Benarkah Pelaku KDRT Bisa Memperbaiki Diri dan Berubah Lebih Baik? Ini Kata Psikolog
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu isu serius yang kerap kali disembunyikan oleh korban.
Tidak jarang, korban berharap bahwa pelaku akan berubah dan meninggalkan kebiasaan buruknya. Hal ini pun dialami oleh Cut Intan Nabila, yang selama lima tahun menyembunyikan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh suaminya, Armor Toreador. Meski menyimpan harapan bahwa pasangannya akan berubah, kenyataan sering kali tidak sejalan dengan keinginan.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada Minggu, 18 Agustus 2024, Cut Intan mengungkapkan, "Bismillahirrahmanirrahim. Maafkan jika selama 5 tahun ini saya selalu menutup diri atas KDRT yang saya alami dari keluarga dan sahabat-sahabat terdekat saya. Saya selalu bergelut dengan pikiran dan hati saya bahwa dia bisa berubah."
-
Kapan Dokter Lo dirawat di rumah sakit? Namun hari berikutnya Jumat, (22/12) Sumartono mendapat kabar dari drg. Haryani, Supervisor Marketing RS Kasih Ibu Solo, bahwa Dokter Lo di rawat di RSKI.
-
Apa kekhawatiran Kemenkes tentang penerapan KRIS di rumah sakit? Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril bicara kekhawatiran rumah sakit akan mengalami penurunan tempat tidur karena menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS).
-
Bagaimana KDRT dapat mempengaruhi kondisi psikologis korban? KDRT sering kali mengalami trauma psikologis yang mendalam. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan rasa aman dan percaya diri.
-
Apa yang dimaksud dengan KDRT? Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi di Indonesia. KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
-
Bagaimana cara rumah sakit memindahkan pasiennya? Pihak rumah sakit akhirnya terpaksa memindahkan pasiennya termasuk mereka yang sedang dirawat di ICU, bayi-bayi di inkubator ke fasilitas lain karena mereka takut terjadi pertumpahan darah di sekitar rumah sakit.
-
Bagaimana BPJS Kesehatan menangani pengaduan peserta di rumah sakit? Petugas rumah sakit yang ditunjuk akan bertugas memberikan informasi dan menangani pengaduan peserta JKN terkait pelayanan. Selanjutnya, petugas akan mencatat pada aplikasi Saluran Informasi dan Penanganan Pengaduan (SIPP)," jelas Ghufron saat peluncuran yang terpusat di RSUP Dr. Sardjito, Jumat (29/9).
Dalam unggahannya, Cut Intan juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukungnya dalam menghadapi kasus ini, termasuk Kepolisian Bogor dan lembaga advokasi hukum. Namun, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: Apakah pelaku KDRT benar-benar bisa berubah?
Apakah Pelaku KDRT Bisa Berubah?
Melansir dari laman Hotline KDRT Amerika Serikat, Senin (19/8/2024), pelaku kekerasan memang memiliki kapasitas untuk berubah, namun perubahan tersebut membutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh dari pelaku itu sendiri. Mereka perlu menyadari kesalahan dan berkomitmen pada semua aspek perubahan untuk dapat mulai mengubah perilakunya.
Dalam banyak kasus, perubahan perilaku pelaku KDRT sangatlah sulit. "Dalam membahas alasan pelaku kekerasan melakukan kekerasan, jelas banyak faktor penyebab di balik perilaku tersebut, yang bisa sangat sulit diubah. Karena itu, persentase pelaku kekerasan yang benar-benar mengubah perilaku mereka sangat rendah," demikian dicatat oleh laman tersebut.
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Pelaku
Perubahan perilaku pelaku KDRT bukanlah hal yang sederhana. Psikolog klinis Nirmala Ika menegaskan bahwa perubahan memang mungkin terjadi, namun ada beberapa tahapan penting yang harus dilalui oleh pelaku.
