Proyek Pembangunan Terminal 4 Bandara Soekarno-Hatta yang Diusulkan Jokowi Akhirnya Dibatalkan
Tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan kapasitas penumpang Bandara Soekarno-Hatta agar mampu menampung lonjakan jumlah pengguna layanan transportasi udara.
Rencana pembangunan Terminal 4 Bandara Soekarno-Hatta dengan estimasi biaya sebesar Rp14 triliun diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Keputusan ini diambil setelah melalui kajian mendalam yang menyimpulkan bahwa pembangunan terminal baru tersebut tidak diperlukan.
Proyek ini pertama kali diusulkan pada tahun 2020 atas arahan Presiden Joko Widodo. Tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan kapasitas penumpang Bandara Soekarno-Hatta agar mampu menampung lonjakan jumlah pengguna layanan transportasi udara. Namun, kajian terbaru menunjukkan bahwa kapasitas bandara dapat ditingkatkan tanpa harus menambah terminal baru.
Direktur Utama PT Angkasa Pura (Injourney Airports), Faik Fahmi menjelaskan bahwa pihaknya memilih untuk mengoptimalkan terminal yang sudah ada.
"Jadi di master plan kita yang awal kan kita rencana membangun Terminal 4. Tapi setelah kita evaluasi, ternyata kita bisa meningkatkan kapasitas di Soekarno-Hatta tanpa harus membangun terminal baru atau menambah luasan area baru. Kami akan fokus pada optimalisasi area eksisting di Terminal 1, 2, dan 3," kata Faik kepada media, di Bandara Soekarno Hatta, Tanggerang, Jumat (20/12).
Menurutnya, langkah optimalisasi ini melibatkan pemanfaatan maksimal area yang ada di ketiga terminal. Dengan strategi tersebut, kapasitas bandara yang saat ini hanya mampu menampung sekitar 64 juta penumpang per tahun dapat ditingkatkan hingga 94 juta penumpang tanpa pembangunan terminal tambahan.
"Sehingga yang tadinya kita dengan kondisi sekarang hanya bisa menampung sekitar 64 juta penumpang, nanti bisa sampai ke 94 tanpa harus membangun Terminal 4," jelas dia.
Penerapan Teknologi Canggih
Faik mengungkapkan teknologi akan menjadi kunci utama dalam strategi optimalisasi ini. Salah satu teknologi yang akan diterapkan adalah Automated Tray Return System (ATRS), yang mampu mempercepat proses pemeriksaan keamanan.
"Ini kan jadi bisa mempercepat proses yang tadinya lama terus bisa lebih cepat. Jadi satu orang ini nanti membutuhkan waktu yang lebih pendek. Sehingga bisa kita atur lagi manajemen operasinya secara lebih baik," tambahnya.
Selain itu, teknologi berbasis prediksi seperti slot manajemen dan manajemen operasi berbasis trafik juga akan diterapkan. Teknologi ini memungkinkan pengelola bandara untuk memproyeksikan jumlah penumpang yang akan dilayani dalam satu atau dua hari ke depan. Dengan demikian, sumber daya, baik alat maupun petugas, dapat disiapkan secara lebih efektif.
"Misalnya tanggal 20 akan terjadi penumpukan jumlah penumpang karena peaknya Nataru ya, tanggal 20. Tanggal 18 kita sudah tahu nih berapa trafik yang akan datang di jam berapa. Karena per jamnya itu ada," papar Faik.
"Jadi kita sudah bisa siapkan untuk petugas check-innya harus disiapkan berapa. Terus kemudian alat yang harus kita siapkan berapa, itu sudah ada semua," lanjutnya.
Langkah ini diharapkan dapat mengatasi berbagai keluhan terkait penumpukan penumpang dan antrean panjang di bandara. Dengan pendekatan yang bersifat prediktif, pengelola bandara optimis pelayanan kepada penumpang akan lebih efisien dan nyaman di masa mendatang.
"Sehingga keluhan-keluhan yang selama ini muncul karena adanya penumpukan, masalah-masalah antrian panjang, diharapkan dengan konsep yang kita siapkan sudah akan bisa kita selesaikan," tutup Faik.