Bahlil: Bahaya Kalau Cawapres Enggak Mengerti Karbon dan CCS
Bahlil mengatakan, semua negara sudah membahas soal CCS.
Bahlil mengatakan, semua negara sudah membahas soal CCS.
Bahlil: Bahaya Kalau Cawapres Enggak Mengerti Karbon dan CCS
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyinggung soal teknologi carbon capture and storage (CCS) atau penangkapan dan penyimpanan karbon.
Bahlil mengatakan, semua negara sudah membahas soal CCS. Sebab, pemanasan global tengah menjadi persoalan serius yang sedang diatasi.
"Sekarang itu dunia sudah bicara carbon trade, orang sudah bicara tentang storage carbon capture. Jadi kan pemanasan global, ini kan dunia sekarang, ini krisis baru," kata Bahlil, Sabtu (23/12).
Bahlil menjelaskan, karbon harus ditangkap dan disimpan di sumur bekas tambang yang ada.
"Ini harus CO2 (karbon dioksida) itu harus ditangkap masuk ke tempat penyimpanan. Nah tempat penyimpanan itu adalah eks dari sumur-sumur minyak dan gas di Indonesia itu salah satu cadangannya terbesar," jelasnya.
Maka dari itu, Bahlil menilai, sangat berbahaya jika seorang cawapres tak memahami isu tersebut.
"Nah pertanyaan semalam salah satu cawapres ke cawapres yang satu itu kan dia tanya, bagaimana Anda membuat regulasi terkait dengan karbon dan CCS. Nah ini bahaya juga kalau cawapresnya enggak ngerti karbon dan CCS," ucap Bahlil.
"Sementara ini bagian dari investasi besar. Ini investasi green. Jadi karbon CO2nya itu ditangkap, dimasukkan, disuntik, di sumur-sumur eks minyak dan gas. Ini potensi yang kita punya," sambungnya.
Sebelumnya, Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka melempar pertanyaan untuk Mahfud MD terkait cara membuat regulasi mengenai penyimpanan karbon atau carbon capture storage/CCS.
"Karena prof Mahfud MD adalah ahli hukum, Saya ingin bertanya bagaimana regulasi untuk carbon capture and storage?," tanya Gibran dalam Debat Cawapres di JCC Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
Merespon pertanyaan itu, Mahfud mengatakan pembuatan regulasi tidak selalu harus bersifat spesifik. Terkecuali, telah terdapat satu proyek yang berjalan namun tidak ada regulasi yang mengaturnya.
"Kalau orang ahli regulasi itu tidak harus spesifik satu persatu, itu kecuali proyek pembuatan regulasi itu sudah ada, ya proyek perbuatan regulasi sudah ada, kita baru dibuat regulasi," kata Mahfud.
Mahfud melanjutkan, proses pembuatan regulasi regulasi harus didasari oleh naskah akademik. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku terkait perumusan regulasi.
"Naskah akademik itu, kalau mengikuti pola yang sederhana aja pakai aja kasus roccipi namanya. Kalau di dalam ilmu perundang-undangan misalnya regulasi yang sudah ada, bagaimana kalau belum ada? Bagaimana kemudian opportunity-nya, bagaimana kemudian kapasitas lembaganya, bagaimana kemudian komunikasi publiknya, bagaimana kemudian ideologisnya. Itulah yang disebut prosedur," beber Mahfud.
Dia kemudian mengingatkan faktor penting selain regulasi yang mungkin diketahui Gibran Rakabuming Raka.
Faktor terpenting yang dimaksud adalah Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang telah diluncurkan pemerintah pada 9 Desember lalu.
"Mas Gibran sudah tahu atau belum tahu juga karena ini baru, pada tanggal 9 Desember kemarin itu sudah ada sebuah sistem SIPD namanya sistem informasi pemerintahan daerah yang itu mengaitkan dengan APBN dan sebagainya. Sehingga, ada pengawasan-pengawasan terhadap uang itu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi, dan sebagainya, nah itu saya kira pedoman utamanya, selesai," kata Mahfud.