Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengenal Suku Baduy, Warga Pedalaman yang Ingin Bebas dari Sinyal Internet

Mengenal Suku Baduy, Warga Pedalaman yang Ingin Bebas dari Sinyal Internet Baduy. ©2021 Merdeka.com/Antara

Merdeka.com - Tetua adat Suku Badui telah mengirim surat kepada Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya untuk menyampaikan permohonan peniadaan sinyal internet di wilayah permukiman mereka. Sebab, selain mendatangkan manfaat, kemudahan mengakses jaringan internet menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Badui.

Suku Badui atau kadang hanya sering disebut Badui, terkadang ditulis secara tidak baku sebagai Baduy merupakan sekelompok masyarakat adat Sunda di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mereka merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menutup diri mereka dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Badui Dalam.

Suku Badui termasuk sub-suku dari suku Sunda, mereka dianggap sebagai masyarakat Sunda yang belum terpengaruh modernisasi atau kelompok yang hampir sepenuhnya terasing dari dunia luar.

Orang lain juga bertanya?

Masyarakat Badui menolak istilah "wisata" atau "pariwisata" untuk mendeskripsikan kampung-kampung mereka. Sejak 2007, untuk mendeskripsikan wilayah mereka serta untuk menjaga kesakralan wilayah tersebut, masyarakat Badui memperkenalkan istilah "Saba Budaya Badui", yang bermakna "Silaturahmi Kebudayaan Badui".

Suku Badui bermukim di wilayah di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Permukimannya terpusat di daerah aliran sungai pada sungai Ciujung yang termasuk dalam wilayah Cagar Budaya Pegunungan Kendeng.

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka. Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Badui Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.

Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua (warna tarum) serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.

Badui Dalam dan Badui luar

Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian peraturan yang dianut oleh Orang Kanekes Dalam antara lain:

- Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi

- Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki

- Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)

- Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)

- Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.

Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Badui Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna biru gelap (warna tarum).

Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar:

- Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.- Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam- Menikah dengan anggota Kanekes Luar

Ciri-ciri masyarakat orang Kanekes Luar

- Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.

- Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam

- Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.

- Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.

- Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.

- Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan.

Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.

Asal Usul

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes, mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Pendapat mengenai asal usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan China, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya.

Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda.

Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan.

Untuk itu diperintahkan lah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000).

Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Kanekes sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Kanekes adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146).

Orang Kanekes sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Badui merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala' (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha.

Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan.

(mdk/azz)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Hilangkan Sinyal Internet, Cara Suku Baduy Menjaga Harmonisasi Budaya Leluhur
Hilangkan Sinyal Internet, Cara Suku Baduy Menjaga Harmonisasi Budaya Leluhur

Suku Baduy Dalam berusaha kuat menjaga tradisi dan aturan budaya yang telah dijalankan leluhur mereka.

Baca Selengkapnya
Perjuangan Bebas Blankspot: Ungkapan Syukur dari Masyarakat Desa yang Kini Terkoneksi
Perjuangan Bebas Blankspot: Ungkapan Syukur dari Masyarakat Desa yang Kini Terkoneksi

Sinyal internet yang kini bisa diakses membawa kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat di daerah yang tadinya blankspot.

Baca Selengkapnya
Terapkan Sanksi Adat, Begini Akibatnya Jika Nekat Foto-Foto di Kampung Baduy Dalam
Terapkan Sanksi Adat, Begini Akibatnya Jika Nekat Foto-Foto di Kampung Baduy Dalam

Kabarnya, orang yang nekat foto-foto di Baduy Dalam tidak bisa pulang.

Baca Selengkapnya
Curhat Warga Desa Watuagung Banyumas ke Ganjar Tak Ada Sinyal Internet Gara-Gara Tak Ada Menara BTS
Curhat Warga Desa Watuagung Banyumas ke Ganjar Tak Ada Sinyal Internet Gara-Gara Tak Ada Menara BTS

Warga berharap, ketika Ganjar menjadi Presiden di 2024 ini, Desa Watuagung bisa mendapatkan tower BTS, sehingga warga bisa mendapat jaringan sinyal internet.

Baca Selengkapnya
Menjelajah Kekayaan Tradisi Baduy di Imah Saba Budaya, Wajib Dikunjungi Sebelum Masuk ke Kampung Adat
Menjelajah Kekayaan Tradisi Baduy di Imah Saba Budaya, Wajib Dikunjungi Sebelum Masuk ke Kampung Adat

Sebelum masuk ke kampung Baduy, ada baiknya mengenal sekilas di Imah Saba Budaya

Baca Selengkapnya
Menilik Suasana Pagi di Kampung Baduy, Pemandangan Jalan Setapak di Hutan Indah Banget
Menilik Suasana Pagi di Kampung Baduy, Pemandangan Jalan Setapak di Hutan Indah Banget

Perpaduan pepohonan rindang dengan jalan setapak di perkampungan Baduy menghasilkan pemandangan yang indah dan estetik terutama saat pagi hari.

Baca Selengkapnya
Akses Internet untuk Semua, Wifi Gratis Kini Bisa Dinikmati di Sekolah hingga Posyandu Daerah Terpencil
Akses Internet untuk Semua, Wifi Gratis Kini Bisa Dinikmati di Sekolah hingga Posyandu Daerah Terpencil

Tepat pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 2024 lalu, akses internet menjadi kado spesial untuk mereka.

Baca Selengkapnya
Mayjen TNI Ngobrol Bareng Suku Unik Bunggu, Masyarakat Adat yang Pindah dari Pohon ke Pohon
Mayjen TNI Ngobrol Bareng Suku Unik Bunggu, Masyarakat Adat yang Pindah dari Pohon ke Pohon

Ada momen menarik saat sang jenderal menikmati waktu bersama Suku Bunggu di lokasi.

Baca Selengkapnya
Tangguhnya Warga Baduy saat Jualan Madu, Siap Jalan Kaki Ratusan Kilometer sampai Jakarta
Tangguhnya Warga Baduy saat Jualan Madu, Siap Jalan Kaki Ratusan Kilometer sampai Jakarta

Warga Baduy punya alasan mengapa rela jalan ratusan kilometer tanpa alas kaki untuk jualan madu.

Baca Selengkapnya
Tinggal Dekat dengan Perbatasan Malaysia, Begini Kehidupan Masyarakat Suku Dayak Iban
Tinggal Dekat dengan Perbatasan Malaysia, Begini Kehidupan Masyarakat Suku Dayak Iban

Secara tradisional, mereka tinggal di sebuah rumah kayu yang bentuknya memanjang.

Baca Selengkapnya
Merdeka Sinyal, Ini Kisah Masyarakat NTT yang Akhirnya Bisa Menggunakan Internet di Era Jokowi
Merdeka Sinyal, Ini Kisah Masyarakat NTT yang Akhirnya Bisa Menggunakan Internet di Era Jokowi

Jokowi, selama era kepemimpinannya, membantu masyarakat dari daerah 3T untuk dapat menikmati akses internet dengan lebih mudah.

Baca Selengkapnya
Ternyata Kampung Baduy Tak Pernah Disentuh Penjajah, Begini Cara Warga Kelabui Belanda
Ternyata Kampung Baduy Tak Pernah Disentuh Penjajah, Begini Cara Warga Kelabui Belanda

Para leluhur Baduy di masa silam mengelabui Belanda dengan mengatakan bahwa di kampung tersebut hanya ada sedikit penduduk.

Baca Selengkapnya