Beda Sikap 2 Menteri Jokowi soal TikTok Shop, Mana yang Bikin UMKM Lokal Babak Belur?
Pro kontra TikTok Shop di Indonesia terus berlanjut.
Pro kontra TikTok Shop di Indonesia terus berlanjut.
Beda Sikap 2 Menteri Jokowi soal TikTok Shop, Mana yang Bikin UMKM Lokal Babak Belur?
TikTok Shop tengah menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir usai dilarang menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) mengatakan, larangan ini untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan UMKM Indonesia.
Terlebih, kata Teten, Indonesia bukan merupakan negara pertama yang melarang TikTok untuk menjalankan bisnis sosial commerce.
Penolakan serupa telah dilakukan oleh dua negara lain sebelumnya yakni Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," kata Menteri Teten di Jakarta beberapa waktu lalu.
Merdeka.com
Selain itu, Menteri Teten mengendus TikTok Shop menjalankan praktik cross border yang membuat produk UMKM gagal bersaing di negeri sendiri. Cross border trading merupakan masuknya barang impor ke suatu negara tanpa melewati proses pemeriksaan pabean."Ritel dari luar negeri tidak boleh lagi menjual produknya langsung ke konsumen. Mereka harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu, setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia," ucapnya.
Dia menyebut, pelaku UMKM yang berdagang di TikTok Shop mayoritas hanyalah pengecer (reseller) dari barang yang diproduksi dari China. Bahkan, jumlahnya mencapai hingga 80 persen.
"Babak belur kita, 80 persen UMKM yang jualan di e-commerce dan social commerce hanyalah seller (penjual) produk-produk impor terutama dari China," ucapnya.
Meski begitu, TikTok tetap diperbolehkan untuk berjualan di Indonesia tapi tidak bisa disatukan dengan media sosial. Hal ini untuk mempermudah pengawasan pemerintah.
Di sisi lain, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno justru tidak setuju jika TikTok Shop dilarang total di tanah air. Dia beralasan pemerintah masih membahas regulasi untuk TikTok di Indonesia.
"Kita minta masukan dari para pelaku UMKM terkait regulasi tersebut. Kita sedang rumuskan. Temen-temen mohon diberikan masukan," kata Sandiaga di Solo, Jumat (15/9).
Saat ini, kementerian yang dipimpin Sandiaga telah bekerja sama dengan TikTok Indonesia untuk membantu pemasaran produk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Setali tiga uang, Pengamat ekonomi digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai tidak tepat rencana pemerintah melarang penjualan platform TikTok Shop. Menyusul, dugaan perang harga yang membuat produk UMKM gagal bersaing.
Huda menjelaskan, larangan penjualan TikTok Shop justru akan menghambat upaya pemerintah dalam mendorong UMKM go digital. Padahal, digitalisasi memegang peranan penting dalam mengembangkan bisnis UMKM di era saat ini.
Dia pun menyebut kebijakan larangan penjualan oleh TikTok Shop tersebut dianggap sebagai bentuk kemunduran di era digitalisasi.
"Jadi, jika sosial media (TikTok Shop) dilarang untuk berjualan, itu memutus satu step UMKM bisa go digital dan sebuah langkah mundur dari pemerintah," ujarnya saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Senin (18/9).
Merdeka.com
Seharusnya, pemerintah mengatur strategi penjualan TikTok Shop layaknya e-commerce. Yakni, dengan memisahkan sosial media dan bisnis penjualan.
"Yang harusnya dilakukan adalah mengatur social commerce ini agar bisa setara dengan ecommerce ataupun pedagang offline," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah harus lebih memperkuat perlindungan terhadap produk-produk UMKM dari serbuan barang impor. Caranya dengan kebijakan pemberian disinsentif bagi produk-produk impor dan kebijakan lainnya yang menguntungkan pelaku UMKM domestik.
"Perlu proteksi produk lokal dengan memperketat produk impor dan pemberian disinsentif terhadap produk impor, serta insentif bagi produk lokal," pungkasnya.
Namun, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira justru setuju dengan keputusan pemerintah untuk melarang aplikasi Tiktok berjualan sambil menjalankan bisnis media sosial secara bersamaan. Kebijakan serupa juga diterapkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan India.
"Larangan (penjualan) ini ada benarnya juga," kata Bhima saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Jumat (8/9).
"Untuk mengantisipasi kemungkinan cross border itu terjadi, maka harus ada pemisahan. Sehingga jangan sampai ada retail dari China langsung mengirim. Tapi sejauh ini tiktok bilang belum kan untuk cross border," bebernya.
Selain itu, keputusan untuk melarang TikTok berjualan sambil menjalankan bisnis sosial media bertujuan untuk mempermudah pengawasan pemerintah. Mengingat, izin kegiatan perniagaan ada di ranan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sementara untuk pengawasan aktivitas sosial media berada di naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). "Jadi pengawasannya lebih gampang, kalau nggak nanti pengawasan susah. Padahal, TikTok konten sosial commerce tapi ada yang nyerempet ke Undang-Undang ITE, nanti pengawasan gimana mau di awasi Kemendag atau Kominfo itu mungkin yang jadi masalah," paparnya.