200 Tahun Berdiri Megah, Ini 3 Fakta Menarik Kelenteng Hok Sian Kiong Mojokerto
Kelenteng Hok Sian Kiong di Kota Mojokerto, Jawa Timur, genap berusia 200 tahun. Simak 3 fakta menariknya.
Kelenteng Hok Sian Kiong di Kota Mojokerto, Jawa Timur, merupakan salah satu objek wisata religi yang patut dikunjungi. Rumah ibadah kaum Tionghoa yang berada tak jauh dari pusat kota itu telah berdiri megah sejak 200 tahun lalu.
Keberadaan Kelenteng Hok Sian Kiong tidak bisa dilepaskan dengan momentum kedatangan masyarakat keturunan Tionghoa di Kota Mojokerto. Komunitas itu menetap dan memilih berdagang di pusat kota.
-
Apa yang ditemukan di hutan jati Mojokerto? Di kawasan hutan jati tersebut ditemukan sejumlah benda yang diduga peninggalan era kerajaan, seperti pecahan cangkir gerabah, bata merah, hingga cerupak (lampu ublik kuno).
-
Apa yang membuat terowongan di Mojokerto ini misterius? YouTuber Cakra Panorama menyebut lorong tak berujung ini mirip terowongan Hamas di Palestina.
-
Siapa Mbah Joget? Dilansir dari kanal YouTube Tri Anaera Vloger, Mbah Joget sendiri merupakan seorang penari atau ronggeng pada masa kolonial Belanda.
-
Apa yang dulunya disebut Begraafplaatsen Mojokerto? Mengutip Instagram @ceritamojokerto, bangunan ini dulunya dikenal dengan nama Begraafplaatsen Mojokerto atau gerbang pemakaman di Mojokerto. Nama lain dari gapura ini adalah Sekar Putih.
-
Mengapa Sate Sapi Pak Djamil begitu terkenal di Mojokerto? Warung sate ini menjadi salah satu andalan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari. Beberapa kali, perempuan yang akrab disapa Ning Ita itu mengajak tamu dari luar daerah mencicipi sate sapi legendaris tersebut.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
Mereka kemudian berinisiatif mendirikan kelenteng agar dapat beribadah setiap hari sembari mengurus usaha dagangnya. Lokasi pendirian kelenteng dipilih di tengah kota karena dekat dengan tempat mereka mengelola usaha.
Cagar Budaya
©2023 Merdeka.com/Dok. Kemdikbud RI
Kelenteng Hok Sian Kiong menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang layak dikunjungi jika Anda sedang berada di Kota Mojokerto. Bangunan rumah ibadah ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Klenteng Hok Siang Kiong didirikan pada tahun 1823 dengan bentuk arsitektur khas Cina. Tempat ibadah umat Kong Hu Cu ini terletak sekitar 750 meter dari alun-alun Kota Mojokerto. Selain umat Kong Hu Cu, klenteng ini juga sering dikunjungi banyak orang yang mengagumi gaya arsitekturnya.
Saat memasuki bangunan ini, suasana religi terasa sekali, ada ketenangan serta kenyamanan dalam menjalankan ibadah. Dikutip dari laman direktoripariwisata.id, Rumah ibadan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda ini menjadi bukti bahwa kota Mojokerto memiliki keragaman budaya bangsa.
Awal Mula Berdiri
Berdirinya Kelenteng Hok Sian Kiong tak bisa dipisahkan dengan keberadaan masyarakat Tionghoa di Kota Mojokerto pada masa penjajahan Belanda. Banyak warga keturunan Tionghoa yang menetap di Kota Mojokerto dan berdagang di tengah-tengah kota.
Komunitas masyarakat Tionghoa itu akhirnya berinisiatif mendirikan rumah ibadah yang lokasinya dekat dengan tempat mereka mencari nafkah. Rumah ibadah itu berada di kawasan Jalan Panglima Sudirman, Kelurahan Purwotengah, Kecamatan Magersari Kabupaten Mojokerto.
Keberadaan Kelenteng Hok Sian Kiong membuat masyarakat Tionghoa bahagia karena bisa beribadah setiap hari sekaligus belajar agama secara lebih mendalam di sana, seperti dikutip dari Skripsi Siti Miftahul Husnah yang berjudul Sejarah Berdirinya Klenteng Hok Sian Kiong di Kota Mojokerto (UIN Surabaya, 2016).
Meski demikian, sebagian masyarakat atau jemaah Kelenteng Hok Sian Kiong mengungkapkan bahwa keberadaan rumah ibadah yang tepat di perempatan jalan menyebabkan kawasan tersebut rawan macet. Sebagiaah jemaah juga merasa kurang nyaman karena bising suara kendaraan.
Berusia 200 Tahun
Kini kelenteng bersejarah ini berusia 2 abad. Perayaan dua abad rumah ibadah umat Tionghoa itu ditandai dengan kirab dan ritual budaya. Kegiatan yang sekaligus memperingati hari lahir YM Makco Thian Shang Sheng Mu yang ke-1063. YM Makco Thian Shang Sheng M dikenal sebagai sosok Dewi Laut yang sering menolong para pelaut ketika mengarungi samudra.
Kirab ritual ini digelar sebagai puncak peringatan HUT YM. Kirab ini pun berhasil menyedot perhatian ribuan warga Kota Mojokerto. Kirab ini diikuti oleh peserta dari berbagai kelenteng di Indonesia itu digelar pada Minggu (14/5/2023). Kirab ini seolah menjadi bukti bahwa budaya bisa mempersatukan orang dengan berbagai latar belakang berbeda.
"Seluruh kebhinekaan tetap bisa menyatu harmonis dan penuh kekeluargaan di kota kita tercinta. Ini adalah wujud Kota Mojokerto yang harmonis, aman, dan damai bagi siapa saja untuk bisa tinggal di dalamnya," terang Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, dikutip dari laman resmi pemerintah kota setempat.
Pada hari pelaksanaan kirab ritual dan budaya, ribuan warga sudah memadati area sekitar Kelenteng Hok Sian Kiong sejak pukul 07.00 WIB. Mereka sengaja datang lebih pagi karena tidak ingin melewatkan aksi keberangkatan peserta kirab.
Menjelang keberangkatan peserta kirab, halaman Kelenteng Hok Sian Kiong menguarkan aroma dupa ke segala penjuru. Selain itu, aneka ornamen warna merah mendominasi suasana sekitaran pemberangkatan.
Adapun rute kirab ritual dan budaya dalam peringatan 200 tahun Kelenteng Hok Sian Kiong Kota Mojokerto melewati Jalan Letkol Sumarjo - Jalan A Yani - Jalan Majapahit - Jalan Bhayangkara - Jalan Gajah Mada - Jalan Hos Cokroaminoto - Jalan Kh. Ahmad Dahlan - Jalan Karyawan Baru - Jalan Niaga dan kembali ke Jalan PB Sudirman.
Ke depan, Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto bertekad menghadirkan lebih banyak tamu dari berbagai daerah di Indonesia pada perayaan kirab dan ritual budaya Kelenteng Hok Sian Kiong. Wali Kota Mojokerto berharap, kirab dan ritual budaya itu menjadi tonggak sejarah serta barometer kota yang harmonis. Sehingga bisa menjadi rujukan berbagai pihak bagaimana menciptakan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.