Disebut Surga Dunia, Ini Kisah di Balik Keindahan Desa Wisata Sendang Pacitan
Bak surga dunia, Desa Wisata Sendang Pacitan ternyata lekat dengan kisah putra mahkota Majapahit.
Bukan hanya alamnya yang indah, asal-usulnya tak kalah mengesankan
Disebut Surga Dunia, Ini Kisah di Balik Keindahan Desa Wisata Sendang Pacitan
Desa Wisata Sendang, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan, memiliki sejumlah potensi wisata alam menakjubkan. Mulai dari Pantai Klayar, Pantai Ngiroboyo, susur sungai, hingga atraksi kebudayaan.
Dapat Penghargaan
Desa Wisata Sendang dikelola warga setempat di bawah naungan BUMDesa Subur Makmur Desa Sendang. Desa Wisata Sendang didapuk jadi Juara Harapan dalam ajang bergengsi nasional Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) pada Minggu (27/8/2023) malam.
-
Apa yang ditemukan di situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Di Kota Ketapang, Kalimantan Barat, ada sebuah situs peninggalan Hindu Buddha. Peninggalan itu kemudian dikenal dengan nama Candi Negeri Baru.
-
Bagaimana desa wisata ini dikelola? “Konsep pengembangan desa wisata di Kaduela dikelola secara mandiri dan melibatkan pemberdayaan masyarakat setempat sebagai kunci keberhasilan,” terang Iim
-
Di mana letak situs peninggalan Majapahit di Kalimantan Barat? Situs tersebut berada di tengah pemukiman penduduk dan hanya berjarak 300 meter dari tepi Sungai Pawan.
-
Kapan Desa Wisata Nusa meraih juara? Desa Wisata Nusa telah menyabet juara di Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 kategori homestay.
-
Di mana Desa Wisata Cisaat berada? Desa Cisaat di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, baru-baru ini mendapat gelar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI.
-
Bagaimana Desa Purwabakti dikelola sebagai desa wisata? Saat ini, pariwisata di Desa Purwabakti dikelola melalui divisi Pariwisata Desa, Badah Usaha Milik Desa (BUMDes - Purwabakati).
Asal-usul
Ngiroboyo memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit. Kisah ini bermula dari Prabu Brawijaya yang memiliki seorang permaisuri dan selir. Dua istri sang raja itu hidup rukun bak saudara. Bahkan, saat tengah hamil, keduanya bersepakat akan menjodohkan anak mereka. Pucuk dicinta ulam pun tiba, permaisuri melahirkan anak perempuan, sementara sang selir melahirkan bayi laki-laki.
Seolah keinginan sang permaisuri dan selir didukung alam semesta, seiring berjalannya waktu, kedua anak itu pun saling jauh cinta.
Mendengar kasak-kusuk hubungannya dengan sang kekasih tak direstui sang raja, pangeran pun diam-diam meninggalkan kerajaan, seperti dilansir dari laman jadesta.kemenparekraf.go.id.
Pelarian Sang Pangeran
Dalam pelariannya, pangeran bertemu seseorang yang mengaku bernama Ki Ageng Buyut Ngaren yang juga dikenal sebagai Kiai Bodho atau Kiai Maja di negeri Mojo. Saat bertemu dengan Kiai Maja, pangeran dan kekasihnya sudah menjadi pasangan suami istri. Sang pangeran mengenalkan dirinya sebagai Raden Prawirayudha.
Saat itu, Kiai Maja menerima kedatangan keduanya dengan senang hati, meski tidak tahu dari mana dia keduanya berasal. Meski demikian, Kiai Maja yakin tamunya bukan orang sembarangan.
Kiai Maja memperlakukan Raden Prawirayudha seperti seorang petani di perdesaan. Sehari-hari, pangeran melakukan aktivitas sebagaimana seorang petani muda yang rajin bekerja di ladang garapannya.
Utusan Raja
Prabu Brawijaya mengutus orang-orang terpilihnya untuk mencari tahu keberadaan sang pangeran. Tim utusan ini kemudian bertemu Kiai Maja di tanah Mojo.
