7 Kebiasaan yang Dianggap Positif Tapi Bisa Jadi Penyebab Terjadinya Kecemasan
Sejumlah kebiasaan positif yang kita miliki dalam kehidupan sehari-hari ternyata bisa menyebabkan dan memperparah kecemasan.
Seringkali, kita memandang kebiasaan atau sifat tertentu sebagai hal positif, bahkan mengagumkan. Namun, tak jarang di balik karakteristik tersebut tersembunyi kecemasan yang justru membebani diri. Menurut para ahli, kebiasaan ini, meski tampak baik di permukaan, bisa menjadi indikasi adanya kecemasan mendalam yang perlu diatasi agar tidak berdampak buruk pada kesehatan mental maupun fisik.
Dilansir dari Huffington Post, berikut tujuh kebiasaan yang tampak positif tetapi bisa jadi penyebab kecemasan, lengkap dengan cara mengatasinya agar kesejahteraan diri tetap terjaga.
-
Apa saja kebiasaan positif yang dapat menjaga suasana hati? Tips menjaga suasana hati agar tetap stabil yang pertama adalah dengan melatih kebiasaan-kebiasaan positif untuk diri Anda. Pertama, cobalah untuk memulai pagi dengan ritual positif, seperti menyusun daftar hal-hal yang membuat Anda bersyukur atau merencanakan aktivitas yang Anda nikmati. Menyisihkan waktu di pagi hari untuk meditasi singkat atau olahraga ringan juga dapat membantu meningkatkan energi dan mengarahkan pikiran pada hal-hal positif.
-
Apa itu Gangguan Kecemasan? Rasa cemas atau anxiety adalah pengalaman yang umum dialami oleh banyak orang dalam menghadapi situasi tertentu. Namun, ketika rasa cemas sulit dikendalikan dan mengganggu aktivitas sehari-hari, bisa jadi itu adalah tanda dari gangguan kecemasan.
-
Kenapa pikiran negatif bisa merugikan kesehatan mental? Negatif thinking alias negative thinking adalah kecenderungan seseorang untuk menilai suatu hal dari sudut pandang keburukan (negatif). Pikiran negatif adalah jenis pikiran yang mengarah pada perasaan seperti kecemasan, kesedihan, kemarahan, dan putus asa.
-
Bagaimana cara mengatasi Gangguan Kecemasan? Untuk mengatasi anxiety disorder, terdapat dua pendekatan utama: psikoterapi dan pengobatan.
-
Apa saja yang dapat dilakukan untuk menenangkan kecemasan? Perubahan gaya hidup atau teknik mindfulness tertentu dapat membantu mengatasi gejala kecemasan. Ada berbagai tips yang didukung oleh penelitian yang dapat diintegrasikan untuk membantu menenangkan kecemasan dalam kehidupan sehari-hari.
-
Siapa yang berpotensi alami gangguan kecemasan? Lansia yang mengalami gangguan kecemasan, akan dilingkupi rasa gugup, gelisah, dan ketegangan yang berlebihan.
1. Tetap Tenang dalam Kondisi Krisis
Mampu bertahan dengan tenang saat situasi genting terjadi, seperti dalam keadaan darurat medis atau krisis di tempat kerja, adalah kemampuan yang sering dipuji. Namun, ketenangan yang berlebihan ini bisa saja merupakan efek dari kebiasaan otak menghadapi situasi penuh stres yang berulang.
"Orang yang terbiasa menghadapi kecemasan lebih mungkin merespons krisis dengan efektif karena otak mereka sudah terbiasa dengan tingkat stres tinggi," ungkap Amelia Kelley, seorang terapis yang memiliki pendekatan terapi berbasis trauma. Namun, terlalu sering bersikap demikian tanpa memberi diri kesempatan untuk beristirahat dapat menyebabkan burnout dan masalah kesehatan lainnya.
Cara mengatasinya: Pastikan diri Anda mendapatkan istirahat yang cukup setelah mengalami tekanan tinggi. Beri diri kesempatan untuk relaksasi, seperti melalui meditasi atau sekadar menyendiri untuk menenangkan pikiran.
2. Mengejar Kesempurnaan
Kebiasaan berusaha mencapai hasil sempurna atau kinerja luar biasa kerap membuat kita dihargai. Namun, di balik itu, terkadang terselip ketakutan akan kegagalan atau rasa kurang percaya diri. “Orang yang mengalami kecemasan merasa bahwa apa pun yang kurang dari sempurna akan menimbulkan penilaian negatif,” jelas Ernesto Lira de la Rosa, psikolog yang terlibat dalam penelitian untuk Hope for Depression Research Foundation. Obsesi terhadap kesempurnaan ini dapat menjadi mekanisme pertahanan yang merugikan, terutama saat seseorang merasa kurang layak atau takut dikritik.
