Dulu bersahabat, 5 politikus ini jadi lawan politik Soekarno
Merdeka.com - "Di politik tak ada kawan dan musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi." Adagium itu lumrah dikenal dalam dunia politik.
Dulunya bersahabat, kini bisa saja bermusuhan atau berlawanan karena kepentingan politiknya berbeda. Hal itu tak hanya terjadi saat ini.
Dulu sebelum dan awal Indonesia merdeka, permusuhan di dunia politik juga kerap terjadi. Bedanya, para bapak bangsa dulu berbeda soal konsep, pemikiran dan cara untuk mewujudkan kemerdekaan negara dan mewujudkan kemakmuran rakyat.
-
Siapa Sarinah bagi Bung Karno? Sosok Sarinah sangat berharga untuk Sukarno, dia bukan hanya mbok, lebih dari itu Sarinah adalah keluarga. Semasa kecil Sarinah lah yang mengasuh Sukarno kecil.
-
Bagaimana hubungan mereka sekarang? Setelah melewati badai dalam rumah tangga mereka, keduanya sepakat untuk memperbaiki hubungan dan kini kembali menunjukkan romantisme seperti dulu.
-
Siapa yang menentang Sukarno? Orang yang paling mengecam tindakan Sukarno ini adalah Ali Sastroamidjojo.
-
Apa kata Bung Karno tentang perjuangan? Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.
-
Bagaimana persahabatan mereka berdua setelah lama tak bertemu? Walau sudah lama tidak berjumpa, kedua sahabat ini tetap akrab dan saling support di Pematang Siantar.
-
Kenapa Bung Karno menekankan pentingnya persatuan? Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah bagaimana rupanya persatuan itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia Merdeka itulah Kapal Persatuan adanya.
Bukan untuk semata-mata mencari kekuasaan, keuntungan pribadi dan golongan. Seperti diketahui, perjalanan bangsa Indonesia tak pernah bisa dilepaskan dengan figur Presiden Soekarno .
Bersama dengan bapak bangsa lainnya, Soekarno berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Namun, karena perbedaan pandangan, ide dan isme, Soekarno harus berlawanan dengan mereka. Padahal, dulunya Soekarno bersahabat erat dengan mereka.
Berikut lima tokoh yang menjadi lawan politik Soekarno seperti dirangkum merdeka.com.
Tan Malaka
Ibrahim Datuk Tan Malaka adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Akibat perjuangannya membela hak bangsanya, Tan Malaka harus rela dibuang oleh Belanda pada 1922.
Dari luar negeri, Tan Malaka masih memantau perjuangan di Tanah Air. Ide dan pemikirannya disarikan ke dalam berbagai buku. Tak jarang buku-buku pemikiran Tan Malaka itu, sebut saja Madilog dan Massa Aksi, menjadi inspirasi tokoh bangsa, salah satunya Soekarno.
Soekarno amat mengagumi Tan Malaka. Pada 1942 Tan Malaka lantas pulang ke Tanah Air setelah Belanda menyerah kepada Jepang. Bung Karno lantas dapat bertemu dengan sosok yang dikaguminya itu. Saking kagumnya, Bung Karno berjanji akan menyerahkan kepemimpinan nasional kepada Tan Malaka jika terjadi sesuatu hal pada dirinya dan Hatta.
Namun, hubungan keduanya kemudian menjadi buruk. Perbedaan cara perjuangan untuk memerdekakan dan mewujudkan kemakmuran bagi rakyat menjadi penyebabnya. Tan Malaka tak setuju Soekarno melakukan jalan diplomasi dengan Belanda untuk meraih kemerdekaan. Sebab, Indonesia hanya akan mendapat kerugian. Bagi Tan Malaka perundingan baru dapat dilakukan jika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan angkat kaki dari tanah air Indonesia.
Perbedaan antara keduanya semakin memuncak setelah Tan Malaka mendirikan Persatuan Perjuangan (PP) yang menjadi oposisi pemerintah. Soekarno lantas merestui penangkapan Tan Malaka. Alhasil sejak 1947 hingga akhir 1948, Tan Malaka dan para pengikutnya dipenjara. Usai dibebaskan, perlawanan Tan Malaka terhadap Soekarno kian menjadi. Dia juga mengritik pasukan TNI yang enggan berperang melawan penjajah.
Singkat cerita, Tan Malaka akhirnya tewas ditembak pasukan Letda Soekotjo di Desa Selopanggung, Kediri, pada 21 Februari 1949. Bung Karno kemudian pada 28 Maret 1963, mengangkat Tan Malaka sebagai pahlawan nasional.
