Mengenal Caping Kalo, Penutup Kepala Tradisional Khas Kudus yang Kini Mulai Langka
Kini keberadaan Caping Kalo semakin langka. Regenerasi para perajin Caping Kalo tidak berjalan seperti yang diinginkan.
Caping Kalo merupakan penutup kepala tradisional dalam busana adat khas Kudus. Pada masa Hindia Belanda, penutup kepala ini digunakan oleh petani di sawah untuk melindungi kepala mereka dari sengatan sinar matahari.
Setelah melalui berbagai era, momentum caping kalo sebagai salah satu identitas Kudus mencapai momentum saat acara peresmian Museum Kretek pada 3 Oktober 1986. Pada saat itu, caping kalo diperkenalkan sebagai penutup kepala pada busana adat wanita khas Kudus yang mementaskan tarian kretek.
-
Kapan kalio dianggap sebagai rendang setengah jadi? Di sisi lain, kalio bisa dianggap sebagai rendang setengah jadi.
-
Apa perbedaan utama antara rendang dan kalio? Perbedaan paling mencolok antara rendang dan kalio terletak pada rasa, warna, dan teksturnya.
-
Kapan O ditangkap? Ia ditangkap saat tengah bekerja di pabrik tahu di Kampung Parit Timur, Desa Banjarsari Timur, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang.
-
Kapan Kali Ngalang terbentuk? Geosite Kali Ngalang merupakan perselingan lapisan batuan yang disusun oleh batu pasir, batu pasir gampingan, dan serpihan sedimen laut dangkal yang terbentuk dari 20 juta tahun yang lalu.
-
Kapan kapibara kawin? Kapibara kawin dalam air tepat sebelum musim hujan tiba.
-
Di mana penemuan bangkai kapal kuno di laut Kasos dilakukan? Selama survei di wilayah laut di sekitar Pulau Kasos, Yunani, tim peneliti dari National Hellenic Research Foundation, bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan, telah menemukan sepuluh bangkai kapal dan temuan kuno penting lainnya.
Kini keberadaan Caping Kalo semakin langka. Regenerasi para perajin Caping Kalo tidak berjalan seperti yang diinginkan.
Lalu apa ciri khas dari penutup tradisional ini? berikut selengkapnya:
Perajin Caping Kalo Terakhir
Salah seorang perajin Caping Kalo yang masih bisa dijumpai kini tinggal di Desa Gulang, Kecamatan Mejobo, Kudus. Salah satu perajin Caping Kalo adalah Pak Kamto. Ia disebut sebagai perajin Caping Kalo terakhir di Kudus.
Pada Kamis, 19 September 2024, Liputan6.com menemui Kamto di rumahnya. Saat itu ia tengah mengerjakan pesanan Caping Kalo untuk acara Fashion Week Kudus. Dalam kesempatan itu Kamto membuatkan rangkaian proses pembuatan Caping Kalo.
“Dimulai dengan membuat rangkepan, menghaluskan daun rembutung atau sulo dan ijuk atau duk, serta ada bagian yang dianyam halus sebagai yang paling atas. Setelah semuanya ada, lalu saya rangkai. Kemudian di bagian akhirnya adalah dijahit agar terlihat rapi,” kata Kamto.
- Mengenal Tradisi Sumpah Pocong yang Dijalani Saka Tatal di Kasus Kematian Vina Cirebon
- Mengenal Lukah Gilo, Kesenian Tradisional Suku Minangkabau Berunsur Magis Mirip Jailangkung
- Mengenal Tarian Rentak Kudo, Kesenian Tradisional Kolosal Khas Suku Kerinci
- Mengenal Ngalungsur Geni, Tradisi Pembersihan Benda Pusaka di Kabupaten Garut
Pasang Surut Kerajinan Caping Kalo
Pada kesempatan itu, Kamto bercerita tentang perjalanan pasang surut kerajinan Caping Kalo di Kudus.
Pada tahun 1976, Desa Gulang masih dihiasi oleh banyak perajin Caping Kalo. Namun seiring berjalannya waktu, minat terhadap Caping Kalo meredup. Kini, produksi Caping Kalo merupakan hal langka dan hanya dibuat kalau ada pesanan untuk acara tertentu saja.
“Saat ini baik orang dewasa maupun anak milenial bisa dibilang enggan untuk belajar karena kerajinan ini tidak bisa cepat menghasilkan uang. Butuh proses lama untuk menghasilkan satu buah caping kalo. Sehingga penghasilan yang didapat juga tidak pasti. Bahkan anak saya belum mau belajar untuk menekuni kerajinan ini,” tutur Kamto dikutip dari Liputan6.com.
Dukungan dari Pelaku Seni
Pada tahun 2022, PT Nojorono Tobacco Internasional mematenkan Caping Kalong sebagai identitas budaya dari Kota Kudus. Sejak saat itu, minat terhadap kerajinan ini kembali tumbuh. Bahkan kerajinan Caping Kalo buatan Kamto telah melintas batas Kudus seperti Kota Bekasi, Yogyakarta, Malang, hingga Bangka Belitung.
Dukungan dari tokoh-tokoh seni seperti Didik Nini Thowok dan Kinanti Sekar Rahina juga menjadi penyemangat bagi Kamto untuk terus menjaga warisan budaya itu. Ia berharap kepada masyarakat terutama anak muda agar mau melestarikan identitas budaya Kota Kudus tersebut.
“Saya sangat berharap ada yang mau untuk belajar membuat caping kalo ini. Nanti anak saya jika sudah besar akan saya suruh untuk belajar membuat caping kalo ini agar tidak punah,” kata Kamto dikutip dari Liputan6.com.