Kisah B.M. Diah, Tokoh Pers yang Menyelamatkan Naskah Teks Proklamasi dari Tempat Sampah
Dengan insting jurnalistiknya, B.M. Diah memutuskan untuk memungut kembali naskah teks proklamasi yang asli dari tempat sampah.
Dengan insting jurnalistiknya, B.M. Diah memutuskan untuk memungut kembali naskah teks proklamasi yang asli dari tempat sampah.
Kisah B.M. Diah, Tokoh Pers yang Menyelamatkan Naskah Teks Proklamasi dari Tempat Sampah
Burhanuddin Mohammad Diah atau dikenal dengan B.M. Diah ini seorang jurnalis yang lahir di Kota Raja, Banda Aceh. Sosoknya cukup terkenal di bidang jurnalistik dan pers setelah mendirikan surat karab Harian Merdeka pada 1 Oktober 1945.Mohammad Diah, sang ayah merupakan orang kaya di lingkungannya, hanya saja gaya hidupnya sangat boros. Ketika B.M. Diah lahir tidak bisa menikmati kekayaan sang ayah. Menyedihkannya, seminggu setelah kelahirannya, sang ayah menghembus napas terakhir.
Sejak saat itu, ia diurus oleh ibunya dan terjun ke dunia usaha mulai berjualan emas, intan, hingga pakaian. Setelah delapan tahun, sang ibunda pun wafat. B.M. Diah lantas diasuh oleh kakaknya, Siti Hafsyah.
-
Bagaimana teks proklamasi disusun? Dalam momen ini, teks proklamasi diolah oleh Sayuti Melik, sementara bendera merah putih juga dirajut oleh tangan Fatmawati.
-
Siapa yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Kapan teks proklamasi disusun? Di tempat kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi, yang terletak di Jalan Iam Bonjol No.1, Jakarta, tahap penyusunan teks proklamasi berlangsung.
-
Siapa yang membacakan proklamasi di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soedarsono dihadiri oleh sekitar 100 sampai 150 orang dari berbagai penjuru di kota pesisir Jawa Barat itu.
-
Siapa yang memberikan pembekalan kepada Diah Permatasari? Diah mengaku tak pernah terbayang bahwa ia akan menjadi salah satu peserta yang mengikuti pembekalan sebagai istri peserta PPSA dan mendapatkan arahan langsung dari Gubernur Lemhannas.
-
Siapa yang mendirikan Indonesische Persbureau? Berdirinya kantor berita Indonesia tak lepas dari sosok RM Soewandi Soerjaningrat atau yang dikenal dengan Ki Hajar Dewantara.
Belajar dan Merantau
Di usia 17 tahun, B.M. Diah merantau ke Jakarta untuk mengenyam pendidikan di Ksatriaan Instituut yang dipimpin oleh Dr. Douwes Dekker. Di sana, ia memilih jurusan jurnalistik.
Selama mengenyam pendidikan di jurusan jurnalistik, B.M. Diah justru banyak belajar soal dunia kewartawanan secara pribadi dari Douwes Dekker. Ia sebenarnya tidak mampu membayar uang pendidikan, atas semangat belajarnya yang tinggi, Dekker pun memberikan kesempatan kepadanya.
Setelah tamat belajar, ia kembali ke Kota Medan dan menjadi redaktur harian di Sinar Deli. Tak lama bekerja di sana, ia kembali ke ibukota untuk bekerja harian di Sin Po sebagai tenaga honorer.
Mendirikan Surat Kabar
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, ia bersama beberapa rekannya memutuskan untuk mengangkat senjata dan merebut percetakan Jepang "Djawa Shimbun" yang menerbitkan koran harian Asia Raja. Perlawanan itu berhasil tanpa adanya konflik, Jepang pun menyerahkan percetakan itu kepadanya.
Tepat 1 Oktober 1945, B.M. Diah mendirikan surat kabar yang diberi nama Harian Merdeka. Ia menjabat sebagai pemimpin redaksi, sedangkan rekannya yaitu Joesoef Isak menjadi wakilnya. Ia tetap memimpin Harian Merdeka sampai akhir napasnya.
Selain itu, ia juga menaruh perhatian pada PT. Masa Merdeka sebagai penerbit harian "Merdeka" yang dipimpin oleh Diah (istrinya), Isak sebagai wakilnya.
Selamatkan Naskah Teks Proklamasi
Selama berkutat menjadi jurnalis, B.M. Diah menjadi salah satu saksi saat Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan dengan tokoh PPKI di kediaman Laksamana Tadashi Maeda. Pertemuan itu membahas naskah teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo telah menyusun draf naskah proklamasi yang nantinya akan diketik dengan rapi oleh Sayuti Melik. Draf tersebut sebelumnya sudah mendapat persetujuan dari para wakil pemuda dan anggota PPKI.
Sokearno pun menulis draf naskah itu di secarik kertas yang disobek dari sebuah buku kecil. Setelah mendapat revisi, akhirnya naskah itu sudah jadi dan siap diketik ulang oleh Sayuti Melik. Ketika naskah tersebut selesai dibuat, lantas secarik kertas tadi otomatis dibuang ke tempat sampah karena sudah ada lembaran teks yang lebih rapi.
Disitulah insting B.M. Diah sebagai seorang jurnalis bekerja. Ia diam-diam memungut kertas draf naskah proklamasi itu dari tempat sampah. Memang, kertas tersebut sudah tak lagi sempurna, akan tetapi tidak ada yang menyangka sebuah kertas bisa menjadi arsip sejarah yang begitu berharga.
Hampri 40 tahun B.M. Diah menyembunyikan secarik kertas tersebut sebelum akhirnya diserahkan ke Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1992.