Kartosoewirjo
Presiden Soekarno dan Kartosoewirjo sudah sejak lama bersahabat. Keduanya sama-sama berguru pada orang yang sama yakni HOS Tjokroaminoto. Keduanya tinggal di sebuah rumah kontrakan milik tokoh Sarekat Islam itu.
"Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam," kata Soekarno dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat' Karya Cindy Adams, Terbitan Media Pressido.
Perbedaan ideologi antara Soekarno dan Kartosoewirjo itu mengakibatkan keduanya berseberangan dan mengambil jalan masing-masing. Bahkan, Kartosoewirjo berusaha menumbangkan Soekarno dengan Pancasilanya.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dengan militansi yang dimilikinya, Kartosoewirjo melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Kartosoewirjo dengan DI/TII nya memilih hutan-hutan di pegunungan Jawa Barat sebagai basis perjuangan melawan pemerintahan Bung Karno. Sejumlah percobaan pembunuhan kepada Bung Karno pun dilakukan.
Untuk menumpas gerakan sahabatnya itu, Bung Karno kemudian mengirimkan tentara dari Divisi Siliwangi dan satuan-satuan lain. Kartosoewirjo akhirnya berhasil ditangkap di Gunung Geber, Jawa Barat, pada 4 Juni 1962 dan dieksekusi mati tiga bulan kemudian.
Musso
Soekarno dan Musso sudah lama berkawan. Keduanya merupakan murid dari HOS Tjokroaminoto dan kos di rumah ketua Sarikat Islam (SI) itu.
Sosok Musso yang lebih senior di mata Soekarno cukup istimewa. Keduanya kerap berdiskusi soal kondisi perjuangan kemerdekaan. Karenanya, Musso menjadi salah seorang sumber ilmu Bung Karno dalam setiap percakapan. Salah satu perkataan Musso yang terus diingat Soekarno adalah penjajahan Belanda membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli di antara bangsa lain.
Musso yang lebih memilih paham komunis dalam perjuangannya lantas terlibat dalam pemberontakan PKI pada 1926-1927. Dia kemudian disekolahkan oleh Moskow dan dikirim ke Eropa karena Tan Malaka saat itu dinilai sudah tak lagi dengan negeri Stalin.
Musso akhirnya kembali ke Tanah Air pada Agustus 1948. Sebelumnya, tokoh PKI itu juga sempat pulang dan tinggal selama enam bulan di Tanah Air pada 1935. Soekarno yang saat itu sudah menjabat sebagai Presiden RI kemudian menerima Musso di Istana. Kedua sahabat lama itu berpelukan dan saling memuji satu sama lain. Soekarno bahkan berseloroh mengaku bahwa Musso adalah salah satu gurunya.
Namun keakraban antara keduanya tak berlangsung lama. Musso menentang pemerintah. Dia menilai revolusi yang terjadi di Tanah Air telah gagal karena bukan untuk kaum proletar melainkan untuk kaum borjuis. Musso dan Soekarno pun perang statemen di media. Pemberontakan Madiun kemudian meletus.
"Pilih Musso atau Soekarno," demikian pernyataan terkenal Bung Karno kala itu.
Bung Karno lantas memerintahkan TNI untuk menumpas pemberontakan. Alhasil, pemberontakan dapat ditumpas dan Musso tewas ditembak pada 31 Oktober 1948.
Buya Hamka
Hubungan Soekarno dan Abdul Karim Amrullah atau yang akrab disapa Buya Hamka cenderung dekat. Pada 1946, Presiden Soekarno bahkan sempat mengajak Hamka pindah dari Medan ke Jakarta. Namun hal itu urung terjadi karena adanya Agresi Militer Belanda I.
Pada 1948, saat Soekarno berkunjung ke Sumatera Barat, Hamka sempat menghadiahinya sebuah puisi. Hamka dan keluarga lantas pindah ke Jakarta pada 1950. Soekarno lantas memintanya memberi ceramah saat acara peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW di Istana Negara pada tahun yang sama.
Hubungan keduanya terus membaik. Namun, hubungan itu terganggu setelah Hamka terpilih menjadi anggota Konstituante pada 1955. Perbedaan ideologi antara keduanya membuat hubungan yang awalnya harmonis menjadi renggang.
