Orang Desa Yang Sederhana ini Dianggap Sahabat Paling Setia Oleh Presiden Soeharto, Sampai Diundang ke Cendana
Soeharto memerintahkan camat dan lurah untuk membawa sahabatnya dari desa ke Jakarta
Walau sudah menjadi penguasa Orde Baru, Soeharto ternyata tidak lupa pada temannya saat susah dulu.
Orang Desa Yang Sederhana ini Dianggap Sahabat Paling Setia Oleh Presiden Soeharto, Sampai Diundang ke Cendana
Soeharto bukan berasal dari keluarga berada. Masa kecil dan remajanya dilalui dalam kondisi ekonomi pas-pasan.
Tak ada yang menyangka jika kelak dia akan menjadi Jenderal dan Presiden RI.
-
Bagaimana Soeharto menghadapi serangan hoaks? Soeharto menganggap, pemberitaan hoaks yang menyerang dirinya dan keluarganya sebagai ujian. "Tapi tidak apa-apa, ini saya gunakan sebagai suatu ujian sampai di mana menghadapi semua isu-isu yang negatif tersebut. Sampai suatu isu tersebut sebetulnya sudah merupakan penfitnahan," ungkap Soeharto. Meski sering diserang hoaks, Presiden Soeharto memilih berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ditambah dengan senyum dan canda tawa.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Kenapa Soeharto selalu tersenyum? Presiden Indonesia Kedua Soeharto dikenal dengan sebutan ‘The Smiling General’ atau Sang Jenderal yang Tersenyum. Ini karena raut mukanya senantiasa tersenyum dan ramah.
-
Bagaimana cara Soeharto memilih wakil presiden di era Orde Baru? Menurut Soeharto, tim ini yang akan memberikan penilaian akhir dari nama-nama yang muncul untuk menjadi wakil presiden Soeharto."Saya tidak sendiri memilih wakil presiden," kata Soeharto.
-
Kapan Soeharto bertugas di Sulawesi Selatan? Soeharto dan keluarga BJ Habibie sudah saling kenal dan dekat sejak tahun 1950. Kala itu, Soeharto berdinas di Sulawesi Selatan dan kebetulan rumah BJ Habibie tepat di depan markasnya, Brigade Mataram.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
Walau Sudah menjadi Orang Paling Berkuasa, Soeharto Masih Ingat Dengan Kawan-Kawan Masa Remajanya
Dia memerintahkan Lurah dan Camat Wuryantoro agar mendatangkan dua sahabatnya saat remaja, Kamin dan Warikun.
Soeharto juga mengundang mantan guru mengajinya Kamsiri.
Tiga orang dari desa itu khusus diundang ke rumah Presiden di Jalan Cendana.
Pertemuan keempat orang itu berlangsung hangat. Sudah puluhan tahun tidak bertemu.
Mereka berpisah tahun 1940, saat Soeharto mendaftar masuk tentara KNIL.
Kamin Bercerita Dia Pernah Mimpi Bertemu Singa Besar
"Ternyata saya dipanggil oleh Presiden," katanya disambut tawa Soeharto dan yang lain.
Presiden Soeharto mengaku pertemuan itu sangat berkesan. Satu jam mereka mengobrol dan bernostalgia masa-masa di desa dulu.
Terselip keharuan saat Kamin mengenang pernah bekerja bersama sama Soeharto sebagai pembantu klerek bank desa.
Keduanya harus mendatangi masyarakat kecil yang memerlukan kredit.
Kadang jarak yang ditempuh sangat jauh dan menanjak. Soeharto sampai mengeluh ingin keluar dari pekerjaan tersebut.
Di lain hari, kain batik yang dipakainya menyangkut dan sobek. Soeharto dimarahi oleh klerek bank. Bibinya pun marah karena kain yang dipinjam Soeharto sobek.
Soeharto akhirnya berhenti kerja sebagai pembantu klerek. Dia terharu saat berpisah dengan Kamin yang menemaninya kemana-mana.
"Waktu bersalaman dengan Kamin saya mesti menundukkan muka. Terharu meninggalkannya," kata Soeharto.
- Presiden Soeharto Ungkap Cara Pilih Wapres era Orde Baru, Beda Dengan Pilpres Sekarang
- Desa Kelahiran Presiden Soeharto Terdampak Pembangunan Tol Jogja-Bandara YIA, Begini Kondisinya Sekarang
- Awal Kisah Cinta Soeharto & Ibu Tien, Awalnya Tak Pede karena Turunan Ningrat
- Jenderal Soeharto Mau Dbunuh Pakai Racun Tikus
Kamsiri, Guru Mengaji Soeharto di Desa pun Merasa Bangga Melihat Anak Didiknya Jadi Presiden
Kamsiri bercerita tentang kawan mereka yang bernama Kang Loso. Saat berjuang, matanya menjadi buta. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Sementara Warikun mengenang dulu dia dan kawan-kawannya selalu membantu Soeharto mengisi bak air sebelum bermain bola.
"Dulu baru boleh main kalau bak air sudah penuh," kata Soeharto.
Ketiga temannya, walau nasibnya berbeda jauh dengan Soeharto tak ada yang merasa iri.
"Mereka mengatakan setiap orang memiliki nasibnya sendiri. Kita sebagai manusia kan sekadar menjalani," tutup Soeharto.