China Geram, Amerika Serikat Beri Dana Bantuan Militer Rp8,1 Triliun ke Filipina
Aksi Manila ini sering memicu konflik terbuka dengan penjaga pantai China.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian mempertanyakan langkah Amerika Serikat yang memberikan bantuan militer senilai USD 500 juta (sekitar Rp8,1 triliun) kepada Filipina sebagai langkah untuk memperkuat hubungan dengan Manila.
"Kami menyarankan negara-negara terkait untuk menegakkan keamanan dan pembangunan, perdamaian maupun stabilitas regional dengan kemampuan mereka sendiri," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing dikutip di Jakarta, Kamis (1/8)
Pengumuman pemberian bantuan militer tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, Selasa (30/7). Blinken bersama Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin sedang berada di Manila sebagai bagian dari tur Asia-Pasifik untuk memperkuat aliansi Washington untuk menghadapi pengaruh Beijing.
"AS bukanlah pihak terkait dalam masalah Laut China Selatan dan tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam masalah maritim antara China dan Filipina," tambah Lin Jian.
Filipina, menurut Lin Jian, juga harus sadar bahwa mengkooptasi negara-negara di luar kawasan untuk memprovokasi konfrontasi di Laut China Selatan hanya akan merusak stabilitas regional dan memperburuk ketegangan.
"Mencoba membawa kekuatan eksternal untuk menjaga keamanannya sendiri hanya akan menyebabkan ketidakamanan yang lebih besar dan bahkan menjadikannya sebagai pion bagi pihak lain," ungkap Lin Jian.
Setiap tindakan menghasut konfrontasi politik dan militer antarblok, kata Lin Jian, adalah sikap ang tidak populer dan bahkan dapat berdampak lebih buruk.
"Satu-satunya pilihan yang tepat adalah menjunjung tinggi hubungan negara yang saling bertetangga dan bersahabat, kembali ke dialog dan konsultasi serta menjunjung tinggi otonomi masing-masing," kata Lin Jian.
Dalam konferensi pers itu, Lin Jian juga menyinggung pengerahan rudal jarak menengah Typhon milik Amerika Serikat ke Filipina sebagai bagian dari latihan militer gabungan pada awal tahun ini meski sistem itu tidak ditembakkan selama latihan.
Menurut dia, pengerahan rudal Typhon itu hanya akan memicu ketegangan dan konfrontasi serta perlombaan senjata di kawasan padahal kawasan ini membutuhkan perdamaian dan kemakmuran, dan tidak membutuhkan konfrontasi.
"Kami mendesak negara-negara yang terkait untuk mendengarkan seruan semua negara di kawasan, memperbaiki praktik keliru mereka sesegera mungkin, menarik sistem pertahanan militer yang tidak sesuai dengan komitmen publik sebelumnya, dan menahan diri untuk tidak melangkah lebih jauh ke jalan yang salah," katanya.
Menlu AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos sebelum melanjutkan pembicaraan "2+2" bersama mitra Filipina mereka, Enrique Manalo dan Gilberto Teodoro.
Kunjungan tingkat tinggi tersebut berlangsung menyusul serangkaian konfrontasi antara kapal Filipina dan China di Laut China Selatan yang disengketakan China dan beberapa negara Asia Tenggara, khususnya Filipina yang menimbulkan kekhawatiran bahwa Washington bisa terlibat dalam konflik karena memiliki perjanjian pertahanan dengan Manila.
Pendanaan tersebut merupakan bagian dari alokasi militer asing sebesar dua miliar AS yang disetujui AS pada April 2024. Bantuan ini mendukung Filipina dalam memodernisasi angkatan bersenjatanya, yang termasuk salah satu yang terlemah di Asia, serta memperkuat kemampuan penjaga pantai.
Sekitar USD 125 juta dari pendanaan tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan dan perbaikan sebagian markas-markas militer Filipina yang akan dipakai pasukan AS, sesuai Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan pada 2014.
Pemerintah China mengklaim memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas kepulauan yang disebut 'Nanhai Zhudao' di Laut China Selatan. Kepulauan tersebut terdiri atas Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly, dan area Tepi Macclesfield.
Namun, sejak 1999, Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre di kawasan terumbu karang Ren'ai Jiao atau disebut Filipina sebagai 'Beting Ayungin' dan mengirim logistik untuk mengisi perbekalan maupun orang ke markas terapung tersebut. Aksi Manila ini sering memicu konflik terbuka dengan penjaga pantai China.