Masjid di Sukoharjo Ini Jadi Saksi Perjuangan Pangeran Diponegoro, Begini Sejarahnya
Di Sukoharjo, ada sebuah masjid bersejarah. Konon masjid itu menjadi saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa (1825-1830).
Di Dusun Kedunggudel, Kelurahan Kenep, Sukoharjo, ada sebuah masjid bersejarah. Konon masjid itu menjadi saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa (1825-1830).
Secara geografis, Dusun Kedunggudel tempat masjid itu berdiri tak jauh dari Sungai Bengawan Solo. Kemungkinan riwayat dusun itu sudah ada jauh sebelum Islam masuk ke tanah Jawa.
Oleh masyarakat setempat, masjid yang berdiri di tengah-tengah dusun itu bernama Masjid Darussalam. Banyak peninggalan yang menandakan bahwa keberadaan masjid itu dulunya tak lepas dari perjuangan Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah Belanda.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Berikut ulasan selengkapnya:
Sumur Kyai Pleret
©2022 Merdeka.com
Bukti bahwa dulu Masjid Darussalam ini merupakan saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro adalah adanya sumur yang ditutup dengan kaca bertuliskan “Sumur Kyai Pleret”. Istilah “Kyai Pleret” sendiri merupakan nama tombak yang digunakan Pangeran Diponegoro saat berperang.
“Kyai Pleret itu sebenarnya nama dapur tombak. Jadi untuk melegitimasi raja. Di Jawa itu salah satunya harus ada tombak Kiai Pleret. Nah yang melambangkan itu kekuasaan. Sumur Kyai Pleret itu istilahnya kalau Jawa nuggak semi, meniru nama tombak itu,” kata tokoh masyarakat Kedunggudel, Sehono, dikutip dari Jatengprov.go.id pada Minggu (17/4).
Sosok Kiai Lombok
©2022 Merdeka.com
Sehono mengatakan, dulunya sumur itu digunakan untuk menyimpan harta perang dari Pakubuwana VI ke Pangeran Diponegoro. Namun sebenarnya Masjid Darussalam sudah berdiri jauh sebelum era Pangeran Diponegoro.
Ia menambahkan, masjid itu dulunya dibangun oleh Kiai Lombok. Makam sang pendiri masjid itu berada di belakang masjid. Konon Kiai Lombok merupakan santri Wali Songo yang berasal dari Pulau Lombok.
Pernah Dihujani Bom
©2022 Merdeka.com
Sehono mengatakan bahwa masjid itu pernah dijatuhi bom sebanyak 21 kanon. Namun dari semua itu tak ada satu pun yang berhasil meledak.
“Nenek moyangku dulu cerita kalau kanon itu ukurannya sama seperti jantung pisang. Itu kalau 21 kali enggak ada yang meletus, Itu kebeneran atau kebeneran itu,” kata Sehono.
Batu Bata Merah
©2022 Merdeka.com
Sehono mengatakan bahwa di Dusun Kedunggudel dirinya pernah menemukan batu bata merah. Ia menduga batu bata itu merupakan peninggalan zaman Majapahit.
“Jejak sejarah yang ada di sini saya menemukan batu bata merah itu. Ini bisa menandakan kalau kampung ini sudah ada sejak zaman Majapahit,” kata Sehono dikutip dari Jatengprov.go.id.
(mdk/shr)