Kenali Penyebab dan Gejala IBS yang Kerap Disalahartikan
Dari stres sampai faktor genetik, berikut adalah penyebab dan gejala sindrom Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Sindrom Iritasi Usus Besar atau Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah gangguan fungsional pada sistem pencernaan yang ditandai dengan gejala kronis berupa sakit perut, kembung, serta perubahan pola buang air besar seperti diare atau konstipasi, tanpa adanya kelainan struktural yang jelas pada saluran pencernaan. Menurut penelitian dari American College of Gastroenterology (ACG) dan beberapa studi yang diterbitkan dalam Journal of Gastroenterology, IBS merupakan salah satu gangguan pencernaan yang paling umum terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 10-15% populasi global.
Studi lain oleh Drossman et al. (2016) dalam Gastroenterology Journal mendefinisikan IBS sebagai gangguan yang terjadi ketika komunikasi antara otak dan usus mengalami disfungsi, sehingga menyebabkan usus menjadi lebih sensitif dan mengalami gangguan gerakan atau motilitas. Gangguan ini sering dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk stres psikologis, infeksi gastrointestinal sebelumnya, perubahan mikrobiota usus, serta faktor genetik.
-
Apa saja gejala konstipasi? Gejala konstipasi seringkali jelas, tetapi seringkali diabaikan. Sulit buang air besar (BAB) yang berulang kali, tinja yang keras dan kering, serta perasaan tidak nyaman saat BAB adalah beberapa gejala yang paling umum. Selain itu, konstipasi juga dapat disertai dengan nyeri atau kram di daerah dubur, perut kembung, dan mual.
-
Apa tanda kanker usus yang paling umum? Perubahan pola buang air besar (BAB). Ini bisa berupa diare, sembelit, atau perasaan BAB tidak tuntas yang terjadi secara terus-menerus. Perubahan ini bisa disebabkan oleh tumor yang menghalangi atau mengubah bentuk usus besar.
-
Apa penyebab radang usus buntu? Menurut penjelasan dr. Hendry Susanto, Sp.B, spesialis bedah umum dari RS EMC Pulomas & RS EMC Pekayon, kondisi ini adalah peradangan yang timbul di area apendiks atau usus buntu yang bisa disebabkan oleh infeksi bakteri.
-
Apa saja contoh penyakit yang bisa menyebabkan sakit perut? Dilansir dari Everyday Health, berikut sejumlah kondisi yang bisa menjadi penyebab sakit perut yang tidak boleh dianggap sepele. GERD Batu Empedu Penyakit Crohn Penyakit Celiac Kolitis Ulserativa Irritable Bowel Syndrome Wasir Divertikulitis Fisura Ani
-
Makanan apa yang dapat memicu peradangan di usus? Makanan yang memiliki kandungan garam tinggi, seperti makanan olahan, makanan cepat saji, dan makanan asin, dapat menyebabkan dehidrasi pada tubuh serta meningkatkan risiko sembelit.
-
Apa penyebab utama perut kembung? Perut kembung biasanya terjadi karena adanya penumpukan gas berlebihan di saluran pencernaan.
Penelitian oleh Ford et al. (2017) dalam Alimentary Pharmacology & Therapeutics juga menunjukkan bahwa IBS dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe dominan dari gejalanya, yaitu IBS-D (IBS dengan dominan diare), IBS-C (IBS dengan dominan konstipasi), dan IBS-M (campuran antara diare dan konstipasi). Klasifikasi ini penting untuk menentukan pendekatan terapi yang sesuai bagi setiap pasien, seperti penggunaan obat anti-diare, laksatif, atau pendekatan diet.
Meskipun tidak mengancam nyawa, IBS dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya. Simak penyebab dan gejala IBS yang perlu diwaspadai dalam artikel berikut.
Penyebab Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS)
Gangguan Motilitas Usus
Salah satu penyebab utama IBS adalah gangguan motilitas atau pergerakan usus. Normalnya, kontraksi otot-otot usus akan membantu pendorongan makanan melalui saluran pencernaan. Namun, pada penderita IBS, pergerakan ini bisa menjadi terlalu cepat atau terlalu lambat, menyebabkan gejala diare atau sembelit. Menurut penelitian oleh Camilleri dan koleganya yang diterbitkan dalam American Journal of Gastroenterology (2020), motilitas yang tidak normal ini disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf enterik yang mengatur fungsi usus.
