Peneliti Temukan Anak-Anak Bohong Soal Usia Untuk Bikin Akun Medsos
Merdeka.com - Lazimnya, pengguna media sosial adalah seseorang yang cukup umur. Namun, prosedur verifikasi usia nampaknya bisa dengan mudah untuk dilewati siapapun, meski anak di bawah umur.
Menurut pakar, banyak anak berbohong tentang usia mereka. Demikian menurut temuan dari para peneliti di Lero, the Science Foundation Ireland Research Center for Software sebagaimana dikutip dari Eurekalert via Tekno Liputan6.com.
Bahkan, menurut para peneliti, solusi verifikasi usia yang diidentifikasi di penelitian ini dapat dengan mudah diabaikan oleh anak-anak.
-
Bagaimana anak sosiopat berbohong? Semua anak berbohong, tetapi jika Anda melihat bahwa anak tidak hanya berbohong untuk menghindari hukuman, melainkan berbohong hanya karena bisa, ini bisa menjadi pertanda.
-
Mengapa anak sering berbohong? Sering berbohong manjadi salah satu tanda-tanda psikopat pada anak. Anak dengan tanda-tanda psikopat dapat memutar balikan fakta agar tetap terlihat baik di mata orangtua.
-
Siapa yang bilang media sosial berbahaya bagi anak? Seorang Ahli Bedah Umum asal Amerika Serikat (AS) Vivek Murphy mengatakan bahwa media sosial menghadirkan risiko besar bagi kesehatan mental remaja.
-
Apa saja bahaya media sosial untuk anak? Belum lagi prevalensi cyberbullying, diskriminasi, ujaran kebencian, dan postingan yang mempromosikan tindakan menyakiti diri sendiri yang dapat berinteraksi secara teratur dengan remaja, menurut APA.
-
Apa dampak negatif media sosial untuk anak? Seringkali, anak-anak tidak menyadari risiko yang mengancam akibat penggunaan media sosial yang berlebihan.
-
Kenapa anak mudah kecanduan media sosial? Anak-anak cenderung lebih mudah terjebak dalam kecanduan media sosial karena otak mereka sangat responsif terhadap kenyamanan yang ditimbulkan oleh dopamin.
Dalam studi bertajuk "Digital Age of Consent and Age Verification: Can They Protect Children?" peneliti utama Dr Liliana Pasquale menyoroti ancaman privasi dan keamanan yang mungkin muncul.
"Ini mengakibatkan anak-anak terpapar ancaman privasi dan keamanan seperti cyber-bullying, online grooming, atau paparan konten yang mungkin tidak sesuai untuk usia mereka," tutur Pasquale, yang juga merupakan asisten profesor di University College Dublin's School of Computer Science.
Media sosial yang diteliti termasuk Snapchat, Instagram, TikTok, HouseParty, Facebook, WhatsApp, Viber, Messenger, Skype, dan Discord. Penelitian ini menginvestigasi prosedur verifikasi usia pada April 2019 dan mengulanginya kembali pada April 2020.
Ditemukan bahwa sepuluh aplikasi media sosial itu mengizinkan pengguna, berapa pun usianya, untuk memasuki proses pendafataran akun, jika pengguna menuliskan usia 16 tahun tanpa bukti konkret.
"Studi kami menemukan bahwa meskipun beberapa aplikasi menonaktifkan pendaftaran jika pengguna memasukkan usia di bawah 13 tahun, tetapi jika usia 16 tahun diberikan sebagai input pada awal proses, tidak ada aplikasi yang menuntut bukti usia," ujar Pasquale.
Peraturan di AS dan Eropa
Pasquale mengatakan, meluasnya penggunaan usia 13 tahun sebagai usia minimum untuk mengakses layanan media sosial berasal dari Children's Online Privacy Protection Act (COPPA) yang berlaku di AS sejak tahun 2000.
Sementara itu, Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) di Eropa mewajibkan anak-anak di bawah Age of Digital Consent (13-16 tahun) untuk memiliki izin orang tua yang kemudian diverifikasi untuk pemrosesan data mereka.
Berpijak ke GDPR, negara-negara anggota Uni Eropa diberikan keleluasan untuk menetapkan Age of Digital Consent antara 13 dan 16 tahun. Misalnya, Irlandia, Prancis, Jerman, dan Belanda menetapkan 16 tahun, sementara Italia dan Spanyol menetapkan usia 14 tahun. Adapun Inggris, Denmark, dan Swedia menetapkan usia 13 tahun.
Langkah Untuk Platform
Tim peneliti menilai penggunaan biometrik seperti pengenalan suara dan karakteristik sidik jari dapat menjadi solusi untuk menerapkan mekanisme verifikasi usia lebih kuat. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan, misalnya untuk pengenalan suara, ia dapat mudah dilewati dengan memutarkan rekaman suara.
"Pada kenyataannya, penerapan sanksi finansial yang besar menjadi pemicu utama bagi penyedia aplikasi untuk menerapkan mekanisme verifikasi usia lebih efektif. Berdasarkan penelitian kami dan survei teknik pengenalan usia berbasis biometrik, kami mengusulkan sejumlah rekomendasi kepada penyedia aplikasi dan pengembang," kata dia.
Rekomendasi tersebut meliputi:
Sumber: Liputan6.comReporter: Mochamad Wahyu Hidayat
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penggunaan media sosial secara teratur dapat mengubah perkembangan otak anak-anak secara berbahaya, bahkan anak-anak di usia 13 tahun.
Baca SelengkapnyaPenelitian dari Amnesty Internasional menunjukkan bahaya dari konten TikTok, terutama untuk anak-anak dan remaja.
Baca SelengkapnyaAnak-anak berusia 3 hingga 5 tahun menunjukkan kepercayaan yang selektif berdasarkan keakuratan informannya.
Baca SelengkapnyaKorban diminta untuk mengisi beberapa pertanyaan dan diminta untuk mengirim foto
Baca SelengkapnyaApakah benar seseorang berusia di bawah 17 tahun boleh memiliki SIM A dengan syarat?
Baca SelengkapnyaPengawas data Irlandia yang mengatur TikTok di seluruh UE mengatakan aplikasi video milik China itu telah melakukan banyak pelanggaran.
Baca SelengkapnyaViral Remaja Cekoki Miras ke Anak TK di Tulungagung, Ini Pengakuannya saat Diinterogasi Warga
Baca SelengkapnyaAcara tunangan bocah usia SMP di Madura sempat menggegerkan warganet. Begini nasib mereka sekarang.
Baca SelengkapnyaOrang tua atau W melaporkan kejadian yang menimpa anaknya di Kabupaten Bengkalis.
Baca SelengkapnyaKapolsek Jagakarsa, Kompol Multazam mengatakan dua terduga pelaku penganiayaan berhasil diidentifikasi.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaModusnya, menggunakan identitas palsu untuk memperdaya lawan jenis atau dikenal dengan Love Scamming.
Baca Selengkapnya