Sudah Berdiri Sebelum Indonesia Merdeka, Penginapan di Semarang Ini Hanya Bertarif Rp4 Ribu Per Hari
Dari luar, Pondok Boro hanya terlihat seperti gedung tua biasa yang lusuh. Namun bila dilihat ke dalam, ternyata bangunan itu dihuni sekitar 100 orang.
Di Kota Semarang, terdapat sebuah penginapan yang harga sewanya cukup murah. Penginapan itu bernama Pondok Boro. Untuk bisa menginap di sana, pengunjung cukup dikenakan tarif Rp4.000 per hari.
Pondok Boro dipercaya sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Dari luar, Pondok Boro hanya terlihat seperti gedung tua biasa yang lusuh. Namun bila dilihat ke dalam, ternyata bangunan itu dihuni sekitar 100 orang. Semua yang menginap di gedung tua itu merupakan para perantau dengan berbagai pekerjaan.
-
Apa yang ditemukan di Kota Lama Semarang? Dari ekskavasi itu, tim peneliti tidak hanya menemukan struktur bata yang diduga merupakan bagian dari benteng Kota Lama. Namun juga ditemukan artefak berupa fragmen keramik, botol, kaca, tembikar, serta ekofak berupa gigi, tulang, tanduk hewan, dan fragmen Batubara yang jumlahnya mencapai 9.191 fragmen.
-
Di mana Kota Semarang berada? Kota Semarang terletak berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara, Kabupaten Demak di bagian timur, Kabupaten Semarang di bagian selatan, dan Kabupaten Kendal pada bagian barat.
-
Kapan banjir terjadi di Semarang? Curah hujan tinggi yang mengguyur Semarang pada Rabu (13/3) hingga Kamis dini hari menyebabkan sejumlah daerah dilanda banjir dan tanah longsor.
-
Di mana banjir terjadi di Semarang? Banjir terjadi di daerah Kaligawe dan sebagian Genuk.
-
Kenapa banjir terjadi di Semarang? Curah hujan tinggi yang mengguyur Semarang pada Rabu (13/3) hingga Kamis dini hari menyebabkan sejumlah daerah dilanda banjir dan tanah longsor.
-
Apa yang terjadi di perlintasan Madukoro, Semarang? Peristiwa itu mengakibatkan ledakan hebat disusul kobaran api.
Salah satu penghuni penginapan itu adalah Kalijan. Ia mengaku sudah menghuni bangunan Pondok Boro sejak tahun 1973. Saat itu tarif di Pondok Boro hanya Rp10 rupiah per hari.
“Kasur beli sendiri. Bantal beli sendiri. Dari tahun ke tahun harganya selalu naik,” kata Kalijan dikutip dari kanal YouTube Liputan6 pada Senin (16/9).
Berikut selengkapnya:
Warisan Keluarga
Pada tahun 2020 lalu, kanal YouTube Justisia Channel sempat melakukan liputan ke dalam Pondok Boro dan mewawancarai beberapa penghuni. Salah satunya adalah Mariadi. Ia merupakan salah satu penghuni tertua di Pondok Boro. Sehari-hari, ia mencari nafkah sebagai penjual kaca keliling. Saat itu tarif per malamnya masih Rp3.000.
Mariadi bercerita, sebelum ia lahir, ayahnya juga merupakan penghuni Pondok Boro yang sudah menempati bangunan tua itu sejak tahun 1926. Saat itu ayahnya ikut berjuang melawan Belanda menggunakan senjata bambu runcing.
- Ini Penerbangan Pertama di Indonesia
- Intip Benteng Peninggalan Belanda di Atas Gunung Palasari Sumedang, Dulunya Penjara dan Gudang Senjata
- Mengulik Sejarah Hotel Bersejarah di Semarang yang Kini Kondisinya Terbengkalai, Dulu Jadi Tempat Singgah Para Tamu Negara
- Menyusuri Bekas Rumah Pemotongan Hewan Peninggalan Belanda di Semarang, Kini Kondisinya Angker dan Terbengkalai
“Di sini harga sewanya murah. Sehari semalam cuma Rp3.000. Mandi sepuasnya, buang air besar juga sepuasnya,” kata Mariadi dikutip dari kanal YouTube Justisia Channel.
Ikut-Ikutan Teman
Dalam kesempatan itu, Justisia Channel juga bertemu dengan Pak Kalijan. Pria yang berprofesi sebagai pedagang rokok keliling itu sudah menempati Pondok Boro bahkan sebelum ada Simpang Lima Semarang pada tahun 1970-an.
Selain itu, pemilik kanal YouTube tersebut juga bertemu dengan pedagang asongan lainnya, Pak Siswadi, yang berasal dari Kebumen. Dia awalnya bisa menempati Pondok Boro karena ikut-ikutan teman.
“Dulu teman-teman saya dari Kebumen banyak yang tinggal di sini. Kalau mau masuk sini memang harus ada yang bawa,” kata Pak Siswadi.
Tidak Pernah Ada yang Kehilangan
Berdasarkan penuturan para penghuni, Pondok Boro sendiri merupakan bangunan berarsitektur Cina yang sudah berdiri sejak era kolonial. Pada waktu penjajahan Belanda, bangunan itu difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan rempah-rempah. Pada tahun 1945 gedung itu kemudian dialihfungsikan sebagai penginapan.
Di sana, mereka tidur dengan fasilitas seadanya. Mereka tinggal bersama di sebuah ruang besar yang dilengkapi alas kayu panjang tanpa kasur dan bantal. Meski selalu tinggal bersama, para penghuni mengaku tidak pernah kehilangan barang berharga.
“Di sini aman. Mungkin kalau baju hilang sudah biasa. Tapi kalau handphone, uang, dari sejak kecil tinggal di sini saya belum pernah mendengar ada yang kehilangan barang-barang itu,” ucap Rohimah, salah seorang penghuni Pondok Boro.