Hipersensitivitas Visceral
Penderita IBS sering kali memiliki hipersensitivitas visceral, yaitu peningkatan kepekaan terhadap rasa sakit atau ketidaknyamanan di area perut. Hal ini menyebabkan rasa nyeri yang lebih intens dari stimulus yang seharusnya tidak terlalu terasa oleh orang normal, seperti peregangan usus yang terjadi saat pencernaan makanan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology (2021) oleh Ford et al. menyebutkan bahwa hipersensitivitas ini dipengaruhi oleh perubahan sinyal saraf antara usus dan otak, yang disebut sebagai gut-brain axis. Disfungsi dalam komunikasi antara otak dan usus ini berkontribusi pada timbulnya rasa sakit pada penderita IBS.
Inflamasi Ringan pada Usus
Meskipun IBS tidak dianggap sebagai penyakit radang usus, beberapa penelitian telah menemukan adanya inflamasi ringan pada lapisan usus penderita IBS. Menurut sebuah studi dalam Nature Reviews Gastroenterology & Hepatology (2020) oleh Barbara et al., inflamasi ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah sel imun seperti mast cell yang posisinya berada dekat dengan saraf di dinding usus. Kehadiran sel-sel ini dapat merangsang reseptor saraf dan memicu rasa nyeri serta gangguan motilitas usus.
Stres Psikologis dan Gangguan Mental
Faktor psikologis seperti stres, kecemasan, dan depresi juga dapat berkontribusi terhadap IBS. Studi yang dipublikasikan oleh Mayer et al. dalam Journal of Psychosomatic Research (2020) menunjukkan bahwa stres dan gangguan seperti kecemasan atau depresi dapat memperburuk gejala IBS. Stres dapat memengaruhi cara otak berkomunikasi dengan usus melalui sistem saraf, yang dapat mengubah fungsi motilitas dan sensitivitas usus. Selain itu, hormon stres seperti kortisol dapat memperburuk kondisi usus dengan meningkatkan inflamasi dan mengubah fungsi mikrobiota usus.
Perubahan pada Fungsi Hormon dan Neurotransmitter
Sistem hormon dan neurotransmitter seperti serotonin juga dapat menjadi penyebab IBS. Serotonin adalah neurotransmitter yang terlibat dalam regulasi motilitas usus. Sebagian besar serotonin tubuh diproduksi di usus, dan disfungsi dalam sistem ini dapat menyebabkan perubahan pada pergerakan usus yang memicu gejala IBS. Menurut penelitian oleh Gershon dalam Nature Reviews Neuroscience (2021), perubahan pada reseptor serotonin di usus dapat menyebabkan kontraksi yang tidak normal dan sensasi nyeri yang berlebihan pada penderita IBS.
Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga
Studi yang diterbitkan dalam American Journal of Gastroenterology (2021) oleh Gazouli et al. menemukan bahwa individu dengan riwayat keluarga yang memiliki IBS memiliki risiko lebih besar untuk mengidap penyakit serupa.
Makanan dan Minuman Tertentu
Beberapa makanan dan minuman dapat memperburuk gejala IBS, seperti makanan berlemak, produk susu, minuman bersoda, serta makanan yang mengandung fructose atau lactose. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Alimentary Pharmacology & Therapeutics (2020) menyebutkan bahwa pola makan rendah FODMAP (fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols) dapat membantu mengurangi gejala IBS pada sebagian besar pasien.
Gejala Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS)
Sakit atau Ketidaknyamanan di Perut
Gejala utama dari IBS adalah rasa sakit atau ketidaknyamanan di perut, yang sering kali berkurang setelah buang air besar. Menurut penelitian oleh Ford et al. (2020) yang diterbitkan dalam The Lancet Gastroenterology & Hepatology, rasa sakit ini seringkali bersifat kronis dan terjadi berulang kali, dengan intensitas yang bervariasi. Sakit perut biasanya terjadi di bagian bawah perut, dan sifatnya dapat berupa kram, nyeri tumpul, atau sensasi terbakar. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa perubahan frekuensi dan konsistensi tinja biasanya berkaitan dengan rasa sakit ini.
