Bisnis Waralaba di Indonesia Masih Kalah Saing dengan Malaysia dan Filipina
Dukungan yang diberikan pemerintah kepada franchise lokal hanya pada tahap akhir, seperti pameran.
Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Anang Sukandar menilai industri waralaba di tanah air masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Filipina dan Malaysia. Padahal, potensi pasar domestic Indonesia jauh lebih besar dengan kelompok kelas menengah besar, yang berjumlah sekitar 100 juta orang atau lebih dari 30 persen dari total populasi.
"Jadi kalau menurut hemat saya, sekarang masih remeng-remeng karena perkembangan, mestinya perkembangan indonesia masih baik, walaupun kalo bidang franchise itu ketinggalan, ketinggalan dibandingkan Filipina kita ketinggalan banget, Malaysia kita ketinggalan," kata Anang dalam acara konfrensi pers The 22nd International Franchise, Lisence and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2024, Jakarta, Rabu (7/8).
Namun, Sukandar juga mengakui tantangan yang dihadapi industri franchise lokal. Dia menjelaskan banyak pelaku franchise lokal yang kalah bersaing dengan brand asing, terutama karena kurangnya pembinaan dan dukungan di tahap awal.
Menurutnya, seringkali, dukungan yang diberikan pemerintah kepada franchise lokal hanya pada tahap akhir, seperti pameran.
Padahal, dukungan yang efektif harus dimulai dari inkubator dan berlanjut dengan pembinaan intensif selama minimal dua tahun
"Itu pertama saya kira, kita tuh sering kali asalan, kedua contoh perlu juga dibina. Dibina dalam hal ini, ya maaf ya, menyalahkan gitu. Tapi ini memang terjadi loh. Yang dibantu oleh pemerintah adalah kalau sudah jadi tinggal pameran. Padahal, ya itu nggak mungkin dari, hanya di ujungnya saja" papar dia.
"Franchise tuh harusnya kalau mau benar, dilakukannya mulai dari inkubator. Tau ya inkubator? Itu kan masih awal sekali. Dan inkubator itu musti tetap dipegang," sambungnya.
Cara agar iklim waralaba di Indonesia berkembang pesat
Dia melanjutkan keberhasilan dalam industri franchise memerlukan pendekatan yang lebih menyeluruh, dimulai dari tahap inkubasi hingga pendampingan berkelanjutan.
Dengan upaya tersebut, Anang percaya industri franchise di Indonesia dapat berkembang lebih pesat dan bersaing dengan lebih baik di pasar global.
"Dengan pembinaan dan pendampingan. It takes at least 2 years kalau menurut saya. Paling sedikit 2 tahun. 10 bulan, 10 bulan. 2 kali 10 bulan. Menurut saya, kalau mau benar dari yang tidak ada, berkembang, menjadi suatu usaha," pungkas Anang.