Mengenal Tradisi Piring Terbang di Jamuan Pernikahan Adat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Para tamu undangan diperlakukan secara terhormat melalui tradisi piring terbang.
Para tamu undangan diperlakukan secara terhormat melalui tradisi piring terbang.
Mengenal Tradisi Piring Terbang di Jamuan Pernikahan Adat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Dalam acara resepsi pernikahan adat Jawa, ada sebuah tradisi yang dikenal dengan istilah “piring terbang”. Kebanyakan masyarakat yang menggelar pernikahan adat Jawa suka menggunakan tradisi ini pada setiap acara mereka.
-
Apa itu tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari.
-
Di mana tradisi Ngitung Batih dilakukan? Mitos Masyarakat Desa Dongko Kabupaten Trenggalek masih mempercayai mitologi Kanjeng Ratu Kidul sebagai penguasa laut selatan Jawa.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Ngitung Batih di Trenggalek? Ngitung batih adalah menjumlah anggota keluarga per rumah. Arti ini juga berkaitan dengan jumlah uba rampe takir plonthang yang akan disiapkan. Misalnya keluarga A berjumlah 7 orang, maka perlu dibuat takir plonthang sebanyak tujuh buah.
-
Kenapa tradisi Cikibung dilakukan? Tradisi Cikibung mulanya dilakukan oleh seorang ayah terhadap anak-anaknya yang tengah belajar mengembala kambing. Agar berani menyeberangi sungai besar, sang ayah akan mendampingi anak-anaknya untuk pelan-pelan melintasi sungai.
-
Apa itu Tradisi Adang? Tradisi ini diartikan sebagai memasak bersama yang terkadang diiringi ritus-ritus untuk nenek moyang. Biasanya adang diadakan untuk membantu warga yang tengah melakukan hajatan.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Tutunggulan? Tradisi Tutunggulan Mengutip Instagram @napakjagatpasundan, seni Tutunggulan merupakan tradisi memukul alat lesung dengan alu. Alu merupakan alat penumbuk berbahan kayu atau bambu, sedangkan lesung merupakan wadah mirip perahu yang terbuat dari batang kayu utuh untuk wadah padi.
Dilansir dari Surakarta.go.id, tradisi piring terbang sudah berkembang dan melekat di tengah masyarakat sejak Kerajaan Mataram.
Pada mulanya, tradisi ini lahir karena dulu banyak tamu yang berdiri saat menyantap hidangan. Oleh karena itu, untuk menghormati tamu, munculah tradisi ini.
Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Pada faktanya, tradisi piring terbang muncul dari kawasan pinggiran, bukan di pusat pemerintahan Kerajaan Mataram.
Maka tak heran, tradisi ini tak hanya berkembang di Solo, bahkan menyebar hingga Wonosari, Klaten, Wonogiri, bahkan sampai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mempertimbangkan Waktu
Meski terlihat sederhana, namun tradisi ini dilakukan dengan mempertimbangkan penghitungan waktu.
Seluruh hidangan tidak diberikan pada tamu secara sekaligus. Namun, memiliki urutan tertentu.
Beberapa daerah membaginya dengan hidangan pembuka dan makanan berat.
Tujuannya adalah agar para tamu bisa menikmati hidangan satu per satu.
(Foto: YouTube/Cauchy Tsakib)
Dalam gaya piring terbang di pernikahan masyarakat Solo, sajian piring terbang diawali dengan minuman hangat yang umumnya adalah teh manis.
Selain itu ada juga makanan ringan untuk mendampingi teh seperti bolu atau prol tape, risol atau kroket, kacang goreng, atau hidangan lainnya. Setelah beberapa menit, para tamu akan diberikan hidangan sup atau selat soto.
- Tradisi Unik Turun Temurun, di Perkampungan Terpencil Ini Laki-laki Dilamar Duluan Oleh Wanita
- Mengenal Meron, Benda Penting dalam Tradisi Pernikahan Cirebon Zaman Kerajaan
- Menilik Tradisi Pernikahan di Balik Kasus Penembakan Anggota DPRD Lampung Tengah
- Mengenal Ngidang-Ngobeng, Tradisi Memuliakan Tamu ala Orang Palembang
Baru kemudian diantar hidangan utama berupa nasi dengan lauk pauk yang lengkap seperti sambal goreng, capcay, acar kuning, dan kerupuk. Adapun sebagai menu terakhir adalah sajian es buah, es puter, atau es krim.
(IG:/see_henky777)
Petugas Piring Terbang
Adapun yang bertugas mengantarkan hidangan adalah pramusaji atau sinom. Mereka akan berkeliling ke seluruh para tamu undangan untuk membagikan makanan yang disajikan di piring.
Dilansir dari Liputan6.com, para sinom biasanya adalah remaja karang taruna yang saling bergotong-royong membantu kesuksesan jalannya acara.
Keuntungan Piring Terbang
Dikutip dari Surakarta.go.id, tata cara piring terbang ini memiliki beberapa keuntungan.
Di antara keuntungan itu adalah para tamu tak perlu berdesak-desakan dan berebut saat saat mengambil hidangan.
Dengan begitu pula para tamu tidak perlu berdiri saat menyantap makanan. Dengan cara ini seluruh tamu juga bisa mendapat sajian secara lengkap dan komplit.