Perubahan Frekuensi Buang Air Besar
Perubahan pola buang air besar adalah salah satu gejala yang menonjol pada IBS. Gejala ini dapat berupa diare (IBS-D), konstipasi (IBS-C), atau keduanya secara bergantian (IBS-M). Menurut Camilleri (2019) dalam jurnal Gastroenterology, pasien IBS-D biasanya akan mengalami peningkatan frekuensi buang air besar dan tinja yang cenderung cair, sementara pasien IBS-C akan mengalami penurunan frekuensi buang air besar dan tinja yang keras. IBS-M ditandai dengan adanya variasi antara diare dan konstipasi, yang dapat terjadi dalam periode waktu yang berbeda. Perubahan ini sering kali menyebabkan rasa tidak nyaman yang signifikan pada penderitanya.
Perut Kembung dan Distensi
Perut kembung adalah keluhan umum lainnya pada IBS. Penelitian yang dilakukan oleh Lacy et al. (2021) di American Journal of Gastroenterology menunjukkan bahwa sekitar 80% penderita IBS melaporkan perut kembung sebagai salah satu gejala utamanya. Perut kembung disebabkan oleh penumpukan gas di dalam saluran pencernaan, yang dapat menimbulkan sensasi penuh atau tegang di area perut. Distensi perut, atau pembesaran perut yang terlihat, sering menyertai perasaan kembung ini, terutama pada sore atau malam hari.
Sensasi Buang Air Besar Tidak Tuntas
Banyak penderita IBS melaporkan adanya sensasi tidak tuntas setelah buang air besar. Menurut penelitian oleh Spiller et al. (2020) dalam Nature Reviews Gastroenterology & Hepatology, gejala ini sering kali terjadi pada pasien dengan IBS-C, di mana mereka merasa bahwa usus tidak sepenuhnya kosong setelah buang air besar. Sensasi ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang berlanjut dan perasaan tertekan di area perut bagian bawah.
Lendir dalam Tinja
Beberapa pasien IBS mengeluhkan adanya lendir pada tinja mereka. Lendir ini merupakan hasil dari peradangan ringan pada usus yang sering dikaitkan dengan IBS. Zhou et al. (2019) dalam Journal of Neurogastroenterology and Motility menyatakan bahwa keberadaan lendir pada tinja adalah gejala yang lebih sering ditemukan pada IBS dibandingkan gangguan pencernaan lainnya. Meskipun tidak selalu berbahaya, gejala ini bisa menjadi indikator penting dalam diagnosis IBS.
Kelelahan dan Gangguan Tidur
Kelelahan yang berlebih dan gangguan tidur juga merupakan gejala yang sering dilaporkan oleh penderita IBS. Sebuah studi oleh Van Oudenhove et al. (2020) dalam jurnal Clinical Gastroenterology and Hepatology menunjukkan bahwa banyak pasien IBS mengalami gangguan tidur, seperti sulit tidur atau tidur yang tidak nyenyak. Kelelahan ini dapat diakibatkan oleh rasa sakit dan ketidaknyamanan di perut yang mengganggu tidur malam mereka. Kondisi ini dapat memperburuk kualitas hidup penderita IBS secara keseluruhan.
Sindrom Iritasi Usus Besar (IBS) adalah gangguan kronis yang dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk gangguan saraf usus, ketidakseimbangan mikrobiota, serta faktor psikologis. Gejala utama IBS meliputi nyeri perut, perubahan pola buang air besar, dan kembung. Memahami penyebab dan gejala IBS adalah langkah penting untuk mengatasi kondisi ini secara efektif. Meskipun belum ada obat yang dapat menyembuhkan IBS, perubahan gaya hidup dan pengelolaan stres dapat membantu penderita menjalani hidup yang lebih nyaman. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai gejala-gejala ini, diharapkan penderita IBS dapat mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.