3 Fakta Warga Wadas Purworejo Tolak Tambang Andesit, Ini Alasannya
Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah tergabung dalam Gerakan Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) menuju Alas Wadas, sebutan untuk hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka, pada Jumat (23/7/2021). Siang itu, mereka menggelar konferensi pers bertajuk Rezim Pembangunan Ugal-ugalan.
Gerimis turun membersamai perjalanan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang tergabung dalam Gerakan Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) menuju Alas Wadas, sebutan untuk hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka, pada Jumat (23/7/2021). Sekitar pukul 13.30 WIB para perempuan yang tergabung dalam Wadon Wadas kompak meninggalkan pekerjaan di rumah menuju perbukitan yang juga areal perkebunan warga.
Dari permukiman, para warga menuju Alas Wadas dengan mengendarai motor atau berjalan kaki. Di lokasi, sudah ada sebagian warga mulai dari anak-anak hingga lansia. Siang itu, GEMPADEWA dibersamai Koalisi Advokat untuk Keadilan GEMPADEWA menggelar konferensi pers bertajuk Rezim Pembangunan Ugal-ugalan: Desa Wadas Jadi Korban.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Sujiwo Tejo tampil di acara Jagong Budaya di Bojonegoro? Budayawan Sujiwo Tejo menyemarakkan acara Jagong Gayeng bertemakan "Budaya Rasa Melu Handarbeni" di Pendopo Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojoengoro, akhir pekan lalu.
-
Kapan Pertempuran Ambarawa terjadi? Tepat hari ini, 20 Oktober pada 1945 silam, terjadi pertempuran besar setelah kemerdekaan Indonesia yang disebut Pertempuran Ambarawa.
-
Kapan Muhibah Budaya dalam rangkaian Banyuwangi Ethno Carnival digelar? Muhibah Budaya yang digelar Jumat malam (7/7/2023) tersebut menampilkan berbagai atraksi tari dari sejumlah daerah.
-
Apa yang Sujiwo Tejo ajarkan di acara Jagong Budaya Bojonegoro? Sastrawan kondang kelahiran Jember itu juga berbagi petuah bagaimana seseorang bisa bertahan hidup di tengah kemajuan zaman. Menurut dia, orang harus punya harapan. Namun, selain membuat seseorang semangat hidup, harapan juga sumber kekecewaan. Seseorang mengalami kekecewaan saat realita tidak sesuai dengan harapan.
Konferensi pers tersebut merupakan respons warga Desa Wadas atas terbitnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021. Dalam SK pembaruan tersebut Desa Wadas tetap dicantumkan sebagai lokasi bakal penambangan quarry untuk material pembangunan Bendungan Bener. Padahal warga Desa Wadas sudah tegas menolak.
Sumber Penghidupan
“Rakyat mempertahankan jangan sampai digusur, jangan sampai ditambang,” tutur Yatimah, perwakilan Wados Wadas, kepada Merdeka.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan beragam dampak buruk jika penambangan andesit dilakukan di kawasan yang disebut warga sebagai “tanah surga”.
“Kalau sampai terjadi penambangan, tanah rusak, otomatis sumber air juga rusak. Padahal aktivitas di rumah memerlukan air. Kalau sudah ada (penambangan), lalu-lalang kendaraan juga ada debu juga. Lahan untuk nanam-nanam hilang, tandus. Jadi mata pencahariannya susah,” lanjutnya.
Ami, anggota Wadon Wadas menuturkan bahwa usaha apapun akan dilakukan oleh warga untuk menjaga hutan. Pasalnya, imbuh dia, selama ini warga Desa Wadas yang mayoritas petani kebun di Alas Wadas hidup berkecukupan dari hasil panennya.
“Semua ada di sini, itu aren, vanili, kemukus. Ada juga durian, kelapa,” tuturnya di sela mengunyah nasi bungkus di Alas Wadas, Jumat (23/7).
©2021 Merdeka.com/Rizka Muallifa
Azim, perwakilan orang muda KAMUDEWA, sayap gerakan GEMPADEWA, mengungkapkan kekhawatirannya jika penambangan quarry dilakukan di Desa Wadas.
“Bagaimana masa depanku sendiri kalau lahanku dirusak. Aku mengajak solidaritas se-Indonesia bahkan internasional untuk menjaga keberlangsungan alam. Ketika itu dirusak di masa kita, bagaimana nasib anak cucu kita,” ungkapnya.
