3 Fakta Prasasti Mantyasih, Menguak Nama-Nama Raja Mataram Kuno
Prasasti Mantyasih merupakan sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang ditemukan di Kampung Mateseh, Magelang Utara. Temuan Prasasti Mantyasih terbilang penting. Hal ini dikarenakan prasasti tersebut memuat daftar silsilah raja-raja Kerajaan Mataram Kuno.
Prasasti Mantyasih, disebut juga dengan nama Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu, merupakan sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang ditemukan di Kampung Mateseh, Magelang Utara.
Temuan Prasasti Mantyasih terbilang penting, karena prasasti tersebut memuat daftar silsilah raja-raja Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti Mantyasih dibuat sebagai legitimasi atas Raja Balitungsebagai pewaris tahta yang sah atas Kerajaan Mataram Kuno. Sehingga dalam prasasti itu disebutkan pula raja-raja yang sebelumnya berdaulat di wilayah tersebut.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Bentuk Legitimasi
©magelangkota.go.id
Dalam prasasti itu pula disebutkan bahwa Desa Mantyasih ditetapkan Raja Balitung sebagai desa sima atau desa bebas pajak. Saat ini, di desa tersebut masih terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat penetapan upacara penetapan sima atau desa perdikan.
Selain itu, disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukirsumbing yang sekarang diyakini sebagai Gunung Sundoro dan Gunung Sumbing.
Menurut Teori Bosch, pada masanya Kerajaan Medang atau Mataram Kuno terdiri dari dua dinasti yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra. Wangsa Sanjaya berkuasa di daerah utara sementara Wangsa Sailendra berkuasa di daerah selatan.
Namun kemudian Putri Maharaja Samaratungga dari Wangsa Sailendra bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya. Berikut ini adalah silsilah raja-raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya berdasarkan Prasasti Mantyasih:
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
- Sri Maharaja Rakai Panangkaran
- Sri Maharaja Rakai Panunggalan
- Sri Maharaja Rakai Warak
- Sri Maharaja Rakai Garung
- Sri Maharaja Rakai Pikatan
- Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
- Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
- Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Dharmmodaya Mahasambhu.
Penafsiran Berbeda
©kemdikbud.go.id
Terkait penafsiran prasasti itu, filolog Slamet Muljana memiliki penafsirannya sendiri. Menurutnya daftar nama raja tersebut bukanlah silsilah Wangsa Sanjaya, melainkan daftar raja-raja yang pernah berkuasa di era Mataram Kuno.
Menurutnya, gelar “rakai” sendiri diartikan sebagai penguasa atau pejabat di daerah atau raja bawahan yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan maharaja yang masih bertahta.
Dalam hal ini, ia membandingkan isi prasasti Mantyasih dengan prasasti Kelurak, prasasti Kayumwungan, prasasti Siwagraha, dan prasasti Nalanda. Dari perbandingan itu, ia berpendapat bahwa Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, dan Rakai Garung berasal dari Wangsa Sailendra.