Harga minyak longsor, utang raksasa migas cetak rekor
Merdeka.com - Sejumlah perusahaan energi raksasa ditengarai tengah kian terbebani utang, menyusul tren penurunan harga minyak mentah. Ini meningkatkan kekhawatiran akan kemampuan mereka membayar dividen dan menemukan sumber minyak baru.
The Wall Street Journal, kemarin, melaporkan bahwa jumlah utang bersih empat raksasa migas dunia mencapai USD 184 miliar. Naik lebih dari dua kali lipat ketimbang jumlah utang pada 2014, kala harga minyak mentah mulai terlihat longsor hingga akhirnya sempat menyentuh titik terendah, USD 27 per barel awal tahun ini.
Adapun empat raksasa itu adalah Exxon Mobil Corp., Royal Dutch Shell PLC, BP PLC, dan Chevron Corp. Eksekutif ke empat korporasi tersebut telah menyakini para investor bahwa mereka bakal memiliki cukup uang untuk membayar dividen dan investasi pada 2017.
-
Apa yang meningkat 1.540% sejak 2022? 'Hasil riset mengungkapkan adanya lonjakan 1.540 persen kasus penipuan menggunakan deepfakce di wilayah APAC sejak 2022 hingga 2023. Risetnya itu berjudul VIDA Where’s The Fraud - Protecting Indonesia Business from AI Generated Fraud.'
-
Kapan Shell mendirikan kilang minyak di Palembang? Dihimpun dari berbagai sumber, dalam sebuah buku 'Pertamina: Indonesian National Oil' karya Anderson G. Barlett ini ada sebuah kilang minyak yang didirikan perusahaan Belanda bernama Shell di kota Palembang pada tahun 1904 atau empat tahun sebelum berdirinya Boedi Oetomo.
-
Dimana penemuan minyak pertama Shell? Perjalanan Shell dimulai pada akhir abad ke-19 di Sumatra Utara, ketika Aeilko Jans Zijklert menemukan cadangan minyak mentah komersial pertama di Telaga Tunggal.
-
Bagaimana kekayaan miliarder di Amerika Serikat berubah? - Total kekayaan mencapai USD4,5 triliun, turun USD200 miliar dari tahun sebelumnya
-
Apa produk unggulan Shell di Indonesia? Produk-produk unggulan seperti Shell V-Power dan Shell Diesel Extra menjadi pilihan favorit konsumen di Indonesia.
-
Mata uang apa yang nilainya paling tinggi? Mata uang memiliki peran sentral dalam mencerminkan kondisi ekonomi suatu negara.Namun, kekuatan sebuah mata uang sebenarnya dapat diukur melalui daya belinya terhadap barang, jasa, atau mata uang lainnya.
Namun, para pemegang saham menanggapi skeptis. "Perusahaan-perusahaan itu tidak akan mampu menjaga kemampuan membayar dividennya di level USD 50-USD 60. Minyak ini tidak berkelanjutan," kata Michael Hulme, Manajer Carmignac Commodities Fund yang memiliki saham di Shell dan Exxon.
Hal senada diungkapkan Jonathan Waghorn, manajer portofolio Guinness Atkinson Asset Management Inc. Menurutnya, tumpukan utang bakal melumpuhkan kemampuan perusahaan untuk investasi dan menggenjot produksi migas.
"Anggaran belanja mereka tidak akan cukup untuk meningkatkan produksi," kata Jonathan. Perusahaannya mengontrol lebih dari USD 400 dana investasi energi juta. Termasuk didalamnya kepemilikan saham Exxon, BP, Chevron, dan Shell.
Raksasa migas itu meyakini bahwa mereka memiliki banyak cara untuk mengikis tumpukan utang tersebut. Diantaranya, penjualan aset, menawarkan investor penambahan kepemilikan saham ketimbang pembayaran dividen, dan penghematan.
Mereka juga mengatakan bahwa tumpukan utang tersebut hanya bersifat sementara. Itu akan menyusut seiring penaikan harga minyak mentah dan selesainya restrukturisasi perusahaan.
Namun, para analis dan investor berpendapatan bahwa penurunan tajam harga minyak bakal membuat perusahaan kian sulit mengumpulkan duit dengan cara penjualan aset untuk melunasi utang. Mengalihkan kepemilikan saham ke investor juga dinilai hanya akan menimbun kesulitan bayar dividen di kemudian hari.
Disisi lain, keuntungan besar yang masih didapat perusahaan dari bisnis pengilangan diperkirakan bakal segera berakhir. Sebab, produksi bensin yang melimpah membuat erosi harga bahan bakar.
"Pertanyaannya bisakah mereka melewati tahun ini dan tahun depan tanpa harus melakukan sesuatu yang radikal, seperti, memangkas pembayaran dividen?" kata Iain Reid, Analis Senior Macquarie Capital. (mdk/yud)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perekonomian global akan menghadapi guncangan energi ganda untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.
Baca SelengkapnyaSerangan balasan Iran ke Israel memicu kenaikan harga minyak dunia dan berakibat subsidi BBM bengkak.
Baca Selengkapnyakenaikan anggaran perlinsos tahun ini utamanya disumbang lebih besar oleh kenaikan anggaran subsidi energi dan pergerakan nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaSKK Migas menargetkan lifting minyak hingga 1 juta barel per hari hingga 2030.
Baca SelengkapnyaData pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaSelama kurang lebih dua dekade terakhir, industri hulu migas telah menjadi penyumbang kedua terbesar penerimaan negara setelah pajak.
Baca SelengkapnyaAlokasi APBN untuk subsidi BBM memang sangat memberatkan jika harga minyak dunia tembus di kisaran USD 90 per barel.
Baca SelengkapnyaDua segmen bisnis utama Pertagas, transportasi gas dan minyak yang berkontribusi sekitar 54 persen terhadap kinerja keuangan.
Baca SelengkapnyaPermendag terkait HET MinyaKita telah diharmonisasi pada Kamis (18/7) malam.
Baca SelengkapnyaJumlah utang ini naik dua kali lipat dari tahun 2022.
Baca Selengkapnyasepanjang 2022, Israel menumpuk utang USD 16,9 miliar atau sekitar 63 miliar shekel.
Baca SelengkapnyaRekor produksi minyak dan gas tersebut menjadi momentum yang sudah ditunggu-tunggu sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran produksi migas akan merosot.
Baca Selengkapnya