Ajukan Gugatan
Sebelumnya, pada 15 Juli 2021, GEMPADEWA telah mengajukan gugatan terhadap Gubernur Jawa Tengah terkait SK pembaruan penetapan lokasi penambangan quarry ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah.
“PBHI dalam forum Koalisi Advokat Untuk Keadilan GEMPADEWA sebagai tim advokasi mendukung perjuangan rakyat dalam hal ini Warga Wadas. Karena kami menilai upaya warga sudah benar, hanya Warga Wadas tidak didengarkan. Secara konstitusi Warga Wadas dilindungi. Kehidupan masyarakat harus bebas polusi. Kami mendukung dan ikut serta menggugat negara dalam hal ini tanpa adanya partisipasi warga, tanpa adanya keperluan warga sendiri. Meskipun dengan dasar Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) harus melihat aspek masyarakat sehingga harus men-support. Walaupun negara maupun Gubernur mengusir rakyat harus mengganti dengan kehidupan yang sudah sejahtera seperti ini, tetapi negara tidak bisa. Kita menggugat Izin Penetapan Lokasi karena tidak sesuai dan tidak memikirkan aspek kebencanaan,” terang Imam Joko dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Yogyakarta.
Senada, Herry Antoro dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Sleman menyatakan, “Kami sangat mendukung terkait upaya hukum yang dilakukan oleh Warga Wadas karena kami melihat bahwa ada cacat prosedural oleh Pemerintah Jawa Tengah khususnya berkaitan tinjauan akan hal ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan masyarakat Wadas. Maka dari itu, secara tegas kami mendukung sekaligus mengoreksi adanya izin yang diberikan oleh Pemerintah Jawa Tengah khususnya berkaitan dengan adanya audit lingkungan yang dalam hal ini disinyalir belum dilakukan yang nantinya berakibat negatif terhadap kehidupan masyarakat Wadas.”
Berdasarkan rilis pers yang diterima Merdeka, Izin Penetapan Lokasi (IPL) itu disebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Lebih lanjut, IPL tersebut dianggap cacat prosedur dan cacat substansi sehingga harus dibatalkan.
Kebijakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menerbitkan perpanjangan IPL tanpa proses ulang melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.
Lebih lanjut, pertambangan batuan andesit sebagaimana yang ingin dilakukan di Desa Wadas tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dalam Pasal 123 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.
Berikutnya, IPL penambangan quarry dianggap cacat subtansi karena tidak sesuai dengan Pasal 61 Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang RencanaTata Ruang Wilayah Daerah Purworejo Tahun 2011-2031 yang menyatakan Kecamatan Bener tidak mengandung batuan andesit. Selain itu, dalam Pasal 42 dinyatakan bahwa Kecamatan Bener dikategorikan sebagai Rawan Bencana Longsor.
Alasan Lain Gugat Gubernur
Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Julian Dwi Prasetia menjelaskan, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) pertambangan andesit yang menyasar Desa Wadas tergabung dalam ANDAL pembangunan Bendungan Bener. Padahal seharusnya pertambangan andesit yang lebih dari 500 ribu meter kubik memiliki ANDAL tersendiri. Sementara berdasarkan ANDAL untuk rencana kegiatan Pembangunan Bendungan Bener disebutkan bahwa sekitar 12.000.000 m3 batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3 /bulan.
©2021 Merdeka.com/Rizka Muallifa
Alasan GEMPADEWA melayangkan gugatan terhadap Gubernur Jateng lantaran kebijakannya menerbitkan SK pembaruan penetapan lokasi penambangan quarry tidak memperhatikan prinsip Hak Asasi Manusia.
“Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh Warga Wadas sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,” dikutip dari rilis pers GEMPADEWA (23/7).
Pembaruan IPL penambangan quarry di Desa Wadas juga dianggap tidak memperhatikan kelestarian sumber mata air. “Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. Terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas. Sehingga Izin Penetapan Lokasi melanggar Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan air dan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo”.
Lebih lanjut, bagi warga Desa Wadas, tanah bukan sekadar rupiah. Mempertahankan tanah juga berarti menjaga keutuhan desa, bahkan agama. “Warga Wadas memandang tanah atau alam secara lebih luas sebagai manifestasi dari wujud Tuhan di muka bumi. Tanah memberi warga kehidupan, sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tempat beribadah kepada Allah SWT, dan lain sebagainya”.