7 Fakta Sungai Citarum, dari Titik Awal Peradaban Sunda hingga Rusak karena Manusia
Sungai Citarum merupakan sungai yang memiliki nilai sejarah di tataran Sunda pada era kejayaan Kerajaan Tarumanegara. Sayangnya, kini sungai ini jadi tercemar dan rusak karena ulah manusia.
Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di wilayah Pasundan, tepatnya Provinsi Jawa Barat. Sungai Citarum merupakan sungai yang memiliki nilai sejarah di tataran Sunda pada era kejayaan Kerajaan Tarumanegara.
Namun sangat disayangkan, sungai yang berpengaruh di tatar Pasundan tersebut telah masuk dalam kategori sungai dengan tingkat pencemaran yang tinggi di Dunia sejak tahun 2007. Padahal jutaan orang tergantung langsung hidupnya dari sungai ini.
-
Apa bukti bahwa orang Sunda di zaman dulu menggantungkan hidup di Sungai Citarum? Sungai Citarum, jadi titik awal peradaban orang Sunda zaman dahulu.
-
Dimana letak awal sungai Citarum? Titik nolnya berada di kawasan Situ Cisanti, Kecamatan Kertasari.
-
Apa yang terjadi di Kampung Gintung, Desa Cibenda, Bandung Barat? Sebagaimana diberitakan, puluhan rumah di Kampung Gintung, Desa Cibenda, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) diterjang longsor pada Minggu (24/3/2024) sekitar pukul 23.00 WIB.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
-
Apa yang terjadi pada Waduk Jatiluhur saat ini? Terdampak Kemarau, Begini Potret Waduk Jatiluhur yang Kini Surut Waduk Jatiluhur bahkan surut hingga 10 meter. Sebagai sumber penampungan sungai yang dibendung, waduk seharusnya menampung banyak air.Namun di musim kemarau ini kondisi berbeda justru ditemui di Waduk Jatiluhur yang mengalami kondisi surut.
Sungai Citarum yang dulu menjadi awal peradaban Sunda, kini telah berubah dan semakin tercemar karena ulah manusia. Berikut faktanya.
Titik Awal Peradaban Sunda
Dalam perjalanan sejarah Sunda, Citarum erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma, kerajaan yang menurut catatan-catatan Tionghoa dan sejumlah prasasti pernah ada pada abad ke-4 sampai abad ke-7.
Komplek bangunan kuno dari abad ke-4, seperti di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu dari abad ke-1 Masehi juga ditemukan di bagian hilir sungai ini.
Leluhur sunda juga sudah mengingatkan masyarakat untuk tetap merawat sungai Citarum melalui Sajak Sunda Kuno yang berbunyi, Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke.
Dilansir dari Mongabay.com, kalimat tersebut merupakan Bahasa Sunda Kuno yang berarti ada dahulu ada sekarang, tak ada dahulu tak ada pula sekarang. Yang terangkum dalam Buku Manusia Sunda, Karangan Ajip Rosidi.
Pembatas Dua Kerajaan
Sejak runtuhnya Taruma, Citarum menjadi batas alami Kerajaan Sunda dan Galuh, dua kerajaan kembar pecahan dari Taruma, sebelum akhirnya bersatu kembali dengan nama Kerajaan Sunda.
Citarum juga disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15.
Bukti Sungai Citarum Menjadi Pembatas Kedua Belah Kerajaan Di Pasundan
Wikipedia 2020 Merdeka.com
Pemanfaatan di Era Modern
Sejak lama Citarum dapat dilayari oleh perahu kecil. Penduduk di sekitarnya memanfaatkan sumberdaya perikanan di sungai ini, baik secara tradisional dengan cara memancing atau menjala, atau dengan membudidayakan ikan dalam keramba jaring apung di waduk dan bendungan.
Karena banyaknya debit air yang dialirkan oleh sungai ini, maka dibangun tiga waduk (danau buatan) sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan juga untuk irigasi persawahan di sungai ini:
1. PLTA Saguling di wilayah hulu DAS Ci Tarum
2. PLTA Cirata di wilayah tengah, dan
3. PLTA Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal sebagai PLTA Jatiluhur, di wilayah hilir.
Air dari Citarum dimanfaatkan sebagai pasokan air minum untuk sebagian penduduk Jakarta. Irigasi di wilayah Subang, Karawang, dan Bekasi juga dipasok dari aliran sungai ini. Pengaturannya dilakukan sejak Waduk Jatiluhur.
Waduk Saguling Merupakan Salah Satu Waduk Yang Dioprasikan Untuk PLTA Antaranews.com
Rusak Akibat Pencemaran Industri
Dilansir dari situs Citarum.org, sungai tersebut saat ini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Sejak tahun 2016, Sungai Citarum mulai mengalami penurunan dalam memenuhi daya pasok air. Sungai ini selalu mengalami banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.
Menurut situs tersebut keadaan itu merupaka indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan Daerah Aliran Sungai. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kritis, terutama di bagian hulu, telah menurunkan kemampuan daya dukung pasokan air.
REUTERS/Darren Whiteside
Kini Dikelilingi 500 Pabrik
Citarum.org menyebut terdapat sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar aliran Sungai Citarum. Selain itu, ada tiga waduk PLTA yang dibangun di alirannya, ditambah adanya penggundulan hutan berlangsung pesat di wilayah hulu. Kondisi tersebut memperparah keadaan Sungai Citarum kini.
REUTERS/Darren Whiteside
15 Juta Jiwa Bergantung ke Sungai Citarum
Jumlah keluarga yang mendiami bantaran Sungai Citarum mencapai 15.950.299 jiwa atau 35,8 % dari total pendudukan Provinsi Jabar (44.548.431 jiwa). Citarum.org menyebut, data tersebut didapat pada tahun 2012 dan diperkirakan jumlahnya semakin meningkat.
REUTERS/Darren Whiteside
Upaya Pemerintah
Sejak tahun 2018 lalu pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki Daerah Aliran Sungai (DAS) di titik-titik yang dianggap memiliki tingkat pencemaran tinggi di Sungai Citarum, program tersebut diberi nama Citarum Harum.
Program Citarum Harum sendiri terlaksana di bawah komando langsung pemerintah pusat pelaksanaanya lebih terintegrasi dalam rangka mendukung upaya percepatan dan pengendalian air sungai.
Menurut situs resmi Citarum Harum, Citarum.id upaya tersebut adalah Gerakan Bersama dalam mengembalikan keadaan Citarum sebagai penghasil air untuk sebagian besar masyarakat di Jawa Barat. Akibat dari maraknya pencemaran limbah ternak, limbah industri, limbah manusia, limbah medis, kerusakan biota sungai terjadi sedimentasi tanah hingga abrasi di sekitaran DAS Citarum.
Merdeka.com