Tampil di Google Doodle Hari Ini, Ini Fakta Menarik Papeda Makanan yang Dianggap Sebagai Jelmaan Manusia
Papeda jadi kuliner unik asli Indonesia yang muncul di Google Doodle hari ini.
Papeda jadi kuliner unik asli Indonesia yang muncul di Google Doodle hari ini.
Tampil di Google Doodle Hari Ini, Ini Fakta Menarik Papeda Makanan yang Dianggap Sebagai Jelmaan Manusia
Begini penampakkan papeda, kuliner khas Papua yang memiliki tekstur unik. Sekilas bentuknya menyerupai lem yang cair dan lengket. Namun di balik itu rasanya sangat lezat bila disantap dengan olahan sayur ikan kuah kuning dan kuah asam.
-
Kenapa Papeda disebut makanan khas Papua? Papeda sendiri diketahui merupakan makanan khas dari Tanah Papua dan Maluku.
-
Apa itu Papeda? Papeda adalah makanan khas Papua yang terkenal dan terbuat dari sagu. Makanan ini merupakan salah satu makanan pokok bagi masyarakat asli Papua dan masyarakat di wilayah timur Indonesia lainnya.
-
Kenapa papeda jadi makanan pokok di Papua? Papeda adalah makanan pokok bagi masyarakat Papua, simak cara membuatnya.
-
Apa yang dimaksud dengan Papeda? Papeda sendiri diketahui merupakan makanan khas dari Tanah Papua dan Maluku.
-
Bagaimana membuat Papeda menjadi hidangan yang menarik? Papeda merupakan makanan tradisional yang berasal dari Papua dan memiliki keunikan tersendiri. Terbuat dari tepung sagu, hidangan ini memiliki tekstur lengket yang mirip dengan lem, dan biasanya disajikan dengan kuah kuning yang terbuat dari ikan tongkol atau mubara. Hidangan ini tidak hanya menggugah selera, tetapi juga mencerminkan tradisi kuliner masyarakat Papua yang sederhana, namun kaya akan nilai-nilai budaya yang mendalam.
Jadi kuliner khas warga perairan Papua
Dikutip dari kemdikbud.go.id, menurut sejarahnya, papeda diperkirakan mulai jadi bahan konsumsi sejak 3.000 tahun silam.
Saat itu di wilayah pesisir Papua banyak tumbuh pohon-pohon sagu, sebagai bahan utama pembuatan papeda.
Oleh masyarakat pesisir, batang sagu itu kemudian diolah melalui cara tradisional hingga menjadi kuliner bertekstur kenyal dan kental. Di kemudian hari makanan tersebut dikenal sebagai papeda.
Penggunaan sayur ikan kuah kuning dan kuah asam sebagai lauk papeda semakin menguatkan bahwa kuliner tersebut lahir dari masyarakat pantai.
Ini karena masyarakat Papua yang menempati wilayah sungai, rawa, pantai dan danau memiliki mata pencaharian utama yakni meramu sagu dan menangkap ikan.
Dianggap sebagai jelmaan manusia
Karena sagu dan papeda dianggap sebagai makanan yang istimewa, masyarakat Papua saat itu menganggapnya sebagai penemuan yang spesial.
Makanan ini kemudian dijadikan sebagai sajian saat acara-acara kebudayaan berlangsung, termasuk untuk upacara adat Watani Kame.
Upacara tersebut dilakukan sebagai tanda berakhirnya siklus kematian seseorang. Di acara tersebut, papeda dibagikan kepada kalangan yang sangat membantu pada upacara Watani Kame tersebut.
Papeda sebagai bagian dari sagu juga diistimewakan oleh beberapa suku di Papua, dan dianggap sebagai makanan yang berasal dari jelmaan manusia.
Punya julukan “Papua Penuh Damai”
Selain konteks kuliner, sisi kebudayaan dari papeda juga terbilang unik.
Saking melekatnya dengan Papua membuat makanan ini memiliki nama lain yang merupakan julukan atau plesetan yakni “Papua Penuh Damai”.
Ini juga merujuk terhadap kondisi lingkungan bumi cendrawasih yang subur dan hijau, termasuk melimpahnya pohon papeda.
Sudah lebih dulu ada di Papua sebelum beras
Papeda sudah ada sejak ribuan tahun di tanah Papua. Ini membuat masyarakatnya selalu menyantap papeda untuk makanan sehari-hari.
Oleh karenanya, papeda merupakan makanan pokok pertama sebelum masuknya beras ke tanah Papua. Beras sendiri mulai masuk ke sana saat era orde baru, di mana Presiden Soeharto saat itu memiliki program ketahanan pangan beras yang membuat padi ditanam di hampir seluruh nusantara.
Kondisi ini disayangkan oleh Praktisi Kuliner Papua, Charles Toto. Menurut dia, program swasembada puluhan tahun lalu itu membuat papeda tergeser karena dianggap makanan kelas bawah dibanding nasi yang kerap disebut makan elit.
Cara menyantapnya unik
Menurut laman indonesianchefassociation.com, cara menyantap makanan ini terbilang unik dan berbeda dengan nasi yang hanya perlu disendok atau memakai tangan.
Papeda perlu dimakan menggunakan sumpit atau dua buah garpu, kemudian menggulungnya secara melingkar.
Setelah terangkat, papeda bisa dicelup atau dimakan terlebih dahulu lalu menyeruput kuah ikan kuningnya.
Saat mengonsumsi papeda, tak perlu dikunyah, dapat langsung diseruput dan ditelan. Biasa dikonsumsi dengan lauk ikan dan sambal colo-colo. Rasa dasar papeda cenderung tawar dan sedikit asin.
Populer di Sulawesi hingga Maluku
Selain di Papua, olahan papeda juga populer di wilayah Indonesia timur lainnya yakni Sulawesi dan Maluku.
Di Pulau Seram misalnya, sagu (dalam hal ini papeda) dianggap sebagai sesuatu yang mampu menghidupi masyarakat di sana. Ini yang kemudian menjadikan setiap momen panen diiringi oleh ritual adat.
Hal yang sama juga berlaku di wilayah Pulau Seram, Maluku yang menjadikan sagu atau papeda sebagai pengantar upacara adat untuk perempuan remaja yang tengah berada di masa pubertas.
Tampil di Google
Yang menarik, saat ini halaman awal Google menampilkan papeda yang tengah digulung oleh sumpit dalam bentuk karikatur.
Usut punya usut, ini terkait penetapan papeda sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 20 Oktober 2015. Penetapan ini disahkan melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 186/M/2015 di Gedung Kesenian Jakarta.
Sebenarnya, penetapan papeda sebagai WBTB jatuh pada 16 Oktober 2015 dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudyaan yang saat itu menjabat yakni Anies Baswedan. Namun proses secara keseluruhan memakan waktu hingga bisa ditetapkan empat hari kemudian.
Demikian fakta-fakta menarik tentang papeda, semoga menambah informasi dan bisa dicicipi kelezatannya sebagai salah satu kuliner asli Indonesia.