5 Fakta Perayaan Malam 1 Suro di Tanah Jawa, Penuh Makna Simbolis
Malam 1 Suro merupakan malam tahun barunya masyarakat Jawa. Beberapa tempat di Jawa-pun rutin menggelar perayaan tiap datangnya momen tersebut, tak terkecuali pada dua kraton yakni Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
Malam 1 Suro merupakan malam tahun baru masyarakat Jawa. Malam ini menjadi malam pergantian tahun pada kalender Jawa.
Beberapa tempat di Jawa-pun rutin menggelar perayaan tiap datangnya momen tersebut. Tak terkecuali Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,â ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Meski sama-sama memiliki tradisi peringatan malam satu suro, namun kedua kraton itu mempunyai cara yang berbeda. Biasanya, malam satu suro mulai diperingati setelah maghrib.
Hal ini dikarenakan pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam. Bukan saat tengah malam seperti halnya pergantian tahun pada kalender masehi.
Untuk sebagian masyarakat Jawa, pada malam satu suro tidak diperbolehkan pergi ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain. Berikut selengkapnya:
Asal Usul Perayaan Malam 1 Suro
©2016 Merdeka.com
Asal usul perayaan malam 1 Suro konon bermula pada masa Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645).
Pada saat itu Sultan ingin menyatukan dua kubu masyarakat Jawa yang terpecah karena berbeda keyakinan yakni antara Kepercayaan Kejawen dengan Kepercayaan Islam.
Oleh karena itulah dibuat sistem penanggalan dengan menggabungkan Kalender Saka (Jawa-Hindu) dengan Kalender Islam.
Malam Keramat
©2013 Merdeka.com/M. Luthfi Rahman
Bagi masyarakat Jawa, malam satu suro dianggap malam keramat. Pada saat malam ini tiba, masyarakat Jawa tidak tidur semalam suntuk dan berdoa sepanjang malam.
Bahkan sebagian orang memilih untuk bersemedi di tempat sakral saat malam ini tiba. Biasanya mereka bersemedi di puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau makam keramat.
Bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral. Oleh karenanya pada bulan ini biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berintrospeksi dengan melakukan lelaku guna mengendalikan hawa nafsu.
Kirab Kebo Bule
©2018 Merdeka.com
Di Kraton Surakarta, ada seekor kerbau yang dikeramatkan masyarakat setempat bernama Kebo Bule Kyai Slamet. Dilansir dari Kemdikbud.go.id, kerbau ini bukanlah sembarang kerbau karena merupakan salah satu pusaka milik kraton.
Menurut Yosodipuro, seorang pujangga Kraton Surakarta, leluhur kerbau bercorak albino itu merupakan hewan kesayangan Pakubuwana II saat masih bertahta di Kraton Kartasura. Kerbau kesayangannya itu merupakan hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari saat Pakubuwana II mengungsi akibat istananya yang dibakar oleh para pemberontak pecinan.
Saat datangnya perayaan 1 Suro, kerbau ini dipersilakan untuk keluar dari kandangnya dengan sendirinya. Setelah kerbau keramat itu keluar, proses ritual dimulai. Mereka menyambut kedatangan sang kerbau dengan penuh hormat.
Acara kemudian dilanjutkan dengan kirab di mana kerbau keramat itu memimpin jalannya kirab di barisan paling depan dengan dipandu seorang pawang kerbau. Di belakang kerbau, barisan punggawa kerajaan membawa tombak dan sejumlah koleksi pusaka milik Kraton Surakarta.
Tradisi Mubeng Beteng
©2019 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Lain halnya di Solo, pada saat malam satu suro, Kraton Yogyakarta menggelar tradisi topo bisu mubeng beteng. Dalam tradisi itu, para peserta berjalan mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta dengan tidak tidak mengeluarkan kata-kata.
Selama melakukan aksi ini, para abdi dalem menahan diri untuk tidak berbicara seraya memanjatkan doa dalam hati. Selain diikuti para abdi dalem, acara ini juga bisa diikuti warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Penuh Hal-hal Mistis
©2014 Merdeka.com
Karena dianggap keramat, malam ini juga banyak berkaitan dengan hal-hal mistis dan penuh misteri. Dilansir dari Dream.co.id, setidaknya ada lima mitos seputar malam 1 suro.
Mitos pertama adalah pada malam itu masyarakat Jawa dilarang bepergian keluar rumah karena jika hal itu dilanggar kesialan akan menimpa. Mitos kedua masyarakat dilarang untuk pindah rumah pada waktu malam satu suro.
Mitos ketiga tidak boleh mengadakan pesta. Mitos keempat tak boleh banyak bicara. Dan mitos terakhir, pada malam satu suro banyak makhluk halus akan ada makhluk halus yang gentayangan.