Sejarah Kelam Pasar Tanah Abang, Wujud Impian Pejabat Kaya VOC
Pada Desember tahun 1996 sempat terjadi bentrok antar preman di Pasar Tanah Abang hingga merenggut korban jiwa.
Pasar Tanah Abang merupakan pasar yang diinisiasi oleh Yustinus Vink.
Sejarah Kelam Pasar Tanah Abang, Wujud Impian Pejabat Kaya VOC
Sejarah Pasar Tanah Abang
Masyarakat Pulau Jawa mungkin sudah lama mendengar Pasar Tanah Abang. Pasar yang disebut sebagai sentra tekstil terbesar di Asia Tenggara itu rupanya menyimpan sejarah cukup kelam selama beroperasi. Dalam Buku berjudul Tenabang Tempo Doeloe karya Abdul Chaer menjelaskan bahwa Pasar Tanah Abang merupakan pasar yang diinisiasi oleh Yustinus Vink, seorang pejabat kaya VOC (kongsi dagang Hindia-Belanda), untuk mendirikan pasar di atas dua lahan miliknya pada tahun 1733.
Dia ingin membangun dua pasar, yang satu berada di wilayah Weltevreden, sekarang Pasar Senen, lainnya berada di Tanah Abang.
Alasan Vinck membangun pasar setelah melihat perkembangan Batavia yang mulai dipenuhi pemukiman baru. Ada juga pembukaan kebun-kebun baru seperti kebun kacang, kebun jahe, kebun pala, kebun sirih, dan kebun melati.
Vinck kemudian meminta izin Gubernur Jenderal VOC yang saat itu dijabat oleh Jenderal Abraham Patras. Izin itu kemudian disetujui. Vinck dibolehkan membangun pasar. Jenderal Abraham melalui suratnya menyatakan waktu operasional pasar milik Vinck tersebut. "Pasar diselenggarakan hari Senin untuk pasar Weltevreden, hari Sabtu untuk pasar yang akan dibangun di bukit Tanah Abang," tulis Abraham Patras dalam suratnya kepada Vinck.
Dalam surat itu juga diatur jenis komoditas yang dijual. Pasar Welteverden (Pasar Senen) untuk jenis sayur-mayur dan keperluan sehari-hari. Sedangkan Pasar Tanah Abang menjual tekstil, kelontong dan sedikit sayuran.
Di 5 tahun pertama, aktivitas di pasar Vinck cukup ramai. Namun, ujian melanda. Pasar Tanah Abang diserang dari kelompok Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Von Imhoff pada 8 Oktober 1740.
Serangan itu merupakan respons atas perilaku agresif orang-orang keturunan China di Tanah Abang terhadap pos jaga VOC.
Seperti diketahui, di Pasar Tanah Abang saat itu banyak orang keturunan China tinggal di sekitar kawasan Pasar Tanah Abang dan menjadi pedagang di sana.
Konflik antara warga keturunan China dan pihak VOC mereda. Bahkan, warga keturunan China mendapatkan kepercayaan dan kekuasaan untuk memungut cukai pasar secara borongan. Memasuki tahun 1800-an hari buka pasar tidak lagi cuma pada Sabtu melainkan pada hari Rabu. Seiring ramainya aktivitas di Pasar Tanah Abang, pemerintah kolonial memutuskan untuk merenovasi pasar karena bangunan cenderung rapuh dan kumuh.
Pada tahun 1942, memasuki masa pendudukan Jepang. Pasar Tanah Abang kembali terusik. Kios-kios di Pasar Tanah Abang kosong. Namun, kebangkitan Pasar Tanah Abang kembali diraih.
Tahun 1973 Pasar Tanah Abang menjadi bangunan tingkat 3 akan tetapi harga sewa menjadi lebih mahal. Banyak pedagang yang tidak mampu membayar akhirnya memilih berdagang di pinggir jalan.
Kondisi itu membuat arus lalu lintas semrawut. Pemerintah berupaya menertibkan mereka tetapi mereka memperoleh perlindungan dari para jagoan di Tanah Abang. Dalam catatan sejarah juga menunjukan, geliat Pasar Tanah Abang sangat besar. Perputaran uang di pasar Tanah Abang pada tahun 90-an mencapai Rp8 miliar hingga Rp10 miliar per hari. Di sini pula para preman dari berbagai etnis dan wilayah berkonflik karena berebut kendali atas pasar Tanah Abang.
Pada Desember tahun 1996 sempat terjadi bentrok antar preman di Pasar Tanah Abang hingga merenggut korban jiwa. Aktivitas Pasar Tanah Abang kembali berhenti, pedagang dan pembeli menghindari kawasan ini. Kawasan Tanah Abang kembali dihindari oleh para masyarakat usai kerusuhan Mei tahun 1998. Transaksi di sana kembali berhenti total. Pada tahun 2003, kebakaran besar sempat melanda Pasar Tanah Abang. Namun, lagi-lagi Pasar Tanah Abang tetap bangkit hingga saat ini.