Kisah Raden Ajeng Srimulat, Perintis Grup Lawak Legendaris dari Solo
Raden Ajeng Srimulat merupakan pemain sandiwara legendaris tanah air. Saat tengah sibuk dengan pementasan ketoprak, ia dikucilkan keluarganya. Namun ia tetap memilih untuk jalan terus.
Raden Ajeng Srimulat lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1908. Dari namanya sudah dapat diketahui kalau ia merupakan seorang putri bangsawan.
Diketahui, ia menempuh pendidikan di Kweekschool Solo. Saat itu ia belajar bernyanyi dari seorang pemimpin orkes Solo bernama Djajadi.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Setelah itu, ia melanglang buana sebagai pemain ketoprak untuk grup Mardi Utomo di Magelang, kemudian berpindah ke Rido Carito. Sementara itu di panggung wayang orang, ia tampil sebagai pemain di kelompok Sri Kuncoro.
Namun ketika ia tengah sibuk dengan berbagai pementasan itu, Srimulat dikucilkan keluarganya.
Lalu seperti apa perjalanan selanjutnya dari perintis grup lawak legendaris ini? berikut selengkapnya, dikutip dari kanal YouTube Penjelajah Waktu:
Melawan Bangsawan
©YouTube/Penjelajah Waktu
Walaupun dikucilkan keluarga, Srimulat tetap jalan terus. Saat itu ia banyak tampil di panggung kesenian Jawa.
Pada tahun 1938, ia pernah membela mati-matian seorang pesinden bernama Nyai Mas Sulandjari yang berhasil memenangkan lomba kontes batik di Pasar Malam Amal Yogyakarta.
Saat itu kemenangan Sulandjari ditentang para bangsawan Keraton Surakarta dan Yogyakarta karena berhasil mengalahkan putri-putri ningrat.
Srimulat pun menyampaikan jalur kritik melalui pementasan panggung yang ia mainkan. Di beberapa tempat, ia menghibur dengan nyanyian untuk mendukung para anggota TNI. Selanjutnya ia masuk ke dunia film.
Membentuk Kelompok Kesenian
©YouTube/Penjelajah Waktu
Srimulat bermain di berbagai judul film seperti Saputangan (1949), lalu Nusakambangan, Damarwulan, Bintang Surabaya, Lenggang Djakarta, dan Putri Solo. Biasanya ia memainkan karakter humor dan diduetkan dengan pelawak Si Kuntjung. Dari keberhasilannya memainkan film-film tersebut, nama Srimulat menjadi terkenal.
Pada 8 Agustus 1950, Srimulat menikah dengan pemain biola bernama Kho Djien Tiong alias Teguh Slamet Rahardjo yang usianya lebih muda darinya. Bersama sang suami, ia membentuk kelompok kesenian keliling bernama Gema Malam Srimulat. Rombongan itu menyajikan pentas lawak dan menyanyi, terutama langgam Jawa dan keroncong.
Sebelum tahun 1957, Gema Malam Srimulat berubah nama menjadi Srimulat Review, lalu berubah lagi dengan nama Aneka Ria Srimulat. Grup ini memanfaatkan dua tempat pementasan. Tempat pertama bersifat permanen di Taman Sriwedari Solo, lalu panggung kedua pentas keliling kota mengunjungi pasar malam dan pusat keramaian.
Menetap di Surabaya
©YouTube/Penjelajah Waktu
Menyadari risiko sebagai seniman pengembara, Teguh kemudian mencari tempat pertunjukan permanen. Pada tahun 1961, mereka menetap di Taman Hiburan Rakyat, Surabaya.
Sejak saat itu, para personelnya hijrah dari Solo ke Surabaya. Pada tahun 1968, Teguh merombak format pertunjukan. Kelompok ini tak lagi mengandalkan musik serta nyanyian dengan lawak sebagai selingan, melainkan sandiwara dengan banyolan spontan sebagai sajian utama. Grup ini pun dikenal sebagai kelompok komedi.
Namun pada tahun itu juga, Raden Ajeng Srimulat meninggal dunia. Teguh melanjutkan kelompok ini sendirian. Namun grup Srimulat semakin terkenal hingga ke tingkat nasional. Mereka menyesuaikan diri dengan dialog bahasa Indonesia.
Pasang Surut Srimulat
©YouTube/Penjelajah Waktu
Seiring waktu, grup Aneka Ria Srimulat semakin terkenal. Bahkan pada tahun 1982, ia rutin tampil di acara hiburan TVRI setiap sebulan sekali. Jumlah anggotanya semakin banyak dan tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Solo, dan Surabaya.
Meski sempat mengalami pasang surut dan anggotanya keluar masuk, hingga kini Srimulat tetap dikenal sebagai grup lawak besar dan legendaris. Grup lawak Srimulat bahkan telah melahirkan banyak pelawak kenamaan di Indonesia, seperti Nunung Srimulat, Tessy Srimulat, Polo Srimulat dan masih banyak lagi.
“Meski tidak dikaruniai anak, Srimulat benar-benar menjadi simbol seorang ibunda di komunitasnya. Di mata anak wayangnya, ia dikenal sebagai wanita berbudi luhur dan berjiwa sosial besar,” ungkap Heru Gendut Janarto dalam buku “Teguh Srimulat: Berpacu dalam Melodi dan Komedi”.