Fakta-Fakta Gizi yang Anda Wajib Tahu, dari Makan Malam Sampai Gula
Kebutuhan gizi tiap orang berbeda. Ketahui apa yang perlu diperhatikan menurut dokter ahli di sini!
Dalam menjaga kesehatan tubuh, diperlukan gizi yang seimbang, terlebih jika Anda sedang melakukan diet khusus. Hal ini penting untuk diperhatikan karena pola diet yang salah dapat berisiko bagi kesehatan, di mana tubuh dapat kekurangan gizi.
Tubuh yang defisit gizi dapat memengaruhi beberapa fungsi dan kinerja tubuh, seperti lemas, mudah lelah, mudah marah, produktivitas menurun, dan lain sebagainya. Meski begitu, Anda tidak bisa sembarangan mengonsumsi makanan. Dalam hal ini, Anda perlu melakukan pemeriksaan komposisi tubuh oleh dokter spesialis gizi.
-
Makanan sehat apa yang boleh dimakan malam? Jenis makanan rendah karbohidrat adalah pilihan yang baik untuk santapan di malam hari.
-
Apa contoh makanan sehat untuk makan malam? Makanan rendah kalori untuk makan malam adalah makanan yang mengandung sedikit energi tapi banyak gizi. Makanan ini bisa membantu Anda merasa kenyang lebih lama tanpa menambah berat badan.
-
Kenapa penting jaga gizi makanan? Tips masak tanpa merusak gizi dari bahan-bahan makanan tentu penting untuk diketahui semua orang. Metode memasak ternyata dapat memengaruhi nilai gizi yang terkandung di dalam makanan. Maka dari itu, penting mengetahui tips masak agar gizi makanan tetap terjaga.
-
Bagaimana menjaga pola makan sehat? Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan ideal untuk membantu membakar kalori dan menjaga kesehatan tubuh.
-
Kenapa pola makan sehat penting? Manfaat menjaga pola makan yang sehat sangatlah penting untuk kesehatan tubuh manusia. Pola makan sehat adalah salah satu kunci untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah berbagai penyakit.
-
Kenapa makan malam penting untuk kesehatan? Makan malam adalah salah satu waktu makan yang penting, karena dapat menyediakan energi bagi tubuh selama tidur.
Berbicara soal gizi dan diet, terdapat beragam mitos yang berseliweran di sekitar kita. Namun, penting bagi kita untuk tidak serta merta mempercayai mitos-mitos tersebut. Dr. Karin Wiradarma, M.Gizi, Sp.GK, seorang dokter spesialis gizi klinik mengupas tuntas mitos-mitos tersebut bersama komika kondang Raditya Dika.
1. Makan Malam Bikin Gemuk, Salah atau Benar?
Mitos pertama yang dikulik oleh dr. Karin dan Raditya Dika adalah perihal makan malam yang dapat memicu kegemukan. dr. Karin pun meluruskan bahwa mitos ini tidak selalu benar. Ada beberapa orang yang tidak bisa makan malam karena akan langsung gemuk, tetapi ada pula jenis orang yang harus sering makan dengan porsi kecil sehingga perlu makan di malam hari.
dr. Karin kemudian menambahkan bahwa daripada waktu makan, hal yang dapat memicu kegemukan adalah pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Ia juga menambahkan bahwa satu tipe diet belum tentu cocok untuk semua orang sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut atau trial and error untuk menentukan pola diet yang sesuai.
2. Gula Sepenuhnya Buruk untuk Tubuh, Emang Iya?
Mitos ini sering dibicarakan di tengah masyarakat, namun apa benar gula sepenuhnya buruk bagi tubuh? Berdasarkan penjelasan dr. Karin, gula sebenarnya dibutuhkan dalam jumlah tertentu. Namun, jumlah konsumsinya yang perlu diperhatikan agar tidak berlebihan.
Ia juga menambahkan, “Sebenarnya, gula itu kita tidak butuh. Kita butuhnya karbo (karbohidrat). Karbohidrat itu setelah dipecah-pecah dalam tubuh akan menjadi glukosa.” Untuk mendapatkan asupan karbohidrat, Anda bisa mendapatkannya dari sumber makanan seperti nasi, kentang, dan buah. Hal ini juga menunjukkan pentingnya memiliki variasi dalam diet.
3. Memanaskan Makanan Menggunakan Wadah Plastik, Amankah?
Tanpa sadar, kita atau orang di sekitar kita sering memanaskan makanan dengan wadah plastik, termasuk plastik bungkusan atau wadah makanan cepat saji. Lantas, amankah memanaskan makanan menggunakan wadah plastik?
“Lihat dulu, dia (wadah plastik) tahan panas hingga berapa derajat. Apakah bisa di microwave. Tergantung juga kita mau memanaskannya di mana. Jika dipanaskan dengan suhu yang terlalu panas, takutnya bahan-bahan kimia yang berbahaya itu bisa lepas ke makanan kalau di-reheat-nya (suhunya) terlalu tinggi atau memang bahan tersebut tidak diperuntukan untuk memanaskan dengan suhu tinggi,” terang dr. Karin.
Ia menambahkan jika Anda ingin memanaskan makanan dengan aman, sebaiknya pindahkan dahulu ke wadah yang aman, seperti stainless steel atau kaca.
Kemudian, tidak disarankan juga untuk memanaskan makanan dalam plastik bungkusan atau memasak makanan dengan menggunakan plastik karena plastik bungkusan tidak didesain untuk dipanaskan dalam suhu tinggi atau dipergunakan untuk memanaskan makanan dalam suhu tinggi.
4. Bahan Kimia (BPA) pada Galon Air, Berbahayakah?
BPA adalah bahan kimia yang sering digunakan untuk membuat plastik. Jika berdiri sendiri, ujar dr. Karin, memang dapat membahayakan tubuh. Namun, jika sudah diolah menjadi plastik, seperti galon air dan wadah makanan, maka sudah tergolong aman berkat proses panjang pengolahannya yang membuatnya lebih stabil dan aman.
Lebih lanjut, label BPA-free juga tidak serta merta menjadikan sebuah produk lebih aman karena bisa saja mengandung bahan kimia lainnya.
5. Banyak Produk Mengandung BPA, Amankah?
BPA digunakan dalam berbagai macam produk, termasuk makanan kaleng. Menurut buku How to Understand BPA Information Correctly, jika digunakan dengan benar, BPA berfungsi sebagai pelapis kaleng dan wadah makanan atau minuman lainnya untuk mencegah karat dan korosi akibat kontak langsung dengan makanan.
Untuk meminimalkan potensi migrasi BPA ke makanan, Anda bisa melakukan beberapa tips dari dr. Karin berikut ini:
- Pilihlah makanan kemasan yang masih bisa disimpan lama, karena semakin jauh tanggal kedaluwarsanya, semakin sedikit waktu bagi makanan tersebut terpapar potensi pembusukan.
- Pastikan kemasannya utuh, tidak rusak, penyok, atau tergores.
- Jangan memanaskan atau memasak makanan dalam wadah plastik yang tidak dirancang untuk menahan suhu tinggi (di atas 70° C).
BPOM telah menetapkan batas aman sebesar 600 mikrogram/kg (0,6 bpj) untuk migrasi BPA dalam kemasan pangan. dr. Karin pun menyatakan penelitian menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap kandungan tersebut masih jauh di bawah ambang batas maksimal yang ditetapkan.