Mengenal Perbedaan Fenomena Tanah Bergerak: Longsor dan Likuifaksi
Berikut adalah perbedaan tanah bergerak, longsor dan likuifaksi.

Fenomena tanah bergerak merupakan salah satu bencana geologi yang dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa dalam jumlah besar.
Dua bentuk utama dari fenomena ini adalah longsor dan likuifaksi, yang meskipun memiliki kesamaan sebagai peristiwa pergerakan tanah, tetap memiliki perbedaan mendasar dalam penyebab dan dampaknya.
-
Dimana longsor itu terjadi? Pada 6 Februari 2024, terjadi longsor di Dusun Sigadung, Desa Kalitlaga, Pagentan, Banjarnegara.
-
Kapan longsor terjadi? Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 05.30 WIB subuh.
-
Bagaimana proses longsor di Tana Toraja? Alhasi, tanah pun longsor dan menimbun sejumlah rumah beserta penghuni sekitarnya.
-
Apa yang menyebabkan tanah longsor di Jateng? Cuaca ekstrem dalam beberapa hari belakangan membuat sejumlah daerah di Provinsi Jawa Tengah dilanda bencana longsor dan tanah bergerak.
-
Kenapa longsor terjadi di Bandung Barat? Longsor terjadi setelah hujan deras mengguyur lokasi tersebut dan membuat bukit setinggi 100 meter di daerah tersebut longsor dan menimpa permukiman warga.
-
Kenapa longsor terjadi di Tana Toraja? Terjadinya tanah longsor tersebut dipicu hujan dengan intensitas sedang-tinggi selama beberapa hari dan kondisi tanah yang tidak stabil.
Mengutip beragam sumber, Kamis (30/1), longsor terjadi ketika massa tanah dan batuan bergerak menuruni lereng akibat gaya gravitasi.
Fenomena tanah bergerak ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti curah hujan tinggi yang menyebabkan tanah menjadi jenuh air, getaran gempa bumi, atau aktivitas manusia seperti penebangan hutan yang mengurangi daya ikat akar terhadap tanah.
Longsor sering terjadi di daerah perbukitan atau pegunungan dengan lereng curam. Salah satu peristiwa longsor paling mematikan terjadi di Vargas, Venezuela, pada 1999, ketika hujan deras memicu tanah bergerak dan menewaskan lebih dari 30.000 orang.
Di sisi lain, likuifaksi merupakan fenomena tanah bergerak yang terjadi ketika tanah kehilangan kekuatannya akibat getaran kuat, biasanya dari gempa bumi.
Berbeda dengan longsor yang melibatkan pergerakan tanah ke bawah, likuifaksi membuat tanah berperilaku seperti cairan, menyebabkan bangunan, jalan, dan infrastruktur lainnya tenggelam atau bergeser tanpa ada kemiringan lereng.
Fenomena ini umumnya terjadi di wilayah dataran rendah dengan tanah berpasir dan jenuh air. Salah satu contoh paling parah dari likuifaksi terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pada 2018, ketika gempa bumi memicu pergerakan tanah yang menelan ribuan rumah dalam lumpur bergerak.
Fenomena tanah bergerak dalam bentuk longsor dan likuifaksi memiliki risiko besar bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan.
Longsor lebih sering terjadi di wilayah pegunungan dengan lereng curam, sedangkan likuifaksi lebih umum di daerah dengan tanah lempung atau pasir jenuh air.
Langkah mitigasi yang berbeda diperlukan untuk mencegah dampak dari kedua fenomena ini. Untuk longsor, penguatan lereng dengan sistem drainase yang baik dan reboisasi sangat penting.
Sementara itu, untuk mengurangi risiko likuifaksi, studi geoteknik mendalam harus dilakukan sebelum pembangunan infrastruktur.
Dengan meningkatnya kesadaran terhadap fenomena tanah bergerak, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada dan memahami langkah mitigasi yang tepat.
Pemahaman terhadap karakteristik longsor dan likuifaksi dapat membantu dalam upaya pencegahan serta pengurangan risiko bencana yang dapat terjadi di masa mendatang.