Usai Disinggung Prabowo, KY Langsung Investigas Kasus Megakorupsi Harvey Moeis
Prabowo meminta agar para hakim lebih tegas memberi vonis terhadap koruptor yang merugikan keuangan negara triliunan.
Presiden Prabowo Subianto menyoroti vonis ringan terhadap koruptor yang mengakibatkan kerugian terhadap kas negara hingga triliunan. Prabowo ingin unsur aparat penegak hukum memberi perhatian terhadap hal ini.
Untuk itu, Prabowo meminta agar para hakim lebih tegas memberi vonis terhadap koruptor yang merugikan keuangan negara triliunan. Pesan itu disampaikan Prabowo saat berpidato di acara Musrenbang Nasional 2024 di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin (30/12).
"Saya mohon ya kalau sudah jelas, jelas melanggar, melanggar mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringan lah, nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi," ujar Prabowo.
Prabowo menilai rakyat sudah mengerti mengenai hukum. Prabowo pun menyindir para napi koruptor yang tetap hidup enak di penjara dengan berbagai fasilitas.
Prabowo lantas bertanya kepada Menteri Pemasyarakatan dan Jaksa Agung banding atas vonis terhadap Harvey Moeis. Dia pun berharap vonisnya bisa 50 tahun.
"Tolong Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding ya? Naik banding, vonisnya ya 50 tahun begitu kira kira," pungkasnya.
KY Kirim Tim Pemantau
Menanggapi pernyataan Presiden Prabowo mengenai vonis ringan terhadap tersangka kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertamabangan (IUP) tahun 2015, Anggota Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menyebut pihaknya sudah melakukan investigasi mengenai putusan hakim dalam kasus tersebut.
“Atas hak inisiatif KY telah melakukan menerjunkan tim untuk pemantauan dan investigasi kasus mega korupsi tersebut,” kata Mukti saat dihubungi Merdeka.com pada Selasa (31/12).
Mukti mengatakan pihaknya dalam investigasi kasus mega korupsi itu akan mempelajari putusan hakim jika berpotensi melanggar kode etik.
“Dan mempelajari putusan hakim untuk mencari potensi kemungkinan adanya pelanggaran etik oleh hakim. Hasilnya nanti KY akan update,” lanjutnya.
Dia mengatakan, pihaknya akan melakukan proses investigasi sesuai dengan Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Vonis Harvey Moeis
Pada Senin (23/12) Hakim menjatuhi hukuman terhadap Harvey dengan hukuman kurungan penjara selama 6 tahun 6 bulan dengan denda sebesar Rp1 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan.
Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan jika tidak dapat membayar maka akan diganti dengan hukuman penjara selama 6 bulan.
Tak hanya itu, Harvey pun dihukum membayar uang pengganti senilai Rp210 miliar. Apabila tidak dibayar, seluruh aset kekayaannya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian. Kemudian, jika jumlah tidak mencukupi maka akan diganti dengan hukuman penjara selama 2 tahun.
Selain itu, Hakim juga memerintahkan agar semua aset milik Harvey Moeis dirampas untuk negara. Adapun aset yang disita berupa townhouse, tas, logam mulia, rekening deposito senilai Rp33 miliar, mobil Ferrari hingga Mercy.
"Menimbang terhadap barang bukti aset milik terdakwa yang telah disita dalam perkara terdakwa, majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa," kata hakim.
Vonis Helena Lim
Sementara itu, Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim yang dikenal sebagai crazy rich PIK (PIK) divonis lima tahun penjara dengan denda sebesar Rp750 juta oleh hakim.
"Menyatakan terdakwa Helena Lim telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum membantu melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/12), demikian dikutip Antara.
Dengan demikian, majelis hakim menyatakan Helena terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Selain pidana penjara, Helena dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Helena juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp900 juta paling lama satu bulan setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Jika Helena tidak mampu membayar, maka harta bendanya akan disita untuk menutup uang pengganti, dan dijatuhi pidana penjara selama satu tahun.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun," tutur hakim ketua.
Perlu diketahui, vonis pidana terhadap Helena Lim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Helena dipidana selama 8 tahun penjara, pidana denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta pembayaran uang pengganti Rp210 miliar subsider 4 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi timah.
Reporter Magang: Maria Hermina Kristin