Reaksi Jokowi saat Ditanya soal Kaesang Tak Bisa Maju Pilgub karena UU Pilkada Batal Direvisi
Jokowi tertawa kecil saat mendengar pertanyaan soal Kaesang yang tidak bisa dicalonkan. Dia pun meminta agar hal tersebut ditanyakan kepada putra bungsunya itu.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak banyak berkomentar saat ditanya soal putra bungsunya, Kaesang Pangarep yang tak dapat maju pemilihan gubernur (Pilgub) 2024 setelah DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada.
Jokowi awalnya tertawa kecil saat mendengar pertanyaan awak media soal Kaesang yang tidak bisa dicalonkan. Dia pun meminta agar hal tersebut ditanyakan kepada putra bungsunya itu.
"Tanyakan ke Ketua PSI ya," ucap Jokowi diawali tawa saat menjawab pertanyaan awak media di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).
Jokowi mengatakan pembatalan pengesahan RUU Pilkada merupakan wilayah DPR RI sebagai lembaga legislatif. Dia memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat Pilkada.
"(RUU Pilkada) Itu wilayah legislatif, wilayah DPR ya. Iya (ikuti putusan MK)," jelas Jokowi.
Sebelumnya, Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada batal disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan hal itu disebabkan rapat paripurna dengan agenda pengesahan tersebut tidak bisa diteruskan karena kurangnya jumlah peserta rapat atau tidak kuorum.
"Hari ini pada tanggal 22 Agustus jam 10.00, setelah kemudian mengalami penundaan selama 30 menit (tetap tidak kuorum), maka tadi sudah diketok, revisi Undang-Undang Pilkada tidak dapat dilaksanakan," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (22/8).
"Artinya, pada hari ini revisi Undang-Undang Pilkada batal dilaksanakan," tegas Dasco.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK), syarat usia calon kepala daerah, yakni 30 tahun, dihitung sejak penetapannya sebagai calon kepala daerah oleh KPU. Sementara, umur Kaesang belum genap 30 tahun ketika penetapan pasangan calon.
Awalnya DPR menolak mengakomodasi aturan MK soal syarat usia calon kepala daerah dan memilih merujuk pada Mahkamah Agung (MA), yakni 30 tahun pada saat pelantikan. Namun desakan masyararakat menolak siasat ini begitu kuat. DPR akhirnya memutuskan batal mengesahkan revisi UU Pilkada itu.