tersisa dari masa keemasan koran dan kini masih tetap bertahan di tengah senja kala yang mengancam
Baca SelengkapnyaSemua tahu, sejak dulu Jakarta gudangnya tempat nongkrong. Buat anak 90'an, tempat nongkrong ini hits. Meski seiring perkembangan zaman, mulai hilang.
Baca SelengkapnyaBerkat bantuan KUR BRI, warung miliknya bisa naik kelas dan tetap menghadirkan menu legendaris sejak 1994
Baca SelengkapnyaVideo jadul suasana perkuliahan di salah satu kampus di Bandung tahun 2009 menjadi sorotan.
Baca SelengkapnyaJiwa ulet orang Madura dalam berbisnis sudah tampak sejak zaman kolonial Belanda
Baca SelengkapnyaGunawan telah bekerja sebagai penjual di Blok M sejak tahun 2015, awalnya di lantai atas sebelum lantai itu ditutup.
Baca Selengkapnya