Warga Tamansari Bandung Bertahan dan Melawan Meski Terkatung
Merdeka.com - Warga terdampak penggusuran bertahan dalam masjid Al-Islam di RW 11, Kelurahan Tamansari, Bandung. Meski limbung dan bingung dengan masa depan, mereka tetap memilih melawan kebijakan yang dianggap tidak berkeadilan.
Masjid berlantai dua yang dimanfaatkan warga berada dekat di sekitar lokasi penggusuran. Suasana di sana cukup hiruk pikuk, sisa-sisa penggusuran pun tampak jelas sejak memasuki gerbang masjid.
Ruangan di lantai pertama tetap berfungsi sebagai tempat ibadah, meski di halaman depan bertumpuk pakaian dan perkakas rumah tangga tidak karuan. Suasana riuh berasal dari lantai atas masjid yang dimanfaatkan warga untuk berteduh dan beristirahat, usai rumahnya digusur untuk proyek rumah deret sebagai salah satu program mengatasi kawasan kumuh.
-
Kenapa beberapa orang menghindari rumah belakang masjid? Mereka beranggapan bahwa karena masjid merupakan tempat ibadah yang sakral, adanya kehidupan sehari-hari di dekatnya dapat mengganggu konsentrasi dan ketenangan ibadah.
-
Kenapa warga Ganting beribadah di dekat reruntuhan? Mereka terpaksa beribadah di tempat seadanya berlatar rumah yang hancur tersapu banjir bandang, termasuk ketika berbuka puasa Ramadan.
-
Kenapa warga Kampung Teko tetap tinggal di kampung yang tenggelam? Masyarakat di kampung apung disebut tak ingin meninggalkan daerah tersebut karena merupakan tanah kelahiran. Selain itu, alasan lainnya adalah daerah tersebut merupakan tempat mencari nafkah sehingga sulit jika harus pindah ke tempat baru.
-
Apa alasan warga Kampung Mati pindah? Pada zaman dulu, ada sekitar 20 KK yang tinggal di kampung itu. Namun kehidupan di sana sungguh sulit. Selain berada di zona rawan longsor, hasil pertanian di sana sering menjadi serangan monyet ekor panjang. Hal inilah yang membuat warga tidak betah dan akhirnya memilih pindah.
-
Bagaimana kondisi sekitar Masjid Batabuah? Dalam video yang direkam dari ketinggian itu memperlihatkan kondisi di sekitar masjid. Nampak beberapa fasilitas umum sudah rusak berat lalu ditambah dengan warna lahar dingin yang hampir menutupi seluruh permukaan tanah.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
Terlihat sejumlah pemuda hilir mudik mengantarkan pakaian, minuman, makanan dan keperluan bayi untuk warga yang bertahan. Di tengah melahap nasi, di sela memilih baju dari kantong kresek yang berasal dari bantuan, raut muka yang sedih bercampur lelah dari warga tetap terlihat jelas.
Salah seorang warga, Ade Sumaryati (54) mengaku belum menyiapkan rencana apapun setelah tempat tinggalnya diratakan alat berat. Tawaran dari pemerintah Kota Bandung mengenai kompensasi sebesar Rp 26 juta tidak menarik hati. Apalagi tawaran itu tidak secara langsung dia dapatkan dari Wali Kota Bandung Oded M. Danial.
"Iya dapat informasinya dikasih kompensasi untuk mengontrak satu tahun. Terus setelah proyek rumah deret selesai, kita disuruh nyewa di sana. Ini kan seperti nyuruh nyewa seumur hidup. Nanti ketika saya meninggal, saya warisin utang ke anak saya?" kata dia.
Dia mengaku masih terngiang dengan rumah sederhananya, warung tempat dia berjualan memberi penghidupan untuk anaknya. Di sana pula dia bisa tenang beristirahat sambil menikmati tayangan televisi.
Penggusuran yang terjadi pada Kamis (12/12) sangat mendadak. Prosesnya pun membuatnya trauma. "Mereka (petugas Satpol PP) tidak melihat perempuan, anak-anak yang nangis. Memang seperti itu ya (proses penggusuran)?" ia mempertanyakan.
Enok Kartika (52) pun mengamini pernyataan tersebut. Peristiwa penggusuran seolah datang tiba-tiba. Padahal, kewajibannya membayar pajak kerap dilakukan. Meski mengakui belum memiliki sertifikat tanah, bukan berarti ia dan tetangganya yang lain tidak berusaha.
Berbekal data persil, ia sempat melakukan pengajuan sertifikat. Namun upayanya tidak membuahkan hasil maksimal. "Kami bayar pajak kok. Kalau memang tidak ada sertifikat, Pemerintah Kota Bandung punya? Kan ini masih dalam pengadilan," ucap dia yang mengaku sudah tinggal lebih dari 30 tahun.
"Makanya kami tetap akan berusaha. Di PTUN masih berjalan," ucap dia.
Penggusuran yang terjadi pada Kamis (12/12) itu merupakan kali kedua terjadi. Penggusuran ini berawal dari rencana Pemerintah Kota Bandung tahun 2017. Ridwan Kamil yang saat itu masih menjabat wali kota, berencana membangun proyek rumah deret di kawasan pemukiman padat tersebut. Ada sebagian warga yang bersedia direlokasi ke Rusunawa Rancacili, lainnya memilih bertahan dan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
"Saya enggak percaya ini bakal jadi rumah deret. Belum tentu dibikin rumah deret. Enggak ada maket di kecamatan. Enggak percaya kalau enggak ada hitam di atas putih. Banyak yang dijanjiin (Pemerintah Kota Bandung)," kata Iis Herawati (40) menimpali.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Warga mengungkapkan sejumlah personel sekuriti PT JakPro tiba-tiba menggeruduk Kampung Susun Bayam dan meminta mereka untuk angkat kaki.
Baca SelengkapnyaSebanyak 101 pencari suaka asal Afghanistan, Irak dan Pakistan masih bertahan di gedung tersebut.
Baca SelengkapnyaBangunan sekolah hingga deretan rumah-rumah warga kini terpaksa kosong hingga mulai termakan usia.
Baca SelengkapnyaKejadian ini bermula dari dugaan pemalsuan data ahli waris Warga Dago Elos yang bersengketa dengan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Baca SelengkapnyaSaat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaAda 3 kesepakatan dengan Pemprov agar warga Kampung Bayam mau tinggal di Rusun Nagrak.
Baca SelengkapnyaMenurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Baca SelengkapnyaBangunan masjid masih tampak utuh walau sudah empat tahun terendam air
Baca SelengkapnyaPertempuran Tengaran terjadi pada masa Agresi Militer II, tepatnya sekitar tanggal 25 Mei 1947
Baca SelengkapnyaDitumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaAksi demonstrasi itu dilakukan di Jalan Ir. H. Juanda, Depok.
Baca SelengkapnyaUnjuk rasa warga Dago Elos berujung tindakan represif dari kepolisian.
Baca Selengkapnya