Melihat Lukisan Mataram Abad ke-19, Dokumentasikan Tradisi Masyarakat yang Kini Telah Hilang
Lukisan itu menggambarkan tradisi masyarakat di Ibu Kota Mataram pada masa itu
Dijelaskan bahwa lukisan itu dibuat pada tahun 1860-an atau sekitar abad ke-19.
Melihat Lukisan Mataram Abad ke-19, Dokumentasikan Tradisi Masyarakat yang Kini Telah Hilang
Dalam postingan akun Instagram @sejarahjogya, tampak beberapa lukisan yang menggambarkan suasana Mataram era Hindia Belanda. Dijelaskan bahwa lukisan itu dibuat pada tahun 1860-an atau sekitar abad ke-19.
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Kapan Zulkarnain Lubis meninggal? Pada Jumat, 11 Mei 2018, Zulkarnain meninggal dunia di Rumah Sakit Pertamina Pali, Sumatra Selatan di usia 59 tahun.
-
Kapan bintang-bintang mati? Setiap Tahun, Ada Segini Bintang yang Mati di Galaksi Bima Sakti Bintang pun bisa hancur setiap tahunnya dan melakukan "regenerasi". Komposisi bintang di langit terus berganti seiring dengan perkembangan waktu.
-
Kapan Zahwa Massaid lulus kuliah? Lulus Tahun Lalu Zahwa lulus kuliah pertengahan 2023. Aaliyah dan Reza Artamevia datang dari Indonesia untuk hadiri momen kelulusannya.
-
Apa julukan Zulkarnain Lubis? Pria yang dijuluki Maradona Indonesia ini kembali ke Pulau Jawa dan meneken kontrak bersama Petrokimia Putra Gresik. (Foto: Bola.com) Ikut Skuad Garuda Mengutip dari kanal Bola.com, Zulkarnain sempat dipanggil Timnas Indonesia untuk ajang Pra Piala Dunia 1986.Saat itu, skuad garuda berada di bawah asuhan Sinyo Aliandoe. Skuad Garuda bermain cukup gemilang hingga hampir lolos ke putaran final di Meksiko sebelum akhirnya kalah dari Korea Selatan di fase akhir Kualifikasi Zona Asia.Zulkarnain juga sempat membawa Timnas Indonesia melaju hingga ke semifinal Asian Games 1986. Selain Zulkarnain, ada pula beberapa pilar Timnas yang juga tak kalah hebatnya, seperti Ponirin Meka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Herry Kiswanto, Marzuki Nyak Mad, Sutrisno, Budi Wahyono, Patar Tambunan, hingga Nasrul Koto. Dijuluki Maradona Gaya permainan Zulkarnain ketika berada di lapangan hijau sungguh ikonik. Bermain sebagai gelandang sentral dan juga gelandang serang, ia kerap menunjukkan hiburan seperti gocekan-gocekan untuk mengelabuhi lawannya.Ia juga sering memberikan umpan-umpan ciamik dan terukur ke lini depan. Visi permainannya juga di atas rata-rata sehingga mampu membaca pergerakan kawan maupun lawan. Berangkat dari situlah, Zulkarnain dikenal sebagai 'Maradona Indonesia' sejak berada di klub Krama Yudha Tiga Berlian Palembang.Saat itu ia sukses membawa timnyameraih peringkat ketiga Asian Club Championship 1985-1986.
-
Kapan Adipati Lumajang meninggal? Adipati Lumajang, (Putra/Cucu Suropati), meninggal dilereng selatan Gunung Semeru pada tahun 1767.
Dalam postingan pertama, tampak sebuah lukisan, yang berdasarkan keterangan, menggambarkan suasana kota utama Mataram yaitu "Kuta Gedhe”. Pada bagian kiri lukisan tersebut, terdapat bangunan yang dinarasikan sebagai pasar.
Lalu di kejauhan, tampak benteng dengan bangunan Joglo. Di bagian kanan terdapat pohon besar serta Watu Gilang dan Watu Gatheng, yang dulunya menjadi tempat sujud Panembahan Senopati dan taman bermain Raden Ronggo.
“Foto ini memang seperti ‘menumpuk’ spot-spot penting di Kotagede dalam satu frame dan tidak terlalu menggambarkan sesuai lokasinya. Bagaimanapun gambaran ini sangat membantu kita dalam berkhayal seperti apa suasana ibu kota pertama Mataram Islam pada waktu itu,” tulis keterangan foto itu dari @sejarahjogya.
Lalu pada postingan kedua, ada sebuah lukisan yang dibuat sekitar tahun 1865-1876. Dalam lukisan itu, pelukis merekonstruksikan tradisi khas Mataraman setiap hari Senin dan Sabtu yang disebut “Senenan dan Setonan”.
Dalam keterangan foto disebutkan bahwa Senenan dan Setonan merupakan latihan perang dengan menggunakan tombak tumpul sambil menunggangi kuda yang dilakukan di alun-alun depan istana keraton.
Sebagai contoh pada tahun 1670, Susuhunan Amangkurat I di Pleret memerintahkan bahwa setiap bangsawan wajib melaksanakan perang-perangan dengan seragam besi, mantel kain merah, dan kopiah berwarna merah.
Tradisi Setonan ini dihentikan pada masa pemerintahan Pakubuwono VII (1830-1858) di Surakarta. Jadi kemungkinan saat gambar itu dilukis pada tahun 1960-an, tradisi tersebut telah dihentikan.
- Serunya Pacu Itiak, Lomba Menerbangkan Itik Khas Kota Payakumbuh yang Penuh Makna
- Tradisi Batagak Penghulu, Upacara Pengangkatan Seseorang Menjadi Pemimpin Adat
- Mengulik Batagak Kudo-Kudo, Tradisi Masyarakat Minangkabau yang Masih Lestari
- Melihat Suasana Kampung Adat Lebak Bitung Sukabumi yang Asri, Punya Tradisi Tumbuk Padi Setelah 6 Tahun Panen
Postingan berikutnya adalah lukisan yang kemungkinan dibuat pada tahun 1883 yang menggambarkan tradisi “rampokkan sima”.
Dalam tradisi itu rakyat berkumpul dengan membawa tombak lalu seekor sima atau macan dilepas di tengah-tengah kabupaten.
Disebutkan dalam caption Instagram bahwa tradisi tersebut biasanya dilakukan pada masa lebaran. Dalam keterangan postingan, disebutkan pula bahwa tradisi itu bermula dari ibu kota Mataram.
Di Yogya masih tersisa kandang sima yang letaknya di timur pagelaran (sebelah SD Keputran). Letaknya sama persis dengan Kandhang Sima pada denah Kraton Plered.