"Hal pertama dan mendasar adalah pelaku sadar bahwa yang selama ini mereka lakukan itu salah. Kalau tidak merasa bersalah ya tidak akan terjadi perubahan alias kembali melakukan kekerasan," jelas Nirmala Ika, seperti dikutip dari Liputan6.com.
- Waspada! ini 5 Jenis KDRT yang Sering Terjadi
- KDRT Orangtua yang Disaksikan Anak Bisa Sebabkan Dampak Psikologis yang Tidak Bisa Dikesampingkan
- KPK Temukan 3 Rumah Sakit Manipulasi Tagihan Klaim 4.341 Kasus Padahal Cuma 1.000, Sisanya Fiktif
- Tunggu Arahan KPU Soal ODGJ Mencoblos Pemilu, RSKD Dadi Makassar Siapkan 14 Dokter Psikiatri
Proses perubahan ini tidak hanya melibatkan kesadaran, tetapi juga perjalanan panjang untuk membongkar nilai-nilai dan kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pelaku. Nilai-nilai ini mungkin terbentuk sejak lama dan dipengaruhi oleh lingkungan serta pengalaman masa lalu.
"Dalam banyak kasus, pelaku kekerasan biasanya juga korban kekerasan. Misalnya saat kecil, ibunya melakukan kekerasan ke dirinya ketika tidak menuruti perintah. Contoh lain, pelaku biasa melihat ayahnya melakukan kekerasan saat mengontrol sang ibu. Bagi dia, kekerasan adalah hal biasa yang ia alami sejak kecil. Padahal itu hal yang keliru," tambah Ika.
Mengubah perilaku yang sudah tertanam sejak kecil bukanlah tugas yang mudah. Hal ini memerlukan kerja keras dan komitmen dari pelaku sendiri. Ika menggambarkan perubahan ini dengan analogi yang sederhana, "Berarti di sini mesti ada perubahan perilaku yang harus dilakukan yakni kalau marah itu harus seperti apa? Bukan tidak boleh marah tapi kalau marah itu seperti apa? Mengubah marah tidak harus dengan teriak dan lempar-lempar barang itu enggak gampang."
Upaya dan Proses Perubahan
Selain perubahan perilaku, pelaku KDRT sering kali perlu menjalani program intervensi khusus yang fokus pada refleksi diri dan akuntabilitas. Program-program ini bertujuan untuk membantu pelaku mengenali dan mengubah perilaku kekerasan mereka. Namun, konseling pasangan tidak direkomendasikan, karena pelaku perlu fokus pada perbaikan diri secara individual.
Dalam banyak kasus, terapi konseling juga menjadi bagian penting dari proses perubahan. Terapi ini bertujuan untuk membantu pelaku menghadapi dan mengatasi luka-luka emosional yang mungkin menjadi akar dari perilaku kekerasan mereka.
"Itu memang enggak nyaman banget bagi pelaku membongkar masa lalu. Ada orang yang untuk membongkar detil-detil luka di masa lalu itu terasa berat. Namun kalau luka itu tidak dihadapi itu makin akan sulit untuk mengontrol diri," ujar Ika.
Perubahan perilaku pelaku KDRT memang mungkin terjadi, namun hal ini memerlukan waktu, usaha, dan dukungan yang tepat. Pelaku perlu membongkar masa lalu, menghadapi luka-luka emosional, dan membentuk nilai-nilai baru yang lebih positif. Proses ini tidaklah mudah dan memerlukan kerja keras serta komitmen yang kuat dari pelaku itu sendiri.
Dalam menghadapi kasus KDRT, penting bagi korban untuk menyadari bahwa perubahan pada pelaku mungkin memerlukan waktu yang lama, dan tidak semua pelaku memiliki kemampuan atau keinginan untuk berubah.
Oleh karena itu, penting bagi korban untuk mendapatkan dukungan dan perlindungan yang diperlukan agar bisa keluar dari situasi yang berbahaya dan memulai kehidupan yang lebih aman.