Robot atau Manusia, Mana yang Lebih Dipercaya Anak-anak Dapat Informasi Baru?
Anak-anak berusia 3 hingga 5 tahun menunjukkan kepercayaan yang selektif berdasarkan keakuratan informannya.
Anak-anak berusia 3 hingga 5 tahun menunjukkan kepercayaan yang selektif berdasarkan keakuratan informannya
Robot atau Manusia, Mana yang Lebih Dipercaya Anak-anak Dapat Informasi Baru?
Di era digital ini, anak-anak dihadapkan pada begitu banyak informasi online, beberapa di antaranya tidak terverifikasi dan semakin banyak informasi yang diperoleh dari sumber non-manusia, seperti model bahasa yang digerakkan oleh AI.Mengutip Phys, Rabu (27/12), anak-anak berusia 3 hingga 5 tahun menunjukkan kepercayaan yang selektif berdasarkan keakuratan informannya saat mereka berhadapan dengan manusia dan robot, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Child Development.
"Anak-anak tidak hanya memercayai siapa pun untuk mengajarinya, mereka memercayai orang-orang yang dapat diandalkan di masa lalu. Kami percaya bahwa selektivitas dalam pembelajaran sosial ini mencerminkan munculnya pemahaman anak-anak tentang apa yang menjadikan sumber informasi yang baik (dapat diandalkan),"
Li Xiaoqian, seorang peneliti di Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD)..
-
Siapa yang mengoperasikan robot? Siswa MAN 2 Lebak Banten mengoperasikan teknologi Smart Farmer pada acara Devotion Experience (Dev-X) yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Jumat (5/1/2024).
-
Siapa saja yang bisa anak percaya? Ketahui Orang-orang yang Bisa Dipercaya
-
Robot apa yang bisa diajak bicara? Di samping itu, ada juga Figure AI yang menghadirkan 'Figure 01', humanoid serbaguna pertama yang dilengkapi dengan kemampuan berbicara dengan manusia.
-
Mengapa Robot AI lebih cepat dibanding manusia? Rekor robot ini sekitar 10 kali lebih cepat dibanding rekor tercepat manusia dalam memecahkan Rubik, yang diraih oleh Max Park pada tahun 2023 dengan kecepatan 3,13 detik.
-
Siapa yang menciptakan Robot AI? Para ilmuwan dari Technical University of Denmark (DTU), menciptakan model AI yang bernama Life2vec.
-
Siapa yang menciptakan robot ini? Para peneliti di Universitas Tianjin di Tiongkok telah menciptakan robot yang dikendalikan oleh sel otak manusia.
Pertanyaan kritisnya adalah bagaimana anak-anak menggunakan kecerdasan mereka untuk memutuskan kapan harus belajar dan siapa yang harus dipercaya.
Dalam studi tersebut, peserta dari taman kanak-kanak di Singapura seperti ChildFirst, Red SchoolHouse, dan Safari House, yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Lalu dibagi ke dalam kelompok usia rata-rata 4,5 tahun di bawah dan di atas menjadi kelompok “lebih muda” dan “lebih tua”.
Mereka dipasangkan dengan robot atau informan manusia, yang memberikan label akurat atau tidak akurat pada objek, seperti “bola” atau “buku”.
Peneliti kemudian menguji apakah identitas informan (manusia atau robot) dan rekam jejak sebagai informan yang dapat diandalkan serta usia anak mempengaruhi kepercayaan anak terhadap informan untuk memberi label sesuatu dengan benar di kemudian hari.
Peserta hanya dihadirkan satu informan selama penelitian, dan kepercayaan mereka diukur dari kesediaan mereka menerima informasi baru.
Robot sosial humanoid buatan SoftBank Robotics, NAO yang memiliki suara mirip manusia namun seperti robot, digunakan sebagai informan robot.
Agar kondisinya tetap sebanding, informan manusia mencocokkan gerakannya dengan gerakan robot.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa anak-anak bersedia menerima informasi baru baik dari informan manusia maupun robot yang sebelumnya telah memberikan informasi akurat, namun tidak dari informan yang berpotensi tidak dapat diandalkan dan pernah melakukan kesalahan di masa lalu—terutama jika informan tersebut adalah robot.
“Hasil ini mengimplikasikan bahwa anak-anak yang lebih muda dan lebih tua mungkin memiliki strategi kepercayaan selektif yang berbeda, terutama cara mereka menggunakan keandalan informan dan isyarat identitas ketika memutuskan siapa yang harus dipercaya,”
Li Xiaoqian, seorang peneliti di Universitas Teknologi dan Desain Singapura (SUTD).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa anak-anak mengandalkan faktor-faktor seperti usia, keakraban, dan bahasa untuk mengetahui apakah seorang informan dapat diandalkan atau tidak.Bisa jadi anak-anak yang lebih kecil lebih mengandalkan isyarat identitas seperti ini dibandingkan bukti epistemik.
Seiring bertambahnya usia, anak-anak lebih menekankan pada "apa yang Anda ketahui" daripada "siapa Anda" ketika memutuskan untuk memercayai seorang informan.