Mengenal Tari Jayengrana yang Gagah dan Lemah Lembut dari Sumedang, Ajak Manusia agar Tidak Sombong
Tari ini membawa pesan agar manusia jangan sombong.
Tari ini membawa pesan agar manusia jangan sombong.
Mengenal Tari Jayengrana yang Gagah dan Lemah Lembut dari Sumedang, Ajak Manusia agar Tidak Sombong
Tari Jayengrana mungkin kurang begitu dikenal oleh masyarakat luas. Maklum saja, seni ini merupakan warisan lawas khas Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Belakangan tarian ini kembali digiatkan hingga berhasil menyandang predikat Warisan Budaya Tak Benda pada 2020 lalu.
Berbicara Tari Jayengrana, gerak lakonnya tak bisa dilepaskan dari kesenian leluhur wayang Kasumedangan. Secara busana, para penarinya mengadopsi dari penokohan mirip wayang golek yang gagah nan berwibawa.
-
Apa itu Tari Sulintang? Tari Sulintang sendiri merupakan ekspresi dari Tjetje Soemantri untuk menampilkan keindonesiaan di dalam seni yang ia ciptakan. Ini karena dirinya ingin membawa semangat persatuan sehingga bisa mendapat pengakuan di mata dunia.
-
Siapa pencipta Tari Sulintang? Melalui tangan dingin Raden Tjetje Soemantri, tari Sulintang ini lahir.
-
Kapan Tari Sulintang diciptakan? Maestro tari itu diketahui menciptakan kreasi kontemporer tersebut pada 1948 silam.
-
Apa itu Tari Sintung Sumenep? Tari Sintung merupakan salah satu ekspresi keimanan umat muslim di Kabupaten Sumenep kepada Tuhan Yang Maha Esa.
-
Apa makna utama dari Tari Bondan Surakarta? Meski ketiga jenis tari bondan memiliki makna yang sedikit berbeda, akan tetapi pada intinya tari bondan ini memiliki makna yang sama mengenai kasih sayang seorang ibu kepada sang anak.
-
Apa itu Tari Piriang Suluah? Tari Piriang Suluah ini bukanlah tarian biasa. Kesenian ini menggambarkan kehidupan para petani dan juga gerakannya terinsipirasi dari aktivitas ketika bercocok tanam.
Jika biasanya pergerakan tokoh akan sangat atraktif, penari Jayengrana justru sebaliknya. Ia menarikan kesenian tersebut dengan lemah lembut dan gemulai.
Walau begitu, ada pesan yang dibawa di balik setiap gerakannya terkait tingkah laku manusia.
Berikut kisah Tari Jayengrana yang menarik untuk disimak.
Angkat Karakter Perempuan
Dalam laman Napak Jagat Pasundan disampaikan asal-usul Tari Jayengrana yang ternyata sudah ada sejak tahun 1950-an.
(Foto: YouTube SMKN 10 Bandung Official)
Ketika itu penciptanya adalah penari asal Sumedang, Raden Ono Lesmana Kartadikusumah.
Kartadikusumah terinspirasi dari tokoh pewayangan Sumedang, dengan karakter Satria Ladak. Mengutip Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) berjudul “Nilai Pendidikan Karakter Pada Tari Srikandi Di Kabupaten Cirebon” Satria Ladak merupakan riasan untuk sosok Srikandi yang merupakan seorang perempuan namun sakti dan gagah.
Ciri ini terlihat dari garis ornamen di wajah yang meliputi bentuk alis, pasu teleng, dan jambang. Pakaiannya serupa dengan karakter Gatot Kaca, namun tidak memiliki sayap dan hanya sebatas di kostum luar.
Terinspirasi dari Tokoh Penyebaran Agama Islam
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), nama Tari Jayengrana diambil dari julukan tokoh Amir Hamzah. Ia merupakan tokoh sentral dalam serat menak Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta yang diadaptasi dari sastra Persia.
Tokoh ini, tergambar jelas dalam kitab Qissa L’Emr Hamza pada era Sultan Harun Ar. Rasyid (766-809 M). Cerita ini kemudian ditulis ulang sebagai serat budaya dalam sastra Islam yang terkenal dengan judul “Wong Agung Menak Jayengrana”.
Amir Hamzah digambarkan sebagai sosok sederhana namun religius dan mampu merangkul banyak pihak. Kesehariannya adalah mengenalkan agama Islam, walau banyak kerajaan yang menolak ajarannya.
Ajarkan Manusia agar Rendah Hati dan Tidak Sombong
Dari sosoknya yang gagah, namun memiliki gerakan yang lemah gemulai menandakan ada kekuatan besar yang ditahan agar tidak menimbulkan bencana.
Ketika seseorang berhasil mencapai suatu kebahagiaan ada hal wajar saat berbangga hati.
Namun hendaknya rasa bangga tersebut tidak diekspresikan secara berlebihan dan hanya sebatas motivasi diri agar terus berkembang.
Hal paling berbahaya saat berlebihan dalam mengekspresikan diri adalah munculnya sifat sombong dan menganggap orang lain rendah dalam segala hal.
Tarian Jayengrana pun mengajak siapapun yang menyaksikan penampulannya agar bisa menuangkan ekspresi kebahagiaan dan kebanggaan sebatas masih di dalam garis norma susila, agama dan sosial.
(Foto: YouTube Keraton Sumedang Larang)