Mengenal Garangan, Tradisi Mandi Uap Khas Dukun Beranak Cirebon
Tradisi Garangan merupakan kegiatan mandi uap yang dilakukan oleh perempuan setelah melahirkan dengan diiringi beberapa jenis rempah serta bunga-bunga tertentu.
Cirebon telah lama dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan budaya yang beragam. Hingga saat ini ragam tradisinya masih terus terpelihara dengan baik oleh masyarakat yang senantiasa menjalankannya.
Salah satu tradisi yang masih dijalankan di wilayah tersebut adalah Garangan. Garangan sendiri merupakan tradisi khas Kota Udang yang biasa dilakukan oleh paraji atau dukun beranak kepada wanita yang baru melahirkan.
-
Kenapa kasus Vina Cirebon ditarik ke Polda Jabar? Kemudian ramai itulah yang kemudian kasus ini ditarik ke Polda Jabar. Jadi sesama tahanan saling pukul sehingga membuat mereka lebam-lebam," ucap dia.
-
Bagaimana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan teks proklamasi di Tugu Kejaksan itu dilakukan spontan,” kata pemerhati sejarah dan budaya Cirebon Jajat Sudrajat.
-
Di mana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata lebih dulu dibacakan di Kota Cirebon, Jawa Barat. Pembacaannya dilakukan oleh tokoh penting bernama Soedarsono di Simpang Kejaksan, yang kini lebih dikenal dengan Tugu Pensil.
-
Kapan teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Cirebon dua hari lebih awal dari yang dilakukan oleh Soekarno, yakni pada 15 Agustus 1945.
-
Siapa yang membacakan teks proklamasi di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soedarsono dihadiri oleh sekitar 100 sampai 150 orang dari berbagai penjuru di kota pesisir Jawa Barat itu.
-
Kapan Sunan Gunung Jati tiba di Cirebon? Setelah menuntut ilmu di Makkah, Syarif Hidayatullah berangkat ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat dan Kerajaan Samudra Pasai sebelum akhirnya tiba di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.
Dilansir dari Liputan6, tradisi Garangan merupakan kegiatan mandi uap yang dilakukan oleh perempuan setelah melahirkan dengan diiringi beberapa jenis rempah serta bunga-bunga tertentu. Hingga saat ini tradisi Garangan masih dijalankan oleh sebagian masyarakat Kota Cirebon dan dipercaya dapat merelaksasi otot-otot ibu setelah melahirkan.
Penasaran dengan tradisi yang mulai langka tersebut? Berikut ulasannya.
Berguna untuk Relaksasi Otot Setelah Melahirkan
Salah satu dukun beranak yang masih menjalankan tradisi Garangan adalah Mbok Reni. Menurutnya, Garangan bisa membantu merelaksasi otot-otot ibu yang baru saja melahirkan, terutama di bagian tubuh yang berpotensi meninggalkan bekas nyeri seperti di bagian kepala.
"Biasanya habis melahirkan badan kan sakit-sakit nah itu bisa sembuh dan si ibu bisa semakin lancar menyusui bayi karena fisiknya sudah rileks," kata paraji asal Kampung Kedung Krisik Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon itu.
Menurutnya, relaksasi tersebut berasal dari aroma kandungan rempah serta beberapa jenis daun seperti daun kemuning, daun kosambi, daun kilayu, rempah-rempah, dan bunga tujuh rupa.
Tata Cara Pelaksanaan Garangan
Reni menjelaskan, untuk melaksanakan prosesi Garangan biasanya ia akan menyiapkan satu ember air mendidih bersih yang dicampurkan dengan bahan bahan rempah tersebut. Kemudian ditambahkan batu bata merah yang telah dibakar, untuk kemudian ditaruh di bawah tubuh sang ibu.
Biasanya Reni akan menutup tubuh ibu tersebut dengan kain jarik maupun sarung, bersamaan dengan satu ember berisi ramuan tradisional tersebut. Sebelumnya ia juga akan memijat sang ibu agar lebih rileks.
“Jadi biasanya ibu yang baru melahirkan tersebut akan ditutup dengan kain sarung dari kepala hingga kaki. Uap hasil ramuannya dimasukkan dari bagian bawah kain yang menutup tubuh ibu nya. Sebelum mandi uap, pasien dipijat dulu refleksi biar semua otot si nya kendur dan ketika diuap rileks kemudian badan kembali segar,” terang Mbok Reni.
Dilakukan Saat Masa Puputan
Berdasar pengalamannya, tradisi Garangan biasa dilakukan saat bayi yang baru lahir memasuki masa puputan atau terlepasnya tali pusar di bagian perut. Bahkan Reni menjelaskan jika tradisi Garangan juga bagus untuk kesehatan sang bayi, namun tidak disarankan untuk terlalu lama mengingat keadaannya masih sensitif.
"Di kampung ini memang begitu tradisinya sejak saya belum jadi dukun anak sampai sudah 26 tahun jadi paraji ya saya yang mandikan uap. Biasanya juga ibu-ibu ikut memandikan bayinya dengan uap. Namun secukupnya saja kalau sudah semua badan bayi diuap langsung diangkat. Itupun setelah ibunya di uap ya karena tingkat kepanasan berpengaruh," katanya.
Reni sendiri sudah 26 tahun melaksanakan kegiatan Garangan selalu dibantu oleh bidan desa. Biasanya bidan akan membantu prosesi melahirkannya dan dirinya yang akan mendampingi si ibu untuk mandi uap.
"Kalau lahiran ya saya panggil bidan biar ditangani sama bidan karena sudah tidak boleh lagi," ujar dia.
Suami Turut Berperan
Tradisi mandi uap ibu melahirkan di Cirebon
©2021 Liputan6/editorial Merdeka.com
Sementara itu berdasarkan kebiasaan, pihak suami pun akan terlibat dalam prosesi Garangan tersebut. Salah seorang suami pasien Reni, Susanto mengatakan bahwa dirinya telah menyiapkan perlengkapan mandi uap untuk istri dan anaknya seperti mengumpulkan kayu hingga plastik sebagai bahan untuk membakar beberapa bata merah hingga memasak air.
Kendati tidak ada persiapan yang matang, Susanto mengaku senang anak dan istrinya dimandikan dengan uap melalui tradisi Garangan tersebut. Menurutnya ritual puputan dan mandi uap agar istri kembali sehat dan tidak mudah sakit usai melahirkan.
"Saya senang tiga anak saya semua lahir di sini dibantu bidan sama paraji. Anak saya yang baru lahir usianya sembilan hari. Alhamdulillah bisa menggelar tradisi ini walaupun sederhana sekali, demi istri sama anak meskipun pekerjaan saya seperti ini tapi Alhamdulillah bisa dilaksanakan, parajinya juga mau dibayar seikhlasnya," kata dia.