Jokowi Masuk Nominasi Pemimpin Korup, Kenapa Mahfud Yakini Tak Akan Diproses Hukum?
Mahfud MD angkat bicara soal nominasi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Eks Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara soal nominasi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Jokowi sebelumnya disebut masuk ke dalam kategori pemimpin dunia terkorup. Dia pun disandingkan dengan empat pemimpin dunia lainnya.
Meski demikian, Mahfud MD justru yakin Jokowi tak akan bisa diproses hukum hanya lantaran hal tersebut. Seperti apa pernyataan Mahfud MD? Simak ulasan selengkapnya berikut ini, dilansir dari kanal YouTube MerdekaDotCom, Kamis (9/1).
Mahfud MD Soal Nominasi Jokowi
Eks Menko Polhukam Mahfud MD dalam suatu perbincangan yang berlangsung di program pribadinya bertajuk 'Terus Terang Mahfud MD' melalui kanal YouTube Mahfud MD Official turut bersuara mengenai nominasi Jokowi.
Mahfud MD menilai, nominasi yang berasal dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) itu hanya sebatas opini publik yang terbentuk melalui kegiatan jurnalisme. Dia bahkan menegaskan jika dirinya bersikap biasa saja dan menerima saat mendengar hal demikian.
"Pertama begini, OCCRP itu kan merekam suara publik melalui kegiatan jurnalisme. Ya biasa saja, kita terima saja. Itu sebagai penilaian," ungkapnya.
Lebih lanjut, opini publik yang digiring OCCRP bukan menjadi bukti hukum nyata. Nominasi pemimpin terkorup yang disematkan ke Presiden ke-7 RI itu bahkan memiliki nilai yang sama dengan pendapat dari lembaga internasional setara World Bank dan lain sebagainya.
"Dan itu bukan bukti hukum. Kalau bicara soal itu kan nanti penegak hukum. Ya itu harus diterima, meski belum tentu benar. Misal kata dari World Bank tentang prediksi, kan begitu kita juga percaya, ya macam-macam lah," imbuh Mahfud MD.
Tegaskan Jokowi Tak Akan Diproses Hukum
Meski demikian, opini yang terbentuk dari kumpulan pendapat publik itu bisa menjadi jalan pembuka menuju transformasi hukum di suatu negara.
"Tapi biasanya opini dari masyarakat itu bisa menjadi pintu untuk bagaimana menilai hukumnya, kan begitu," terangnya.
Mahfud MD pun turut menegaskan, jika publik hendaknya mengambil pelajaran penting di setiap opini yang terungkap ke publik.
Namun sekali lagi Mahfud mengungkap, Jokowi tak akan bisa diproses hukum hingga ke meja hijau hanya karena disebut dalam kategori pemimpin terkorup oleh OCCRP.
"Ambil pelajaran pentingnya saja. (Tapi) Pak Jokowi tidak akan masuk ke kasus hukum hanya karena soal ini," tegasnya.
Jokowi jadi Nominasi Pemimpin Korup
Berdasarkan laporan OCCRP, Jokowi sebelumnya telah disebut masuk lima besar yang paling banyak dipilih sebagai tokoh paling korup di dunia. Nama Jokowi masuk bersama Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Hasina, dan Pengusaha dari India Gautam Adani.
OCCRP mengumumkan, Presiden Suriah Bashar Al Assad yang telah digulingkan baru-baru ini menjadi pemenang Person of the Year 2024 in Organized Crime and Corruption. Nominasi ini berdasarkan dari para pembaca, jurnalis, juri Person of the Year, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP.
Laman tersebut tidak memuat data apa pun terkait Jokowi. Hanya ada profil dewan juri, semisal Alia Ibrahim, CEO media daraj.com; dan pendiri OCCRP yaitu Paul Radu dan Drew Sullivan.
"Kami meminta nominasi dari para pembaca, jurnalis, juri Person of the Year, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP," kata OCCRP dalam keterangannya dikutip Selasa (31/12).
KPK Persilakan Pihak Punya Bukti Lapor
Berdasarkan hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mempersilakan kepada pihak yang memiliki bukti agar segera melaporkan.
"KPK mempersilakan bila ada pihak-pihak yang memiliki informasi dan bukti pendukung, tentang adanya perbuatan tindak pidana korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara, untuk dapat dilaporkan," ujar Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (2/1).
Tessa kemudian menyinggung semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di muka hukum. Oleh sebab itu, KPK mempersilakan kepada pihak-pihak menggunakan hak hukumnya ke aparat penegak hukum yang ada.
"Baik itu ke KPK, maupun ke Kepolisian atau Kejaksaan yang memang memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi," pungkas Tessa.