Rezim Assad Jatuh, AS Umumkan Pasukan Amerika Tetap Berada di Suriah
Apa tujuan kehadiran pasukan AS di Suriah? Apakah Amerika Serikat mendukung pemerintahan sementara di negara tersebut?
Pasukan Amerika Serikat (AS) akan tetap berada di Suriah meskipun Presiden Bashar al-Assad telah jatuh. Seorang pejabat senior dari Gedung Putih menjelaskan pada hari Selasa (10/12/2024) bahwa kehadiran pasukan AS merupakan bagian dari misi kontra-terorisme yang bertujuan untuk menghancurkan kelompok ISIS. Jon Finer, Wakil Penasihat Keamanan Nasional AS, menyatakan dalam wawancara di konferensi Reuters NEXT di New York, "Pasukan AS ada di sana untuk alasan yang sangat spesifik dan penting, bukan sebagai alat tawar-menawar," seperti yang dikutip dari CNA pada Kamis (12/12). Dia juga menambahkan, "Pasukan AS sudah berada di sana selama hampir satu dekade atau lebih untuk memerangi ISIS ... kami masih berkomitmen pada misi itu."
Ketika ditanya tentang keberadaan pasukan AS di Suriah, Finer menjawab dengan tegas, "Ya." Pada tahun 2014, ISIS melakukan serangan besar-besaran di Suriah dan Irak, yang memungkinkan mereka mendirikan kekhalifahan Islam di wilayah tersebut. Namun, pada tahun 2019, kekhalifahan itu berhasil diusir oleh koalisi internasional yang dipimpin oleh AS. Di sisi lain, para pemberontak Suriah berhasil merebut ibu kota Damaskus tanpa perlawanan pada hari Minggu (8/12/2024), yang memaksa Presiden Assad melarikan diri ke Rusia dan sekaligus mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama 13 tahun serta lebih dari lima dekade rezimnya.
- Kedutaan Suriah di Rusia Kibarkan Bendera Tiga Bintang Lambang Pemberontak
- Dulu Pernah Jadi Sobat Assad, Hamas Nyatakan Dukung Rakyat Suriah Perjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan
- Dua Negara Ini Paling Diuntungkan dengan Tumbangnya Rezim Assad di Suriah
- Begini Reaksi Arab Saudi dan Palestina Atas Jatuhnya Rezim Assad di Suriah
AS melihat keberadaan militer di Suriah sebagai langkah untuk menghindari ketidakstabilan lebih lanjut, meskipun belum ada kejelasan mengenai pandangan penguasa baru Suriah terhadap kehadiran AS. Selain itu, AS masih menganggap kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) sebagai organisasi teroris. HTS merupakan salah satu kelompok pemberontak utama yang berkontribusi dalam mengakhiri rezim Assad. Finer menjelaskan, "Tidak ada perubahan kebijakan yang resmi," dan menegaskan bahwa keputusan tidak dibuat berdasarkan apa yang dikatakan oleh kelompok-kelompok tersebut, melainkan berdasarkan tindakan mereka. Oleh karena itu, AS akan terus memantau situasi.
Dia menyebut beberapa pernyataan dari kelompok-kelompok itu dalam beberapa minggu terakhir "cukup konstruktif," namun menekankan bahwa AS akan menunggu untuk melihat apakah pernyataan tersebut diikuti oleh tindakan yang menciptakan pemerintahan yang kredibel dan inklusif di Suriah. Finer juga menambahkan bahwa pemerintahan Joe Biden sedang berkomunikasi dengan anggota tim presiden terpilih Donald Trump untuk memberikan informasi terbaru mengenai situasi di Suriah.