Majelis Umum PBB Setujui Resolusi Gencatan Senjata Permanen Serta Tanpa Syarat di Gaza, AS dan Israel Menolak
Israel geram, menyebut resolusi tersebut tidak masuk akal.
Majelis Umum PBB (UN General Assembly UNGA) pada Rabu (11/12) mengadopsi sebuah resolusi dengan suara mayoritas yang menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat di Gaza. Resolusi ini merupakan sebuah isyarat simbolis yang ditolak oleh Amerika Serikat dan Israel.
Dikutip dari AFP, Kamis (12/12), resolusi tersebut diadopsi dengan hasil 158 suara setuju, 9 menolak, dan 13 abstain. Resolusi ini mendesak "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen," serta "pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera," yang mirip dengan teks yang sebelumnya diveto oleh Washington di Dewan Keamanan bulan lalu.
Selain itu, disetujui juga resolusi lain yang mendesak Israel untuk menghormati mandat badan PBB yang bertugas mendukung pengungsi Palestina (UNRWA) dan memberikan izin untuk melanjutkan operasinya, dengan hasil suara 159 mendukung, 9 menolak, dan 11 abstain. Israel melarang organisasi tersebut beroperasi mulai 28 Januari, setelah menuduh beberapa pegawai UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Pada saat itu, Washington menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk melindungi sekutunya, Israel, yang melancarkan perang genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023. AS saat itu menekankan pentingnya gencatan senjata bersyarat, yang mengharuskan pembebasan semua sandera di Gaza, dengan alasan bahwa Hamas tidak memiliki insentif untuk membebaskan mereka yang ditawan.
Wakil Duta Besar AS, Robert Wood, menegaskan posisi tersebut pada Rabu (11/12) dengan menyatakan bahwa akan "memalukan dan salah" jika teks tersebut diadopsi.
Menjelang pemungutan suara, utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan resolusi tersebut tak masuk akal.
"Resolusi yang diajukan di hadapan majelis hari ini di luar logika. Pemungutan suara hari ini bukanlah pemungutan suara untuk belas kasihan. Ini adalah pemungutan suara untuk keterlibatan," cetusnya.
Akses Bantuan Kemanusiaan
Majelis Umum PBB sering kali menemukan dirinya mengambil langkah-langkah yang tidak disetujui oleh Dewan Keamanan, yang sering kali terhambat oleh isu-isu sensitif seperti Gaza dan Ukraina akibat dinamika politik internal. Situasi kali ini pun tidak berbeda. Resolusi yang diusulkan, meskipun tidak bersifat mengikat, menyerukan "akses segera" untuk bantuan kemanusiaan yang luas bagi penduduk Gaza, khususnya di wilayah utara yang terisolasi.
Sebelum pemungutan suara, puluhan perwakilan dari negara-negara anggota PBB memberikan pidato di hadapan Majelis Umum untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Palestina.
"Gaza tidak ada lagi. Itu hancur," kata utusan Slovenia untuk PBB, Samuel Zbogar, dalam pidatonya di hadapan Majelis Umum.
Pernyataan tersebut menggambarkan betapa mendesaknya situasi di Gaza. Selain itu, kritik serupa juga disampaikan oleh wakil duta besar Aljazair untuk PBB, Nacim Gaouaoui.
"Harga kebungkaman dan kegagalan dalam menghadapi tragedi Palestina adalah harga yang sangat mahal, dan akan lebih mahal lagi besok," tegas
Pernyataan ini menyoroti konsekuensi dari ketidakberdayaan internasional dalam menangani krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
Setelah pemungutan suara yang berlangsung pada Rabu (11/12), Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyatakan, "kami akan terus mengetuk pintu Dewan Keamanan dan Majelis Umum sampai kita melihat gencatan senjata segera dan tanpa syarat diberlakukan."