Hamka dengan segenap fraksi partai Islam memperjuangkan negara berdasarkan Islam. Sementara, Soekarno kukuh dengan Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian memerintahkan penangkapan pada Hamka pada 1964 dan baru dibebaskan pada 1966. Saat itu Hamka dituduh melanggar Undang-undang anti-Subversif Pempres No 11, yaitu tuduhan merencanakan pembunuhan Presiden Soekarno.
Namun, pada 21 Juni 1970, Hamka mendapat kabar duka atas meninggalnya Bung Karno. Saat itu ajudan Bung Karno datang ke rumah Hamka dan menyampaikan pesan terakhir sang proklamator. Pesan Bung Karno itu berisi jika meninggal kelak, Bung Karno ingin salat jenazahnya diimami oleh Hamka.
Hamka pun langsung berangkat ke Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan. Hamka lantas menunaikan permintaan terakhir sahabatnya yang pernah memenjarakannya itu.
Mohammad Hatta
Siapa yang tak kenal dengan Mohammad Hatta. Sosoknya seakan melekat dengan Soekarno. Keduanya sudah menjadi dwi tunggal bagi bangsa Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka, Soekarno dan Hatta sudah berjuang bersama untuk membebaskan Republik dari belenggu penjajahan. Keduanya bahkan kenyang keluar masuk penjara dan diasingkan oleh penjajah.
Popularitas dan jiwa kepemimpinan yang dimiliki keduanya mengakibatkan rakyat mengenalnya sebagai pemimpin perjuangan bangsa kala itu. Bahkan para pemuda yang mendesak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, harus 'mengambil' keduanya untuk membacakan teks proklamasi karena keduanya dikenal rakyat banyak.
Soekarno dan Hatta lantas didaulat menjadi presiden dan wakil presiden RI yang pertama. Namun, keduanya harus 'bercerai' pada 1 Desember 1956. Hatta yang merasa sudah tak sejalan lagi dengan Bung Karno dalam politik memilih mengundurkan diri dari posisi wakil presiden.
Setelah tak lagi menjadi wapres, Hatta lantas rajin menulis di media dan buku. Tak jarang tulisan Hatta itu mengritik cara pemerintahan Presiden Soekarno.
Meski hubungan keduanya secara politik tak lagi baik, tak demikian dengan hubungan secara personal. Hal ini dibuktikan Hatta saat dia bersikeras menjenguk Bung Karno sesaat sebelum sang putera fajar pulang ke pangkuan Illahi. Padahal saat itu tak ada pejabat yang mau karena kekuasaan sudah beralih ke tangan Soeharto.
Saat bertemu, Keduanya saling melepas rindu sebagai sahabat karib. Tak ada permusuhan dan rasa dendam yang ada hanya ketulusan antara dua sahabat lama.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ancaman hingga percobaan pembunuhan datang dari kawan dekatnya semasa indekos di Surabaya
Baca SelengkapnyaDi masa Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno merumuskan politik luar negeri yang cenderung anti barat dan memihak kepada negara-negara Komunis.
Baca SelengkapnyaSetelah mengemban tugas selama 11 tahun, Mohammad Hatta memutuskan untuk mengakhiri jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Baca SelengkapnyaSejumlah Presiden RI terdahulu tercatat pernah bermanuver menyiapkan penerus.
Baca SelengkapnyaSoeharto memerintahkan camat dan lurah untuk membawa sahabatnya dari desa ke Jakarta
Baca SelengkapnyaSejumlah tokoh militer senior dan sipil kecewa. Mereka mempertanyakan sikap Soeharto yang menyeret ABRI sebagai alat kekuasaan.
Baca SelengkapnyaMeski tidak pernah mengungkapkannya ke publik, Soeharto menyimpan nama orang-orang yang dianggap pernah mengkhianatinya.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang 4 partai pemenang pemilu 1955, sejarah, kiprahnya di dalam dunia perpolitikan.
Baca SelengkapnyaJelang Pemilu 2024, terdapat 24 partai politik yang akan bertarung. Sementara Orde Baru hanya ada tiga partai.
Baca SelengkapnyaBagi Bung Karno dan Bung Hatta, kemerdekaan Palestina adalah harga mati!
Baca SelengkapnyaPolitikus Golkar Nusron Wahid menyinggung anak-anak Presiden RI-I Soekarno yang dinilai tidak punya prestasi saat masih muda.
Baca SelengkapnyaPresiden terpilih RI Prabowo Subianto bercerita ada tiga Presiden RI yang mendukungnya pada Pilpres 2024.
Baca Selengkapnya