Penjelasan utusan kerajaan terkait putra mahkota yang kabur dari kerajaan dibalas Kiai Maja dengan cerita Raden Prawirayudha dan istrinya. Utusan kerajaan pun yakin bahwa sosok yang diceritakan Kiai Maja merupakan putra dan putri kandung Prabu Brawijaya. Para utusan kerajaan pun berpesan agar Kiai Maja merawat putra mahkota sebaik mungkin. Kelak, kata sang utusan kerajaan, sang raja sendiri yang akan menjemput anaknya.
Utusan raja kembali ke kerajaan dengan informasi bahwa mereka telah menemukan putra mahkota di Negeri Mojo (sekarang Desa Punung). Raja pun sangat senang mendengar informasi tersebut.
Tak berselang lama, Prabu Brawijaya turun gunung bersama rombongan untuk menjemput sang pangeran. Saat itu, Raden Prawirayudha dan istrinya tengah menyiangi padi di ladang. Tiba-tiba keduanya dihampiri Kiai Maja yang mengatakan bahwa Ayahanda Prabu Brawijaya telah datang, ingin segera bertemu dan mengajaknya pulang ke Kerajaan Majaphit.
Merespons itu, Raden Prawirayudha meminta Kiai Maja pulang terlebih dahulu dan berjanji akan segera menyusulnya. Ia juga menitipkan salam hormat untuk sang ayah.
Taktik
Tak benar-benar pulang, Raden Prawirayudha dan istri justru melarikan diri mencari tempat pesembunyian baru. Mereka tak mau kembali ke Puri Kerajaan Majapahit dengan menghindari pertemuan dengan sang ayah. Namun, persembunyian baru sang pangeran ternyata terendus utusan kerajaan.
- Potret Desa Wisata Sumberoto Malang, Dulu Hutan Rimba Kini Bak Surga Dunia Padukan Keindahan Pantai dan Perbukitan
- Belum Ada yang Tahu, Begini Suasana Kuburan Massal PKI di Tengah Hutan Jati
- Pulau di Sumenep Ini Bak Surga Dunia tapi Ditinggal Penduduknya Merantau, Intip Potretnya
- Menjelajah Desa Wisata Pronojiwo di Lumajang, Surga Wisata Berlatar Gunung Semeru
Raden Prawirayudha tak kehabisan akal, kepada utusan kerajaan ia mengaku tengah semedi dan baru bisa ditemui ayahnya pada hari berikutnya. Pada hari berikutnya, Prab Brawijaya datang bersama rombongan lengkap menuju tepi sungai yang diceritakan Demang Prawira Mantri. Sesampainya di sana, sang putra mahkota sudah tidak ada. Harapan sang raja segera bertemu anaknya pun kembali pupus.
Kesedihan Sang Raja
Prabu Brawijaya kecewa dan sedih karena gagal bertemu anaknya. Ditambah, ia juga dibebani pikiran situasi Kerajaan Majapahit yang ditinggalkan selama beberapa waktu demi mencari sang anak.
Sang raja akhirnya berniat kembali ke Majapahit untuk beraktivitas seperti emula. Sebelum meninggalkan tempat tersebut, Prabu Brawijaya berpesan kepada Kiai Ageng Maja dan masyarakatnya, agar ladang bekas tempat persembunyian sang putra mahkota dinamakan “LIRABAYA”, akronim dari bahasa Jawa “Angelirake Ubaya”. Kalimat ini dalam bahasa Indonesia dapat diartikan "mengingkari janji".
Sang raja juga berpesan agar kelak jika Kiai Maja dan masyarakat bertemu Raden Prawirayudha, mereka dapat mengantar sang pangeran ke Kerajaan Majapahit. Sejak saat itu, ladang dan sungai tersebut dinamai Lirabaya. Namun, masyarakat menyebutnya dengan nama Ngiroboyo. Kini daerah ini dipopulerkan sebagai desa wisata dengan tajuk Pesona Ngiroboyo.
(Foto: dewisendang.com)