Cara mengatasinya: Terapkan prinsip "cukup baik" dalam pekerjaan dan kenali bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar. "Ingatlah bahwa nilai diri Anda tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang Anda capai," kata Lira de la Rosa. Fokuslah pada kemajuan, bukan kesempurnaan.
3. Cenderung Berprestasi Lebih
Semangat yang berlebihan dalam bekerja atau dalam tanggung jawab lain mungkin tampak produktif, namun sebenarnya bisa menjadi cara untuk melawan rasa cemas atau ketidakpercayaan diri. “Beberapa orang terlalu fokus pada pekerjaan atau tanggung jawab sebagai cara menghindari emosi tidak nyaman atau perasaan tidak cukup baik,” jelas Lira de la Rosa. Kebiasaan ini membuat seseorang merasa harus selalu mencapai prestasi lebih, hingga melampaui batas.
Cara mengatasinya: Belajarlah untuk menghargai keseimbangan hidup dengan menyediakan waktu untuk istirahat, hobi, dan relasi sosial. Ingatkan diri bahwa hidup yang seimbang lebih mendukung kesehatan mental daripada prestasi yang berlebihan.
4. Selalu Ingin Mengendalikan Segalanya
Kebiasaan menjaga segala sesuatu agar tetap teratur dan terkendali bisa memberi kesan bahwa seseorang memiliki hidup yang tertata. Namun, pada kenyataannya, kebiasaan ini bisa menjadi tanda bahwa seseorang merasa cemas dan tidak aman jika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. "Ketidakmampuan melepaskan kontrol bisa menyebabkan masalah kesehatan, manajemen emosi, hingga kesulitan dalam meminta bantuan," jelas Kelley.
Cara mengatasinya: Cobalah untuk menetapkan batasan yang lebih realistis pada tanggung jawab yang Anda ambil dan delegasikan tugas kepada orang lain bila memungkinkan. Beri kesempatan pada diri sendiri untuk tidak sempurna, dan ingatkan bahwa tidak semuanya harus dikelola secara pribadi.
5. Menjadi "People-Pleaser"
Seringkali, kita merasa perlu untuk menyenangkan semua orang agar terhindar dari konflik atau penolakan. Namun, sikap "people-pleasing" atau menempatkan kepentingan orang lain di atas kebutuhan diri sendiri bisa menjadi indikasi kecemasan sosial atau ketakutan akan penolakan. "Orang yang memiliki perilaku ini biasanya takut bahwa jika mereka mengatakan ‘tidak,’ mereka akan kehilangan hubungan atau mengalami penilaian negatif,” kata Lira de la Rosa.
Cara mengatasinya: Mulailah dengan menetapkan batasan yang sehat. Beranikan diri untuk mengatakan ‘tidak’ jika itu berarti melindungi kesejahteraan Anda sendiri. Latih sikap tegas secara bertahap dan perhatikan bahwa hubungan akan membaik saat Anda jujur terhadap kebutuhan Anda sendiri.
6. Memiliki Empati yang Terlalu Tinggi
Empati adalah sifat yang positif dan penting dalam menjalin relasi sosial. Namun, empati yang berlebihan justru bisa memicu kecemasan dan beban emosional, terutama jika seseorang terlalu menyerap perasaan orang lain. Kelley menjelaskan bahwa empati yang tinggi dikaitkan dengan peradangan dan bahkan dapat memperburuk kecemasan sosial.
Cara mengatasinya: Latihlah untuk menetapkan batasan yang sehat. Alihkan rasa empati menjadi welas asih atau belas kasih, yaitu kepedulian tanpa melibatkan diri secara emosional berlebihan.
7. Mengambil Tanggung Jawab yang Berlebihan
Jika Anda merasa perlu mengambil alih tugas atau memastikan semua berjalan lancar, bisa jadi Anda sedang mengalami hyper-responsibility atau tanggung jawab yang berlebihan. "Mereka mungkin merasa cemas tentang masa depan atau takut disalahkan jika sesuatu tidak berjalan dengan benar," ujar Lira de la Rosa. Perasaan ini sering kali menambah stres yang tidak perlu dan membuat seseorang merasa terbebani dengan tugas yang tidak seharusnya mereka tangani.
Cara mengatasinya: Percayakan tanggung jawab kepada orang lain dan ingatkan diri bahwa tidak semua hal berada dalam kendali Anda. Tantanglah pola pikir yang membuat Anda merasa harus mengendalikan segalanya, dan sadari bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.
Dengan mengenali dan menghadapi kebiasaan yang tampak positif namun berakar dari kecemasan ini, kita bisa membebaskan diri dari tekanan yang tidak perlu dan merawat kesehatan mental dengan lebih baik. Seperti yang dikatakan Lira de la Rosa, "Kecemasan adalah emosi manusia yang normal dan bisa membantu kita mencapai tujuan, tetapi juga bisa merusak kesejahteraan kita."